KATA PENGATAR
Puji
dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “AHMAD HASSAN BANDUMG DAN
PEMIKIRANNYA”. Tidak lupa
pula shalawat berbingkai salam kita sanjungkan ke junjungan baginda besar Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam Jahilliyah ke dalam yang
berakhlakul karimah dan yang penuh dengan ilmu pengettahuan ini.
Ucapan terima kasih saya
sampaikan kepada Dosen Pembimbing yang telah banyak memberi arahan dalam
penyelesaian tagasmakalah ini. Mungkin makalah ini banyak kekurangan dan sudah
pasti jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat saya harapkan demi kesempurnaan yang akan datang. Kepada Allah SWT saya
berserah diri dengan harapan semoga bermanfaat bagi kami dan pembaca semua,
amin….
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ahmad Hassan merupakan pemikir muda dengan gagasan segar yang
tergolong kontroversial. Pemikiran Ahmad Hassan mengalami perkembangan yang
cukup pesat. Ahmad Hassan merupakan
tokoh yang amat gigih dalam mengembangkan ilmu-ilmu keislaman di masanya. Ahmad
Hassan banyak bergerak lewat media diskusi, mengadakan tabligh,
mengadakan kursus pendidikan, mendirikan pesantren, menerbitkan berbagai buku
serta majalah. Ahmad Hasan merupakan
seorang guru besar dalam organisasi Persis (persatuan Islam).
Ahmad
Hassan merupakan tokoh pembaharuan Islam di Indosesia melalui organisasi
PERSIS. Dalam berdakwah, Ahmad Hassan seringkali menggunakan metode debat
tentang segala sesuatu yang terkait dengan problem keagamaan. Cara tersebut
memberikan kepuasan tersendiri di setiap kalangan masyarakat yang mengikuti
acara tersebut. Akhirnya nama A.Hassan populer dan tersiar ke berbagai peloksok
dan memperkuat lembaga dan organisasi Persis sebagai gerakan Islam progresif.
Di
dalam makalah ini akan dijelaskan tentang riwayat hudup Ahmad Hassan serta
pemikiran-pemikirannya dalam mengembangkan agama Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa
Ahmad Hassan Bandung?
2. Bagaimana
pemikirannya dalam Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Singkat Ahmad Hassan
Ahmad
Hassan lahir pada tahun (1887 M) di Singapura. Ayahnya bernama Ahmad Sinna
Vappu Maricar yang digelari “Pandit“ berasal dari India dan
ibunya bernama Muznah berasal dari Palekat, Madras. Ahmad menikahi Muznah di
Surabaya ketika ia berdagang di kota tersebut, kemudian menetap di Singapura.
Ahmad Hassan merupakan nama yang dipengaruhi oleh budaya Singapura. Nama
aslinya adalah Hassan bin Ahmad, namun karena mengikuti kelaziman budaya Melayu
yang meletakkan nama keluarga atau orang tua di depan nama asli, akhirnya nama
Hassan bin Ahmad berubah menjadi Ahmad Hassan.[1]
Ahmad
Hassan menikah pada tahun (1911 M) dengan Maryam peranakan Melayu-Tamil di
Singapura. Dari pernikahannya ini ia dikaruniai tujuh orang
putra-putri,yaitu: Abdul Qadir, Jamilah, Abdul Hakim, Zulaikha, Ahmad,
Muhammad Sa‘id, Manshur.[2]
Ahmad
Hassan belajar al-Qur’an pada umur sekitar tujuh tahun, kemudian masuk di
Sekolah Melayu. Ayahnya sangat menekankan agar Hassan mendalami bahasa Arab,
Inggris, Melayu dan Tamil di samping pelajaran-pelajaran lain.
Guru-gurunya
antara lain adalah H. Ahmad di Bukittiung dan Muhammad Thaib di Minto Road.
