Friday, February 20, 2015

METODE JIGSAW

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang meliputi kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Pada kompetensi profesional untuk guru  mengandung tuntutan diantaranya adalah menerapkan berbagai pendekatan, model, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif.
Kemudian Di era global, teknologi telah menyentuh segala aspek pendidikan sehingga, informasi lebih mudah diperloleh, hendaknya siswa aktif berpartisipasi sedemikian sehingga melibatkan intelektual dan emosional siswa didalam proses belajar. Keaktifan disini berarti keaktifan mental walaupun untuk maksud ini sedapat mungkin dipersyaratkan keterlibatan langsung keaktifan fisik dan tidak nya berfokus pada satu sumber informasi yaitu guru yang hanya mengandalakan satu sumber komunikasi. Seringnya rasa malu siswa yang muncul untuk melakukan komunikasi dengan guru, membuat kondisi kelas yang tidak aktif sehingga berpulang pada rendahnya prestasi belajar siswa. Maka perlu adanya usaha untuk menimbulkan keaktifan dengan mengadakan komunikasi yaitu guru dengan siswa dan siswa dengan rekannya. Salah satu pembelajaran yang ditawarkan adalah kooperatif tipe jigsaw.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian metode jigsaw?
2.      Bagaimana langkah-langkah dalam menerapkan metode jigsaw?
3.      Apa tujuan yang diharapkan dalam metode jigsaw?


BAB II
PEMBAHASAN
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN METODE JIGSAW
DALAM PEMBELAJARAN PAI

A.    Pengertian Pelajaran PAI
PAI merupakan Pendidikan Agama Islam yang ada di setiap sekolah Islam. Dalam PAI ini mencakup pelajaran Al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Dimana setiap pelajaran itu ada materi-materinya sendiri.  
B.     Pengertian Metode Jigsaw
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et.al.sebagai model Cooperative Learning. Kemudian diadaptasikan oleh Slavin dan temen-teman di Universitas John Hopkins. Metode  jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Jigsaw adalah teknik pembelajaran aktif yang biasa digunakan karena teknik ini mempertahankan tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.
Pengertian jigsaw learning adalah sebuah teknik yang dipakai secara luas yang memiliki kesamaan dengan teknis "pertukaran dari kelompok ke kolompok lain." (group to group exchange) dengan suatu perbedaan penting: setiap peserta didik mengajarkan sesuatu. Sedangkan menurut Arends (1997) model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada kelompok yang lain.
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.[1]
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebutkepada anggota kelompok yang lain.[2]
C.    Sejarah Jigsaw
Teknik jigsaw adalah salah satu teknik cooperative learning yang pertama kali diterapkan oleh aronson tahun 1971 dan dipublikasi tahun 1978. Pada awalnya penelitiannya kelas jigsaw ini dipakai untuk tujuan agar mengurangi rasa kompetisi pembelajar dan masalah ras yang terdapat di sebuah kelas yang berada di Austin, Texas. Kota texas ini termasuk mengalami masalah rasis yang sangat parah, dan itu pun memunculkan intervensi dari sekolah­-sekolah untuk menghilangkan masalah tersebut.
Di dalam suatu kelas banyak pembelajar amerika keturunan afrika, keturunan hispanik (latin), dan pembelajar kulit putih amerika untuk yang pertama kalinya berada dalam sebuah kelas bersama-­sama. Situasi semakin memanas dan mangancam lingkungan belajar mereka. Dan pada tahun 1971 Aronson dan beberapa lulusan pembelajar lainnya menciptakan jigsaw dan mencoba untuk menerapkannya didalam kelas. Dan usaha keras ini berhasil dengan sukses, pembelajar yang pada awalnya kurang berkomunikasi mulai berkomunikasi dan mulai bekerja sama.
Eksperimen ini terdiri dari membentuk kelompok pembelajaran (kelompok jigsaw) dimana tiap pembelajar tergantung kepada anggota kelompoknya untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk lulus dalam ujian. Tanpa memandang ras, mereka digabungkan menjadi sebuah grup dan wajib berkerjasama diantara anggotanya agar mencapai sukses akademik. Ketika dibandingkan dengan kelas tradisional dimana pembelajar-­pembelajar bersaing secara individu, pembelajar-­pembelajar di dalam kelas.
Wardani mengatakan bahwa teknik jigsaw adalah salah satu cooperative learning mendorong pembelajar aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dimana dalam belajar teknik jigsaw terdapat tahap-­tahap dalam penyelenggaraannya yaitu :
  • Pengelompokan pembelajar.
  • Pemberian tugas untuk setiap anggota kelompok.
  • Diskusi kelompok yang terdiri dari kelompok ahli.
Yaitu kelompok yang terdiri dari kelompok ahli yaitu kelompok yang terdiri dari pembelajar heterogen , ditinjau dari segi kemampuan dan jenis kelamin yang tergabung dalam bahasan, tema, ataupun masalah yang sama. Sedangkan kelompok asal yaitu masing­ masing kelompok terdiri dari pembelajar yang heterogen, ditinjau dari kemampuan dan jenis kelamin yang tergabung dalam bahasan, tema, masalah yang berbeda. Kemudian guru memberikan  tes/kuis dan   perhitungan penghargaan kelompok.

