BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan
kompetensi guru yang meliputi kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan
profesional. Pada kompetensi profesional untuk guru mengandung tuntutan diantaranya adalah
menerapkan berbagai pendekatan, model, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran yang mendidik secara kreatif.
Kemudian Di era global, teknologi telah menyentuh segala aspek
pendidikan sehingga, informasi lebih mudah diperloleh, hendaknya siswa aktif
berpartisipasi sedemikian sehingga melibatkan intelektual dan emosional siswa
didalam proses belajar. Keaktifan disini berarti keaktifan mental walaupun
untuk maksud ini sedapat mungkin dipersyaratkan keterlibatan langsung keaktifan
fisik dan tidak nya berfokus pada satu sumber informasi yaitu guru yang hanya
mengandalakan satu sumber komunikasi. Seringnya rasa malu siswa yang muncul untuk
melakukan komunikasi dengan guru, membuat kondisi kelas yang tidak aktif
sehingga berpulang pada rendahnya prestasi belajar siswa. Maka perlu adanya
usaha untuk menimbulkan keaktifan dengan mengadakan komunikasi yaitu guru
dengan siswa dan siswa dengan rekannya. Salah satu pembelajaran yang ditawarkan
adalah kooperatif tipe jigsaw.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian metode jigsaw?
2.
Bagaimana langkah-langkah dalam menerapkan
metode jigsaw?
3.
Apa tujuan yang diharapkan dalam metode jigsaw?
BAB II
PEMBAHASAN
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN METODE JIGSAW
DALAM PEMBELAJARAN PAI
A.
Pengertian Pelajaran PAI
PAI merupakan Pendidikan Agama Islam yang ada di setiap sekolah
Islam. Dalam PAI ini mencakup pelajaran Al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih,
dan Sejarah Kebudayaan Islam. Dimana setiap pelajaran itu ada materi-materinya
sendiri.
B.
Pengertian Metode Jigsaw
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et.al.sebagai
model Cooperative Learning. Kemudian diadaptasikan oleh Slavin dan temen-teman
di Universitas John Hopkins. Metode jigsaw adalah teknik pembelajaran
kooperatif di mana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar
dalam melaksanakan pembelajaran. Jigsaw adalah teknik pembelajaran aktif yang
biasa digunakan karena teknik ini mempertahankan tingkat tanggung jawab pribadi
yang tinggi. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, ketrampilan
belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak
mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi
sendirian.
Pengertian jigsaw learning adalah sebuah
teknik yang dipakai secara luas yang memiliki kesamaan dengan teknis
"pertukaran dari kelompok ke kolompok lain." (group to group
exchange) dengan suatu perbedaan penting: setiap peserta didik mengajarkan
sesuatu. Sedangkan menurut Arends (1997) model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam
kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama
saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian
materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada
kelompok yang lain.
Model pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran
kontekstual. Sistem pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem
kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini
adalah lima unsur pokok, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab
individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.[1]
Pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri
dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas
penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada
anggota lain dalam kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok
kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan
yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang
harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebutkepada anggota kelompok yang
lain.[2]
C.
Sejarah Jigsaw
Teknik jigsaw adalah salah satu teknik cooperative
learning yang pertama kali diterapkan oleh aronson tahun 1971 dan
dipublikasi tahun 1978. Pada awalnya penelitiannya kelas jigsaw ini dipakai
untuk tujuan agar mengurangi rasa kompetisi pembelajar dan masalah ras yang
terdapat di sebuah kelas yang berada di Austin, Texas. Kota texas ini termasuk
mengalami masalah rasis yang sangat parah, dan itu pun memunculkan intervensi
dari sekolah-sekolah untuk menghilangkan masalah tersebut.
Di dalam suatu
kelas banyak pembelajar amerika keturunan afrika, keturunan hispanik (latin),
dan pembelajar kulit putih amerika untuk yang pertama kalinya berada dalam
sebuah kelas bersama-sama. Situasi semakin memanas dan mangancam lingkungan belajar
mereka. Dan pada tahun 1971 Aronson dan beberapa lulusan pembelajar lainnya
menciptakan jigsaw dan mencoba untuk menerapkannya didalam kelas. Dan usaha
keras ini berhasil dengan sukses, pembelajar yang pada awalnya kurang
berkomunikasi mulai berkomunikasi dan mulai bekerja sama.
Eksperimen ini
terdiri dari membentuk kelompok pembelajaran (kelompok jigsaw) dimana tiap
pembelajar tergantung kepada anggota kelompoknya untuk mendapatkan informasi
yang diperlukan untuk lulus dalam ujian. Tanpa memandang ras, mereka
digabungkan menjadi sebuah grup dan wajib berkerjasama diantara anggotanya agar
mencapai sukses akademik. Ketika dibandingkan dengan kelas tradisional dimana
pembelajar-pembelajar bersaing secara individu, pembelajar-pembelajar di
dalam kelas.