Walaupun kedua gurunya ini bukanlah seorang alim besar namun untuk ukuran
daerahnya keduanya cukup disegani dan dihormati. Kepada Muhammad Thaib, Hassan
belajar nahwu
dan sharaf,
namun kira-kira empat bulan kemudian, ia merasa tidak memiliki kemajuan, karena
hanya menghafal saja tanpa dimengerti, semangat belajarnya pun menurun. Dalam
keadaan seperti itu, untunglah gurunya naik haji. Akhirnya, Ahmad Hassan
beralih belajar bahasa Arab kepada Said Abdullah al-Musawi sekitar kurang lebih
tiga tahun. Selain itu, Ahmad Hassan belajar kepada Syeikh Hassan al-Malabary
dan Syeikh Ibrahim al-Hind. Semuanya ditempuh hingga kira-kira tahun (1910 M),
ketika ia berumur 23 tahun. Walaupun pada masa ini Ahmad Hassan belum memiliki
pengetahuan yang luas tentang tafsir, fiqh, fara‘id, manthiq, dan
ilmu-ilmu lainnya, namun dengan ilmu alat yang ia miliki itulah yang kemudian
mengantarkannya memperdalam pengetahuan dan pemahaman terhadap agama secara
otodidak.
Pada
tahun (1921 M), Ahmad Hassan berangkat ke Surabaya (Jawa Timur) untuk berdagang
dan mengurus toko milik Abdul Lathif pamannya, namun sebelum A. Hassan
berangkat, pamannya berpesan agar sesampainya nanti di Surabaya ia tidak
bergaul dengan seseorang yang bernama Faqih Hasyim karena dianggap sesat dan
berfaham Wahhabi.
Pada
tahun (1924 M), Ahmad Hassan berangkat ke Bandung untuk mempelajari pertenunan,
di sinilah ia berkenalan dengan tokoh pendiri organisasi PERSIS (Persatuan
Islam), yang kemudian Ahmad Hassan diangkat menjadi guru Persatuan Islam.
Karena seluruh waktunya dapat dikatakan untuk urusan Persis yang berkembang di
Bandung ini, akhirnya Ahmad Hassan terkenal dengan sebutan Ahmad Hassan
Bandung.[3]
B. Pemikiran Ahmad Hassan
1. Pemikiran Ahmad Hassan Tentang Hukum
(Metode Istinbat al-Hukm)
Ahmad
Hassan berpendapat bahwa Allah swt. telah menetapkan aturan-aturan dan
pola-pola standar yang dikenal manusia sebagai hukum. Hukum agama (syariat)
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan memerintahkan manusia untuk
melakukan tindakan-tindakan tertentu dan menjauhi tindakan-tindakan lainnya.
Tujuan dari hukum agama adalah menguraikan perintah dan kehendak Tuhan agar manusia
dapat melaksanakannya, karena tanpa hukum agama, tidak akan ada cara yang riil
untuk mengetahui apa yang Allah perintahkan kepada manusia. Karena alasan
inilah Allah memberi manusia hukum agama dalam bentuk Alquran dan Hadis sebagai
petunjuk dan tuntunan.[4]
Ahmad
Hassan membagi aspek-aspek duniawi hukum agama kedalam dua bagian, yaitu:
a. Berkaitan
dengan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan kaum muslim sendiri seperti
nikah, sedekah, waris, hukum makanan, berjuang mempertahankan agama dan
sejenisnya. Hukum-hukum ini tidak mengikat non muslim yang tinggal di wilayah
muslim.
