Sunday, February 22, 2015

Prinsip-prinsip Metode Mengajar



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Mengajar adalah suatu seni. Guru yang cakap mengajar dapat merasakan bahwa mengajar adalah suatu hal yang menggembirakan, yang membuatnya melupakan kelelahan. Selain itu guru juga dapat mempengaruhi muridnya melalui kepribadiannya. Guru yang ingin murid-muridnya mengalami kemajuan, perlu mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap teori dan praktek mengajar sehingga ia dapat terus-menerus meningkatkan cara mengajar. Beberapa jenis prinsip dasar dalam cara mengajar yang disajikan di bawah ini, dapat dipakai sebagai petunjuk oleh para guru Sekolah guna meningkatkan cara mengajar mereka.
Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar, berhasilnya atau tidaknya tujuan dalam proses pembelajaran di sekolah adalah merupakan tanggung jawab seorang guru, sehingga sebelum mengadakan proses belajar mengajar seorang guru harus terlebih dahulu mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pengajaran tersebut, misalnya mempersiapkan bahan pengajaran/materi, metode pengajaran dan komponen lain yang berkaitan.[1]
Dalam makalah ini penulis mencoba menyajikan pembahasan tentang Prinsip-Prinsip Metode Mengajar.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Macam-macam prinsip dalam metode mengajar

C.    TUJUAN PEMBAHASAN
1.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam metode mengajar


BAB II
PEMBAHASAN
PRINSIP-PRINSIP METODE MENGAJAR
Metode mengajar yang digunakan dalam situasi belajar mengajar banyak jenisnya, baik yang termasuk metode tradisional maupun metode modern. Metode-metode tersebut akan diuraikan dalam makalah ini dan akan dikemukakan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan metode-metode tersebut. Prinsip-prinsip itu adalah individualitas, kebebasan, peranan lingkungan, globalisasi, pusat minat, aktivitas, motivasi, pengajaran berupa, pengajaran berkorelasi, konsentrasi dan integrasi.
Prinsip-prinsip tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan erat satu sama lain. Misalnya, prinsip individual hanya mungkin dilaksanakan bila ada prinsip kebebasan, pusat minat dan aktivitas. Begitu pula dengan korelasi akan sangat memberikan kemungkinan bagi peragaan, motivasi dan lingkungan.

A.    Individualitas
Individu adalah manusia orang-seorang yang memiliki pribadi jiwa sendiri. Kekhususan jiwa itu menyebabkan individu yang satu berbeda dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain, tiap-tiap manusia mempunyai jiwa sendiri.
Pada umumnya penyebab perbedaan itu dapat digolongkan ­dalam dua faktor yaitu faktor dari dalam (internal factor) dan faktor dari luar (external factor). Sejak lahir ke dunia, anak sudah memiliki kesanggupan berpikir (cipta), kemauan (karsa), perasaan (rasa) dan kesanggupan luhur yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Kesanggupan-kesanggupan ini tidak sama bagi setiap anak. Selanjutnya dengan adanya faktor luar seperti pengaruh keluarga, kesempatan belajar, metode mengajar, kurikulum, alam dan sebagainya, semakin menambah perbedaan kesanggupan murid. Secara terperinci perbedaan itu dapat dilihat pada:[2]

1.      Perbedaan Umur (usia kalender)
Sejak dahulu hingga sekarang orang menentukan tingkat kelas murid berdasarkan umurnya, misalnya kelas satu SD terdiri dari anak-anak yang usianya enam tahun. Semua anak-anak yang duduk pada suatu tingkat/kelas berdasarkan umur dianggap dapat memperoleh keuntungan yang sama dari pelajaran dan kegiatan-kegiatan yang diberikan dengan metode penyajian yang sama. Ketidakmampuan seseorang menguasai materi yang diberikan dijelaskan secara sederhana bahwa hal itu hanya disebabkan oleh faktor kemalasan. Jadi sama sekali tidak diperhatikan kenyataan bahwa murid-murid berbeda kemampuannya dalam menerima pelajaran atau dengan kata lain tidak dipertimbangkan bahwa anak-anak yang usianya sama tidak selalu memiliki tingkat kematangan belajar yang sama.
2.      Perbedaan Inteligensi
Jika kita bandingkan antara anak yang pada dasarnya pandai dengan anak yang kurang pandai, maka akan kelihatan beberapa perbedaan seperti berikut:
Anak yang pandai:
·         cepat menangkap isi pelajaran
·         tahan lama memusatkan perhatian pada pelajaran dan kegiatan
·         dorongan ingin tahu kuat, banyak inisiatif
·         cepat memahami prinsip-prinsip dan pengertian-pengertian
·         sanggup bekerja dengan pengertian abstrak
·         dapat mengkritik diri sendiri
·         memiliki minat yang luas.
Sedang anak yang kurang pandai berlaku keadaan sebaliknya:
·         lambat menangkap pelajaran
·         perhatiannya terhadap pelajaran cepat hilang
·         kurang dan tidak punya inisiatif