Wardani
mengatakan bahwa teknik jigsaw adalah salah satu cooperative learning mendorong
pembelajar aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk
mencapai prestasi yang maksimal. Dimana dalam belajar teknik jigsaw terdapat
tahap-tahap dalam penyelenggaraannya yaitu :
- Pengelompokan pembelajar.
- Pemberian tugas untuk setiap anggota kelompok.
- Diskusi kelompok yang terdiri dari kelompok ahli.
Yaitu kelompok yang terdiri dari kelompok ahli
yaitu kelompok yang terdiri dari pembelajar heterogen , ditinjau dari
segi kemampuan dan jenis kelamin yang tergabung dalam bahasan, tema, ataupun
masalah yang sama. Sedangkan kelompok asal yaitu masing masing kelompok
terdiri dari pembelajar yang heterogen, ditinjau dari kemampuan dan jenis
kelamin yang tergabung dalam bahasan, tema, masalah yang berbeda. Kemudian guru
memberikan tes/kuis dan perhitungan
penghargaan kelompok.
D.
Tujuan Metode
Jigsaw dalam Pembelajaran
1.
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran
orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka
juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota
kelompoknya yang lain.[3]
2.
Pembelajaran dengan kooperatif jigsaw siswa
secara individual dapat mengembangkan keahliannya dalam satu aspek dari materi
yang sedang dipelajari serta menjelaskan konsep dan keahliannya itu pada
kelompoknya.
3.
Pembelajaran kooperatif Jigsaw menjadikan siswa
termotivasi untuk belajar karena skor-skor yang dikontribusikan para siswa
kepada tim didasarkan pada sistem skor perkembangan individual, dan para siswa yang
skor timnya meraih skor tertinggi akan menerima sertifikat atau bentuk-bentuk
rekognisi tim lainnya sehingga para siswa termotivasi untuk mempelajari materi
dengan baik dan untuk bekerja keras dalam kelompok ahli mereka supaya mereka
dapat membantu timnya melakukan tugas dengan baik.[4]
E.
Langkah-langkah Metode Pembelajaran Jigsaw
Dalam pembelajaran
kooperatif jigsaw langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain :
1.
Pembelajaran jigsaw
diawali dengan pengenalan topik. Guru menuliskan topik tersebut di papan tulis
dan menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik
tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata atau struktur
kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.
2.
Siswa dibagi menjadi
beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 4-5 orang) sesuai dengan jumlah
topik yang akan dibahas yang memiliki kemampuan akademik yang heterogen.
Kelompok ini dinamakan kelompok asal.
3.
Masing-masing anggota
kelompok asal mengambil undian untuk menentukan topik yang akan dibahas.
4.
Dari undian yang telah
mereka ambil, peserta didik yang mendapat undian pertama maka akan membahas
topik pertama, sedangkan yang mendapat undian kedua maka akan membahas topik
kedua, demikian seterusnya. Kelompok ini dinamakan kelompok ahli yang
bertanggung jawab untuk mengkaji secara mendalam topik yang mereka dapatkan.
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikannya.
5.
Setelah selesai,
peserta didik dari masing-masing kelompok ahli kembali kekelompok asal untuk
membagikan pengetahuan yang mereka dapatkan dari kelompok ahli. Guru memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk berdiskusi.
6.
Sebelum pembelajaran
diakhiri, diadakan diskusi dengan seluruh kelas. Selanjutnya, guru menutup
pembelajaran dengan memberikan review terhadap topik yang telah dipelajari.
F.
Tingkatan Skill
Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Dalam pembelajaran kooperatif ada beberapa
keterampilan yang perlu dimiliki seorang siswa. Lundgre membagi keterampilan
tersebut menjadi tiga tingkatan yaitu:[5]
1.
Keterampilan tingkat awal, meliputi:
Ø Menjalankan tugas
Ø Menggunakan kesepakatan
Ø Menghargai kontribusi
Ø Mengambil giliran dan berbagi tugas
Ø Berada dalam kelompok
Ø Mendorong partisipasi
Ø Mengundang orang lain untuk
berbicara
Ø Menyelesaikan tugas pada waktunya
Ø Menghormati perbedaan individu.
2.
Keterampilan tingkat menengah, meliputi:
Ø Menunujukan penghargaan dan simpati
Ø Mengungkapkan ketidak setujuan
dengan cara yang dapat diterima
Ø Mendengarkan dengan aktif
Ø Bertanya Membuat ringkasan
Ø Menafsirkan
Ø Memeriksa ketepatan (evaluatif)
Ø Mengatur dan mengorganisir
Ø Menerima tanggung jawab
Ø Mengurangi ketegangan
3.