b. Berkiatan
dengan persoalan yang mengikat muslim dan non muslim yang tinggal di wilayah
muslim seperti perdagangan, hubungan kerja, kontrak, perjanjian damai, upah,
perhimpunan, perwakilan hukum, jaminan, keamanan, kebangkrutan dan
persoalan-persoalan hukum lainnya yang secara umum dianggap sebagai masalah
kewarganegaraan. Hukum agama juga menyediakan hukum pidana dengan menjelaskan
cara serta jumlah hukuman untuk kejahatan-kejahatan seperti penganiayaan,
pembunuhan, penipuan, fitnah, mabuk-mabukan dan perzinaan. Ahmad Hassan
menyimpulkan bahwa pelaksanaan yang benar atas hukum agama adalah hal penting
karena dapat membedakan antara orang beriman dari orang kafir, dari para
pendosa dan dari orang-orang munafik.[5]
Bagi
Ahamad Hassan Alquran dan hadis memiliki arti yang sangat penting karena kedua
sumber ini mempresentasikan Islam dalam bentuknya yang murni dan dalam bentuk
itulah Islam dapat diadaptasi ke berbagai kondisi dan konsep yang berlaku di
dunia modern. Oleh karena itu beliau sangat menekankan penggunaan Alquran dan
Hadis dalam memberikan bukti-bukti bagi kebenaran pandangannya tentang
masalah-masalah keagamaan, sosial, ekonomi dan politik.
2.
Pemikiran
Hukum Ahmad Hassan Terhadap Kepercayaan-Kepercayaan Umum Dalam Masyarakat
Indonesia.
Lumrah
apabila dalam mencari sebuah Islam “murni” yang bebas dari bid’ah, AhmadHassan
menentang elemen-elemen kehidupan masyarakat yang diyakini bertentangan
dengan hukum Islam, antara lain :
a.
Makanan
Ritual/Kenduri
Dalam
salah satu fatwa yang diberi judul “ Kenduri Untuk Kehamilan” A. Hassan
menyatakan, sejak pembuahan hingga kelahiran, tidak ada jenis perayaan
tertentu yang diperintahkan oleh agama, baik itu yang disebut kenduri,
slametan, pesta maupun perjamuan. Beliau menyatakan bahwa Islam memerintahkan
diselenggarakannya perayaan pada saat pernikahan (walimatul ursyi), praktik pembacaan
doa-doa dan syahadat dalam berbagai macam peristiwa semacam ini bukan merupakan
bagian dari ibadah dan tidak seharusnya dilakukan. Fatwa A. Hassan juga
menyatakan bahwa pada hari ketujuh setelah kelahiran seorang anak, kaum
muslimin diperintahkan untuk melakukan akikah, memberi nama untuknya dan
kemudian membagi-bagikan hewan yang disembelih itu untuk para kerabat dan
tetangga. Di dalam persoalan ini, tidak pernah ada pembacaan doa apapun.
b.
Wasilah
Dan Pemujaan Wali
Dalam At-Tauhid,
Ahmad Hassan menyatakan bahwa Alquran dan Hadis memerintahkan agar
doa ditujukan secara langsung kepada Tuhan tanpa rumusan apapun seperti dengan
syafaat Nabi (memakai wasilah). Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa ketika
Nabi Muhammad saw. masih hidup, para sahabat meminta
beliau agar berdoa untuk mereka, tetapi setelah Nabi wafat, para sahabat tidak
pernah meminta kepada roh beliau atau di kuburan beliau untuk melaksanakan
pungsi ini. Bagaimanapun, praktik yang sebenarnya di kalangan para sahabat
adalah meminta seorang anggota terkemuka dari kelompok mereka untuk mendoakan
mereka dan bahwa anggota yang ditunjuk itu berdoa langsung kepada Allah dan
tidak pernah meminta Nabi sebagai perantara (wasilah).
Meskipun
mengecam praktik wasilah, Ahmad Hassan menyatakan bahwa ziarah kubur
diperbolehkan bagi kaum muslim selama dilakukan sesuai dengan aturan-aturan
perilaku muslim yang standar. Dia menggambarkan bahwa tujuan ziarah kubur
adalah untuk mendoakan orang yang sudah meninggal dunia dan mengingat akan
kehidupan akhirat. Dia menyatakan bahwa doa di kuburan seharusnya tidak
ditujukan untuk membantu muslim tertentu yang sudah meninggal dunia, tetapi
seharusnya menjadi bagian doa umum dan harus ditujukan untuk memintakan
rahmat Tuhan bagi seluruh muslim yang telah meninggal dunia. Ahmad Hassan
menentang bid’ah dan memperingatkan kaum muslim untuk tidak terikat dengan
jadwal tertentu dalam melaksanakan ziarah kubur.