3.      Perbedaan Kesanggupan dan Kecepatan
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan sekolah, kesanggupan dan kecepatan anak berbeda. Anak yang cerdas akan jauh lebih cepat menyelesaikan tugas-tugasnya dalam hitungan daripada anak yang kurang cerdas. Demikian pula dalam berbagai bidang terdapat perbedaan kesanggupan. Yang umum ialah kurang pandai dalam satu atau beberapa bidang tetapi dalam hal lain menunjukkan kesanggupannya.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, perlu dipikirkan ba­gaimana cara mengorganisir pelajaran sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi atau sesuai dengan kesanggupan anak sebagai individu.[3]
Dr. Maria Montessori yang mula-mula memperhatikan hal ini dan menganjurkan adanya pengajaran individual. Prinsip yang dikemukakan adalah : "pekerjaan sekolah harus disesuaikan kepada individu". Anak-anak harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan daya-dayanya yang terbaik dan sesuai dengan kecepatan berkembang pada masing-masing anak.
Untuk memenuhi prinsip perbedaan individu, Thomas M. Risk mengemukakan dua macam pendekatan yaitu:"One approach placed emphasis upon individualized instruction to provide for individual needs and supplied group work of some kind as a supplement to provide for socialization. The other approach placed emphasis upon group work and used various means to provide for individual needs".
Kedua pendekatan ini bukanlah merupakan dua hal yang bertantangan melainkan saling mengisi dan sama pentingnya. Pendekatan yang pertama lebih menitikberatkan pada pengajaran individual untuk memenuhi kebutuhan individu dan belajar kelompok hanya merupakan pelengkap untuk sosialisasi. Sebaliknya, pendekatan yang kedua berusaha memenuhi perbedaan-perbedaan individu dengan mengorganisir kegiatan-kegiatan belajar yang perlu bagi  murid dalam hubungannya dengan kegiatan kelompok.