Keterampilan tingkat mahir meliputi:
Ø Mengelaborasi
Ø Menghubungkan dengan konsep
Ø Memeriksa dengan cermat
Ø Menanyakan kebenaran
Ø Menetapkan tujuan
Ø Berkompromi
Ø Membuat kesimpulan.
Berdasarkan poin-poin tingkatan skill pembelajaran
Kooperatif diatas, model pembelajaran Jigsaw ini dapat dikategorikan ke dalam
tingkatan skill menengah karena skill-skill yang digunakan lebih di dominasi
dalam tingkatan menengah ini. Namun tidak dipungkiri bahwa tingkatan skill yang
lain juga berpengaruh terhadap model pembelajaran jigsaw ini.
G.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Jigsaw
b.
Kelebihan
metode jigsaw
Meningkatkan
rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Membimbing
siswa ke arah berpikir satu tujuan.
Permasalahan
yang terpendam mendapat penjelasan guru pada waktu itu pula.
Siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam
kelompok.
Siswa yang lemah dapat terbantu dalam
menyelesaikan masalah.
Menerapkan bimbingan sesama teman.
Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi.
Memperbaiki kehadiran.
Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih
besar.
Sikap apatis berkurang.
Pemahaman materi lebih mendalam.
Meningkatkan motivasi belajar.
Dalam proses belajar mengajar siswa saling
ketergantungan positif.
Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam
kelompok.
Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bekerjasama dengan kelompok lain.
Setiap siswa saling mengisi satu sama lain.
c.
Kelemahan
metode jigsaw
Jika
guru tidak mengingatkan agar siswa selalu menggunakan keterampilan-keterampilan
kooperatif dalam kelompok masing-masing maka dikhawatirkan kelompok akan macet
dalam pelaksanaan diskusi.
Jika
jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah.
Membutuhkan
waktu yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang belum terkondisi dengan baik
sehingga perlu waktu untuk merubah posisi yang dapat menimbulkan kegaduhan.
Keadaan kondisi kelas yang ramai,sehingga
membuat siswa binggung dan pembelajran kooperatif tipe jigsaw merupakan
pembelajaran baru.
Siswa lemah dimungkinkan menggantungkan pada
siswa yang pandai.[6]
H.
Penerapan Materi
Pelajaran yang Cocok dengan Metode Jigsaw
Siswa-siswa SMA sudah bisa berpikir analisis dan sudah bisa
memecahkan masalah. Maka jika metode jigsaw diterapkan dalam pembelajaran sudah
cocok, tetapi disesuaikan dengan materi yang dipelajari. Misalnya dalam pelajaran
Fiqih dengan materi pembunuhan atau hudud, iru bisa ditetapkan metode jigsaw,
karena siswa di tuntuk aktif dan kreatif dalam berfikir. Dan dalam pelajaran
Al-Quran Hadis pada meteri kemukjizatan Al-Qur’an. Dalam pelajaran Aqidah
Akhlak dengan matri akhlak-akhlak tercela. Dan
juga dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan materi peklukan
kota Mekkah. Dan juga materi-materi lainnya yang dianggap cocok dengan
menggunakan metode ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
a. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu strategi belajar
mengajar yang menekan pada sikap atau perilaku bersama dalam belajar atau
membantu diantara sesame dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok
yang terdiri dari dua orang atau lebih.
b. Penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw
ini pada kelas siswa dibagi berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok
belajar heterogen.setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari,menguasai
bagian tertentu bahan yang diberikan kemudian menjelaskan pada anggota
kelompoknya. Dengan demikian terdapat rasa saling membutuhkan dan harus
berkerjasama secara cooperative untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
c. Jigsaw didesain
untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri
dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang
diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Belajar
untuk Mengajar, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2001.
Isjoni,
Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok,
Bandung: Alfabeta, 2009.
Johnson, Learning Together and Alone, Massa Chussetts: Allin and Bacon, 1991.
Lie,
Cooperative learning Memperaktikkan Cooperative learning di ruang kelas, Jakarta: PT. Grasindo, 2010.
Slavin, R. E, Cooperative Learning, Bostom: Allyn and Bacod Publisher.1995.
www.Model Pembelajaran Jigsaw_ desykartikaputri.htm
[1] Johnson, Learning Together and Alone,
(Massa Chussetts: Allin and Bacon, 1991)
[2] Arends, Belajar untuk Mengajar, (Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2001), hal 108-109.
[3] Lie, Cooperative learning Memperaktikkan
Cooperative learning di ruang kelas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010).
[4] Slavin, R. E, Cooperative Learning,
(Bostom: Allyn and Bacod Publisher.1995)
[5] Isjoni, Cooperative
Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, (Bandung: Alfabeta, 2009)
No comments:
Post a Comment