3.
Pemikiran
Hukum Ahmad Hassan Terhadap Kelompok Islam Tradisionalis
Ahmad Hassan dengan didukung oleh beberapa
penulis lainnya, memberikan pandangan mendasar dan kerangka teoritik mengenai
hal-hal yang terkait dengan kelompok tradisionalis.
a.
Talkin
Talkin pada saat penguburan merupakan ritual
yang tidak bermanfaat sehingga kaum muslim harus meninggalkannya. Dalam praktik
ini, seseorang membacakan seluruh doktrin terpenting Islam sedemikian rupa
sehingga almarhum akan siap menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
para malaikat yang dikirim untuk menanyakannya.
Dalam salah satu fatwa mengenai persoalan ini,
Ahmad Hassan menyatakan Talkin tidak ada dalam Alquran, juga tidah dikukuhkan
oleh hadis dan tidak pernah dilakukan oleh para sahabat dan tidak pula
disebutkan sebagai upacara yang absah oleh satupun dari empat pendiri mazhab
fiqh.Dia menyatakan bahwa seluruh hadis
yang diperkenalkan oleh kelompok-kelompok tradisionalis untuk mendukung
pandangan mereka adalah dhaif jika diuji menurut aturan-aturan ilmu hadis. Oleh
karena itu tidak boleh dipakai dasar hukum bagi praktik keagamaan.
b.
Pengucapan
Niat Pada Permulaan Shalat
Ahmad
Hassan menyatakan bahwa membaca niat sebelum memulai shalat lima waktu hanya
diperbolehkan oleh sebagian ulama mazhab Syafi’i, tetapi Imam Syafi’i sendiri
tidak pernah melakukan praktik tersebut. Ahmad Hassan menyerang argumen yang
menyatakan bahwa pengucapan niat dapat membantu kekhusuan karena menyatukan
hati dengan bibir, beliau menyatakan bahwa hatilah yang menggerakkan bibir,
bukannya bibir yang menggerakkan hati.
Ahmad
Hassan juga menolak argumen bahwa pembacaan niat dibenarkan dengan qiyas dari
contoh Nabi Muhammad yang mengulangi niat ketika melaksanakan ibadah haji.
Alasannya adalah bahwa hadis yang melaporkan tindakan Nabi tersebut adalah
dhaif dan bahwa qiyas, meskipun absah di beberapa bidang pemikiran hukum selain
soal aqidah dan ibadah karena tidak ada qiyas dalam ibadah, ibadah hanya dapat
ditetapkan berdasarkan Alquran dan Hadis.
4. Pemikiran Hukum A.Hassan Bidang Ekonomi (Riba,
Bunga Bank)
Dalam
hubungannya dengan hukum riba dan praktik perekonomian modern yang berkembang,
Ahmad Hassan memandang hal tersebut sah asalkan tidak berlipat ganda.
Keuntungan yang diambil dalam praktik perbankan dan lembaga ekonomi modern pada
umumnya dapat diterima akal sehat dan tidak termasuk kategori berlipat ganda.
Selaras
dengan pemikiran muslim modernis di dunia Arab, Ahmad Hassan melihat
lembaga-lembaga keuangan yang ada sesuai dengan Islam. Ahmad Hassan
mendefinisikan riba hanya sebagai keuntungan yang berlebihan dan
menyatakan bahwa bunga yang diperoleh dari bank dan koperasi adalah layak dan
tidak seharusnya dianggap riba. Dalam sebuah fatwa tentang koperasi dinyatakan
bahwa pemberlakuan aturan tentang riba kemungkinan besar disebabkan oleh
praktik yang lazim di Arabia pra-Islam, jumlah bunga yang berlipat ganda
diminta ketika memperpanjang jangka waktu peminjaman. Jumlah seratus dirham
menjadi dua ratus dirham dan seterusnya, hingga beberapa kali lipat. [6]
5.