D.    Tujuan Metode Jigsaw dalam Pembelajaran
1.      Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.[3]
2.      Pembelajaran dengan kooperatif jigsaw siswa secara individual dapat mengembangkan keahliannya dalam satu aspek dari materi yang sedang dipelajari serta menjelaskan konsep dan keahliannya itu pada kelompoknya.
3.      Pembelajaran kooperatif Jigsaw menjadikan siswa termotivasi untuk belajar karena skor-skor yang dikontribusikan para siswa kepada tim didasarkan pada sistem skor perkembangan individual, dan para siswa yang skor timnya meraih skor tertinggi akan menerima sertifikat atau bentuk-bentuk rekognisi tim lainnya sehingga para siswa termotivasi untuk mempelajari materi dengan baik dan untuk bekerja keras dalam kelompok ahli mereka supaya mereka dapat membantu timnya melakukan tugas dengan baik.[4]

E.      Langkah-langkah Metode Pembelajaran Jigsaw
Dalam pembelajaran kooperatif jigsaw langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain :
1.      Pembelajaran jigsaw diawali dengan pengenalan topik. Guru menuliskan topik tersebut di papan tulis dan menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.
2.      Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 4-5 orang) sesuai dengan jumlah topik yang akan dibahas yang memiliki kemampuan akademik yang heterogen. Kelompok ini dinamakan kelompok asal.
3.      Masing-masing anggota kelompok asal mengambil undian untuk menentukan topik yang akan dibahas.
4.      Dari undian yang telah mereka ambil, peserta didik yang mendapat undian pertama maka akan membahas topik pertama, sedangkan yang mendapat undian kedua maka akan membahas topik kedua, demikian seterusnya. Kelompok ini dinamakan kelompok ahli yang bertanggung jawab untuk mengkaji secara mendalam topik yang mereka dapatkan. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikannya.
5.      Setelah selesai, peserta didik dari masing-masing kelompok ahli kembali kekelompok asal untuk membagikan pengetahuan yang mereka dapatkan dari kelompok ahli. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berdiskusi.
6.      Sebelum pembelajaran diakhiri, diadakan diskusi dengan seluruh kelas. Selanjutnya, guru menutup pembelajaran dengan memberikan review terhadap topik yang telah dipelajari.

F.     Tingkatan Skill Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Dalam pembelajaran kooperatif ada beberapa keterampilan yang perlu dimiliki seorang siswa. Lundgre membagi keterampilan tersebut menjadi tiga tingkatan yaitu:[5]
1.      Keterampilan tingkat awal, meliputi:
Ø  Menjalankan tugas
Ø  Menggunakan kesepakatan
Ø  Menghargai kontribusi
Ø  Mengambil giliran dan berbagi tugas
Ø  Berada dalam kelompok
Ø  Mendorong partisipasi
Ø  Mengundang orang lain untuk berbicara
Ø  Menyelesaikan tugas pada waktunya
Ø  Menghormati perbedaan individu.
2.      Keterampilan tingkat menengah, meliputi:
Ø  Menunujukan penghargaan dan simpati
Ø  Mengungkapkan ketidak setujuan dengan cara yang dapat diterima
Ø  Mendengarkan dengan aktif
Ø  Bertanya Membuat ringkasan
Ø  Menafsirkan
Ø  Memeriksa ketepatan (evaluatif)
Ø  Mengatur dan mengorganisir
Ø  Menerima tanggung jawab
Ø  Mengurangi ketegangan
3.      Keterampilan tingkat mahir meliputi:
Ø  Mengelaborasi
Ø  Menghubungkan dengan konsep
Ø  Memeriksa dengan cermat
Ø  Menanyakan kebenaran
Ø  Menetapkan tujuan
Ø  Berkompromi
Ø  Membuat kesimpulan.
Berdasarkan poin-poin tingkatan skill pembelajaran Kooperatif diatas, model pembelajaran Jigsaw ini dapat dikategorikan ke dalam tingkatan skill menengah karena skill-skill yang digunakan lebih di dominasi dalam tingkatan menengah ini. Namun tidak dipungkiri bahwa tingkatan skill yang lain juga berpengaruh terhadap model pembelajaran jigsaw ini.