Ø  Usaha menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu
Sampailah kita sekarang pada pembicaraan mengenai usaha-usaha apa yang dapat dilaksanakan agara pengajaran yang diberikan sesuai dengan perbedaan individu. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa di antara usaha tersebut.
a.      Individualized assignments
Guru merencanakan tugas-tugas perorangan sesuai dengan kebutuhan murid yang bersangkutan. Tugas-tugas tersebut disertai petunjuk pelaksanaan, dimasukkan dalam kertas kerja. Setiap anak bekerja dengan bebas menurut kecepatannya di bawah pengawasan guru. Latihan-latihan menilai diri sendiri dipraktekan sehingga dengan demikian murid sanggup membantu diri sendiri dan bekerja dengan bebas walaupun mereka di bawah pengawasan. Penilaian terakhir untuk setiap bagian pekerjaan/ tugas dilakukan oleh guru. Sewaktu-waktu penyesuaian-penyesuaian tugas dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan minat murid. Pemberian tugas seperti diatas dapat dilaksanakan dengan mengikuti Winetka Plan dan Dalton Plan.
b.      Pengajaran unit atau proyek
Dalam bentuk pengajaran ini anak-anak secara bersama-sama menghadapi dan memecahkan suatu masalah dengan mengikuti langkah-langkah umum pemecahan ilmiah yang dianjurkan oleh J. Dewey.
·         Merealisasi adanya suatu masalah. Menydari dan merumuskan kesulitan yang dihadapi.
·         Menyusun hipotesis
·         Mengumpulkan, menilai dan mengklasifikasi data.
·         Mengevaluasi dan mencoba hipotesis.
·         Mengambil kesimpulan atau membuat laporan, pameran dan sebagainya.
Walaupun pada prinsipnya proyek atau unit dilakukan oleh kelompok, namun dalam beberapa hal murid harus bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan minat atau bahan yang dipilihnya. Untuk selanjutnya metode proyek.
c.       Homogeneous grouping
Tujuan utama dari pengelompokan ini adalah menyatukan murid-murid yang dapat mengambil manfaat dari aktivitas-aktivitas kelompok yang sama. Umumnya pengelompokkan ini didasarkan atas kemampuan, bukan atas usia. Jadi, lebih menyesuaikan aktivitas-aktivitas kelompok daripada terhadap perbedaan-perbedaan individual. Namun demikian, oleh karena sifat kelompok yang homogen, bantuan individual yang diperlukan lebih mudah diberikan dibanding dengan kelompok yang heterogen.
d.      Remedial work
Cara ini ditempuh bila terdapat kesalahan-kesalahan atau kesulitan-kesulitan yang dibuat atau dihadapi oleh murid secara individual. Cara ini hanya mungkin ditempuh bila sudah diketahui kesalahan atau kesulitan ini sebelumnya yang harus diperbaiki dan kebutuhan-kebutuhan pribadi lainnya dapat diketahui melalui diagnostic test.
e.       Teknik bertanya
Teknik ini dapat digunakan untuk memenuhi perbedaan individual dengan cara: pertanyaan yang sukar diberikan kepada anak yang pandai dan pertanyaan yang mudah kepada anak yang kurang pandai. Giliran dalam bermacam-macam bidang studi diberikan kepada murid yang sangat memerlukan bantuan, tidak hanya kepada murid yang pandai saja. Dengan demikian anak yang pandai tidak menjadi sombong dan anak yang kurang pandai tidak merasa harga diri kurang.
f.        Mengusahakan pemberian tugas-tugas pelajaran di luar sekolah
Tugas itu bisa bersifat latihan-latihan atau mengulang pelajaran yang sudah dipelajari bagi anak yang kurang, sedang yang bersifat menambah hal-hal yang belum dipelajari bagi anak yang pandai.[4]

B.     Motivasi
Seorang pengajar harus dapat menimbulkan motivasi anak. Motivasi ini sebenarnya banyak dipergunakan dalam berbagai bidang dan situasi, tetapi dalam uraian ini diarahkan kepada bidang pendidikan, khususnya bidang proses belajar mengajar.

C.    Aktivitas
Kalau ditinjau dari ilmu jiwa anak, maka anak yang normal selalu bertindak dengan tingkatan perkembangan umur mereka. Ia mengadakan reaksi-reaksi terhadap lingkungannya, atau adanya aksi dari lingkungan maka ia melakukan kegiatan atau aktivitas.

D.    Minat dan Perhatian
Setiap individu mempunyai kecenderungan fundamental untuk berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam lingkungannya. Apabila sesuatu itu memberikan kesenangan kepada dirinya ia akan berminat terhadap sesuatu itu.
Peranan perhatian dalam proses belajar diungkapkan dalam al-Qur'an antara lain Al-A’raf: 204. Artinya : 
Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al-A’raf: 204) 
Atas dasar uraian diatas maka tahap-tahap awal suatu proses pengajaran hendaklah dimulai dengan usaha membangkitkan minat tersebut. Minat harus dijaga. Selama proses pengajaran berlangsung, karena mudah sekali berkurang atau hilang selam proses pengajaran berlangsung karena mudah sekali berkurang atau hilang selama proses pengajaran tersebut.

E.     Keperagaan
Pada sekolah tradisional murid-murid hanya mendengarkan ucapan guru, mengulang kembali dan mengahafalnya. Mereka tidak mengetahui pengertian yang sebenarnya, sehingga sering menimbulkan Verbalismeyaitu."tahu kata tetapi tidak tahu arti"

F.     Pengulangan
Pengajaran memerlukan banyak mengulang, pengulangan bahan yang telah dipelajari akan memperkuat hasil belajar.