Metode
Ahmad Hasan Dalam Takhrij Hadits
Ahmad
hasan belum menggunakan metode-metode yang dipakai untuk mentakhrij hadis,
tatapi kitab Nayl al-Awthār karya al-Syawkāniy dan Subul al-Salām
karya al-Shan‘āniy, serta kitab-kitab lainnya, seperti syuruh al-hadīts yang
dimiliki Ahamd Hassan sudah cukup membantunya menelusuri sanad dan matan
Hadis kepada kitab aslinya, dan ini termasuk salah satu cara takhrīj pada
masa itu”.
C.
Ahmad Hassan
dan Persatuan Islam (Persis)
Walaupun bukan sebagai pendirinya, tetapi nama
Ahmad Hassan sering diidentikkan dengan nama Persis, yaitu suatu organisasi
pembaharu keagamaan yang lahir pada tanggal 12 September 1923 di Bandung.
Kelahiran Persis setidaknya merupakan jawaban dari sikap kolonial Belanda masa
itu yang mencoba menerapkan unifikasi hukum, yaitu mematikan syariat Islam dan
menampilkan hukum barat melalui pemberlakuan hukum adat sebagai perantara
pengalihan. Dakwah Persis diambil langsung dari sumber al-Qur'an dan Hadits,
karenanya pula Persis menolak bermazhab.
Dakwah Persis dimulai secara sembunyi-sembunyi
karena adanya pengawasan yang ketat dari pihak Belanda, baru setelah Moh.
Natsir pada tahun 1934 memintakan pengesahan organisasi tersebut pada
kementerian kehakiman maka Persis memulai dakwah secara terbuka.
Persis bukan organisasi pembaharuan agama yang
pertama di Indonesia, sebelumnya sudah berdiri Muhammadiyah di kota Yogya,
al-Irsyad di Jakarta serta Syarikat Dagang Islam, Syarikat Islam dan
Perserikatan Ulama. Namun karena masing-masing organisasi itu telah membatasi
dirinya dibidang-bidang tertentu seperti Syarikat Dagang Islam menitik beratkan
perhatiannya pada sektor Ekonomi yang membidani kelahiran Kope rasi, Syarikat Islam dibidang politik dan Perserikatan Ulama yang
berdiri di Majalengka Jawa Barat pada keterampilan para santri dibidang usaha
sementara Muhammadiyah sendiri sibuk dengan bidang sosial dan pendidikan, maka
Persis berdiri untuk menjembatani semuanya dan menitik beratkan pada dakwah
agama.
D. Karya-karya Ilmiah Ahmad Hassan
1.
Dalam bidang Al-Qur‘an dan Tafsir: Tafsir
Al-Furqān, Tafsir Al-Hidāyah, Tafsir Surah
Yāsīn,
dan
Kitab Tajwīd.
2.
Dalam bidang Hadis, Fiqh, dan Ushūl
Fiqh: Soal Jawab: Tentang Berbagai Masalah Agama, Risalah Kudung, Pengajaran
Shalat, Risalah Al-Fātihah, Risalah Haji, Risalah
Zakāt,
Risalah Ribā, Risalah Ijmā‘, Risalah Qiyās, Risalah Madzhab, Risalah Taqlīd,
Al-Jawāhir,
Al-Burhān, Risalah Jum‘at, Hafalan, Tarjamah Bulūg al-Marām,
Muqaddimah
Ilmu Hadis dan Ushūl Fiqh, Ringkasan Islam, dan Al-Fara‘idh.
3.
Dalam bidang Akhlaq: Hai Cucuku,
Hai Putraku, Hai Putriku, Kesopanan Tinggi
Secara
Islam.
4.
Dalam bidang Kristologi: Ketuhanan
Yesus, Dosa-dosa Yesus, Bibel Lawan Bibel,
Benarkah
Isa Disalib?, Isa dan Agamanya.