G.    Kelebihan dan Kelemahan Metode Jigsaw
b.      Kelebihan metode jigsaw
*      Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri  dan juga pembelajaran orang lain.
*      Membimbing siswa ke arah berpikir satu tujuan.
*      Permasalahan yang terpendam mendapat penjelasan guru pada waktu itu pula.
*      Siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam kelompok.
*      Siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalah.
*      Menerapkan bimbingan sesama teman.
*      Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi.
*      Memperbaiki kehadiran.
*      Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar.
*      Sikap apatis berkurang.
*      Pemahaman materi lebih mendalam.
*      Meningkatkan motivasi belajar.
*      Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif.
*      Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompok.
*      Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan kelompok lain.
*      Setiap siswa saling mengisi satu sama lain.
c.       Kelemahan metode jigsaw
*      Jika guru tidak mengingatkan agar siswa selalu menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing maka dikhawatirkan kelompok akan macet dalam pelaksanaan diskusi.
*      Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah.
*      Membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang belum terkondisi dengan baik sehingga perlu waktu untuk merubah posisi yang dapat menimbulkan kegaduhan.
*      Keadaan kondisi kelas yang ramai,sehingga membuat siswa binggung dan pembelajran kooperatif tipe jigsaw merupakan pembelajaran baru.
*      Siswa lemah dimungkinkan menggantungkan pada siswa yang pandai.[6]

H.    Penerapan Materi Pelajaran yang Cocok dengan Metode Jigsaw
Siswa-siswa SMA sudah bisa berpikir analisis dan sudah bisa memecahkan masalah. Maka jika metode jigsaw diterapkan dalam pembelajaran sudah cocok, tetapi disesuaikan dengan materi yang dipelajari. Misalnya dalam pelajaran Fiqih dengan materi pembunuhan atau hudud, iru bisa ditetapkan metode jigsaw, karena siswa di tuntuk aktif dan kreatif dalam berfikir. Dan dalam pelajaran Al-Quran Hadis pada meteri kemukjizatan Al-Qur’an. Dalam pelajaran Aqidah Akhlak dengan matri akhlak-akhlak tercela. Dan  juga dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan materi peklukan kota Mekkah. Dan juga materi-materi lainnya yang dianggap cocok dengan menggunakan metode ini.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
a.       Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekan pada sikap atau perilaku bersama dalam belajar atau membantu diantara sesame dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih.
b.      Penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw ini pada kelas siswa dibagi berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar heterogen.setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari,menguasai bagian tertentu bahan yang diberikan kemudian menjelaskan pada anggota kelompoknya. Dengan demikian terdapat rasa saling membutuhkan dan harus berkerjasama secara cooperative untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
c.       Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.

DAFTAR  PUSTAKA

Arends, Belajar untuk Mengajar, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2001.
Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, Bandung: Alfabeta, 2009.
Johnson, Learning Together and Alone,  Massa Chussetts: Allin and Bacon, 1991.
Lie, Cooperative learning Memperaktikkan Cooperative learning di ruang kelas,  Jakarta: PT. Grasindo, 2010.
Slavin, R. E, Cooperative Learning,  Bostom: Allyn and Bacod Publisher.1995.
www.Model Pembelajaran Jigsaw_ desykartikaputri.htm



[1] Johnson, Learning Together and Alone, (Massa Chussetts: Allin and Bacon, 1991)
[2] Arends, Belajar untuk Mengajar, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2001), hal 108-109.

[3] Lie, Cooperative learning Memperaktikkan Cooperative learning di ruang kelas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010).
[4] Slavin, R. E, Cooperative Learning, (Bostom: Allyn and Bacod Publisher.1995)

[5] Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, (Bandung: Alfabeta, 2009)
[6] www.Model Pembelajaran Jigsaw_ desykartikaputri.htm

DAMSALASKA  

No comments:

Post a Comment