G.    Keteladanan
Sejak pase-pase awal kehidupan manusia banyak sekali belajar lewat peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang-orang disekitarnya,khususnya dari kedua orang tuanya.

H.    Pembiasaan
Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan anak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan oleh pendidik adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi anak didik. Kebiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan terlebih dahulu, dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi.[5]

Pemilihan metode mengajar yang "tepat" ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu:
1.      Kemampuan/ketrampilan guru.
Bagaimana kemampuan dan ketrampilan guru dalam menggunakan metode yang ditetapkannya?
2.      Kebutuhan peserta didik.
Dalam segi apakah guru mengharapkan peserta didik mengalami perubahan?
3.      Besarnya kelompok.
Cocokkah metode yang dipilih untuk kelompok yang akan dihadapi?
4.      Tujuan pelajaran.
Apakah metode yang dipilih dan akan dipakai cukup baik untuk membantu tercapainya tujuan belajar?
5.      Keterlibatan peserta didik.
Mampukah metode yang dipilih membuat para peserta didik aktif belajar? Bisakah diharapkan terjadi suasana atau interaksi dialogis dalam kegiatan belajar-mengajar?
6.      Kesesuaian dengan bahan pengajaran.
Sesuaikah metode yang dipilih dengan sifat bahan pelajaran?
7.      Fasilitas yang tersedia.
Cukupkah fasilitas yang tersedia untuk menunjang pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar, sesuai dengan metode yang ditetapkan?[6]
8.      Waktu yang tersedia.
Mungkinkah suatu metode diterapkan dalam belajar mengajar, dilihat dari segi waktu? Metode karya wisata misalnya, tentu membutuhkan waktu untuk refleksi dan memberikan laporan.
9.      Variasi pengalaman belajar.
Dalam penetapan metode kita harus mempertimbangkan berapa jauh variasi pengalaman belajar dapat terjadi. Pengalaman belajar bagaimana yang dapat maksimal terjadi? Mendengar sajakah? Melihat sajakah? Berpikir dan berbuatkah?
10.  Ketrampilan tertentu dari peserta didik.
Metode yang kita tetapkan dalam mengajar hendaklah sedemikian rupa sehingga dapat membangkitkan ketrampilan tertentu. Kalau tidak peserta didik menjadi pasif; hanya tahu teori. Hal ini penting apalagi berkaitan dengan pengajaran yang ingin menanamkan segi-segi "how to" atau "teknik". [7]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Metode adalah cara atau jalan yang harus ditempuh atau dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Metode mengajar adalah jalan yang harus dilalui untuk mengajar anak-anak supaya dapat mencapai tujuan belajar mengajar.
Adapun prinsip-prinsip metode mengajar banyak sekali pendapat dari para Tokoh pendidikan, dan dapat kami simpulkan bahwa prinsip metode mengajar adalah motivasi, kebutuhan, dan minat yang disesuaikan, adanya prinsip tujuan, kematangan, perbedaan individu, pembawaan anak, kemampuan anak. Semua prinsip-prinsip itu harus diperhatikan atau diketahui oleh seorang guru dalam mengajar.
Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar, berhasilnya atau tidaknya tujuan dalam proses pembelajaran di sekolah adalah merupakan tanggung jawab seorang guru, sehingga sebelum mengadakan proses belajar mengajar seorang guru harus terlebih dahulu mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pengajaran tersebut, misalnya mempersiapkan bahan pengajaran/materi, metode pengajaran dan komponen lain yang berkaitan.

DAFTAR PUSTAKA
Harjanto, Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997
Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam , Kalam Mulia, Jakarta, 2001
 

[1] Harjanto, Perencanaan Pengajaran, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), h. 73
[2] Zakiah Darajat, Metodik khusus Pengajaran agama Islam, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2008),h. 118-120
[3] Ibid, …………………….., h. 119-120
[5] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, ( Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h. 85-99
[6] http://sabda.org/lead/pemikiran_sekitar_metode_mengajar
[7] Ibid.
Musawaf

No comments:

Post a Comment