5.
Dalam bidang Aqidah, Pemikiran Islam, dan
Umum: Islam dan Kebangsaan,
Pemerintahan
Cara Islam, Adakah Tuhan?, Membudakkan Pengertian Islam, What is
Islam?,
ABC Politik, Merebut Kekuasaan, Risalah Ahmadiyah, Topeng Dajjāl, Al-
Tauhid,
Al-Iman, Hikmat dan Kilat, An-Nubuwwah, Al-‘Aqā’id, al-Munāzharah, Surat-
surat
Islam dari Endeh, Is Muhammad a True Prophet?
6.
Dalam bidang Sejarah: Al-Mukhtār,
Sejarah Isrā‘ Mi’rāj,
7.
Dalam bidang Bahasa dan Kata
Hikmat: Kamus Rampaian, Kamus Persamaan, Syair,
First
Step Before Learning English, Al-Hikam, Special Dictionary, Al-Nahwu, Kitab
Tashrīf,
Kamus Al-Bayān, dan lain-lain.[7]
Komenrat
saya terhadap pendapat Ahmad Hassan Bandung:
Ahmad Hassan adalah seorang tokoh
pembaharuan Islam di Indonesia yang bergabung dan menjadi guru besar dalam
organisasi PERSIS 9Prsatuan Islam). Pemikiran-pikiranya bagus karena dia ingin
mengembalikan Islam menjadi Islam yang murni sabagaimana pada pada masa
Rasulullah yaitu mengikuti Al-Quran dan Hadis, dengan meninggalkan bid’ah.
Khurafat dah tahayul. Tetapi menurut saya tentang talikin mayat itu banyak
pendapat,ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan. Dan megenai pengucapan
niat ketika takbiratulihram itu bukan bid’ah karena niat itu merupakan rukun
shalat,jika tidak lengkap rukun maka shalat tidak sah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Ahmad
Hassan Bnadung adalah seorang tokoh pembaharuan Islam yang bergabung di
organisasi PERSIS.
2. Pemikiran-pemikiran
Ahmad Hassan antara lain yaitu:
a. Pemikiran Ahmad Hassan Tentang Hukum (Metode
Istinbat al-Hukm)
b.
Pemikiran
Hukum Ahmad Hassan Terhadap Kepercayaan-Kepercayaan Umum Dalam Masyarakat
Indonesia.
c.
Pemikiran
Hukum Ahmad Hassan Terhadap Kelompok Islam Tradisionalis
d.
Pemikiran
Hukum A.Hassan Bidang Ekonomi (Riba, Bunga Bank)
e.
Metode Ahmad Hasan Dalam Takhrij
Hadits.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Hassan, At-Tauhid,
Bangil, 1941.
Ahmad Hassan, Pemerintahan
Cara Islam, Toko Timoer, 1946.
Ahmad Hassan, Kitab Riba,
Bandung, 1932.
Amar Jaya, “Riwayat Hidup A.
Hassan”, dalam A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram, Bandung:
CV. Penerbit Diponegoro, 2001.
Syafiq A. Mughni, Hassan Bandung: Pemikir
Islam Radikal, Cet. II; Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1994.
Tim Penulis
IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, 2002.
[1] Syafiq A. Mughni, Hassan Bandung: Pemikir
Islam Radikal, (Cet. II; Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1994 ), hal 11.
[2] amar Jaya,
“Riwayat Hidup A. Hassan”, dalam A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram, (Bandung:
CV. Penerbit Diponegoro, 2001 ), hal 709.
[3] Tim Penulis
IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia ( Djambatan,
2002) hal 372.
[4] Ahmad Hassan, At-Tauhid
(Bangil, 1941) hal 60.
[5] Ahmad Hassan, Pemerintahan
Cara Islam (Toko Timoer, 1946) hal 8
[6] Ahmad Hassan, Kitab
Riba, (Bandung, 1932)
No comments:
Post a Comment