KATA PENGATAR
Puji
dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Hadiah, Hibah, dan Sogok”. Tidak lupa pula shalawat berbingkai salam kami sanjungkan ke
junjungan baginda besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam
Jahilliyah ke dalam yang berakhlakul karimah.
Ucapan
terima kasih saya sampaikan kepada Dosen Pembimbing yang telah banyak memberi
arahan dalam penyelesaian makalah ini. Mungkin makalah ini banyak kekurangan
dan sudah pasti jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan yang akan datang. Kepada Allah
SWT saya berserah diri dengan harapan semoga bermanfaat bagi saya sendiri dan
pembaca semua, amin….
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah agama yang diridhai oleh Allah SWT
dan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta melalui Nabi Muhammad SAW. Semasa
hidup, beliau selalu berbuat baik dengan amalan shaleh seperti zakat, pemberian
hadiah, hibah dan lain sebagainya. karena islam menganjurkan untuk bershadaqah
dengan tujuan menolong saudara muslim yang sedang kesusahan dan untuk mendapat
ridha Allah SWT.
Shadaqah bisa berupa uang, makanan, pakaian dan
benda-benda lain yang bermanfaat. Dalam pengertian luas, shadaqah bisa
berbentuk sumbangan pemikiran, pengorbanan tenaga dan jasa lainnya bahkan
senyuman sekalipun.
Akhir-akhir ini kita sering kali mendengar
kata-kata korupsi,suap, dan lainnya. Dalam makalah ini kita akan mengkaji
tentang hadiah, hibah, dan sogok, di sini kita akan melihat apa itu sogok dan
bagaimana kedudukannya dalam Islam, dan masuk ke hadiah atau hibah kah sogok
tersebut!
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan hadiah, hibah,dan sogok?
2.
Bagaiman
ketentuan hadiah dan hibah?
3.
Bagaimana
kedudukan sogok dalam Islam?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui
pengertian hadia, hibah dan sogok.
2.
Mengetahui
ketentuan hadiah dan hibah.
3.
Mengetahui
kedudukan sogok dalam Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hadiah
1.
Pengertian
Hadiah
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada
seseorang dengan maksud untuk mmnuliakan atau memberikan penghargaan.
Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya agar saling memberikan hadiah.
Karena yang demikian itu dapat menumbuhkan kecintaan dan saling menghormati
antara sesama.
Hadiah adalah memberikan
sesuatu tanpa ada imbalannya dan dibawa ke tempat orang yang akan di beri
karena hendak memuliakanya. Hadiah merupakan suatu penghargaan dari pemberi
kepada si penerima atas prestasi atau yang dikehendakinya. Rasulullah SAW bersabda :
عن أبي هريرة عن النّبي
صلى الله عليه وسلم قال لو دعيت على كراع أو ذراع لاجبت ولو أهدي إلي ذراع او كراع
لقبلت (رواه البخارى)
Dari Abu Hurairah
Rasulullah bersabda “ sekiranya saya di undang untuk makan sepotong kaki
binatang, pasti akan saya kabulkan undangan tersebut, begitu juga kalau
sepotong kaki binatang dihadiahkan kepada saya, tentu saya akan saya terima”. (Riwayat Bukhari).
Dalam hadist lain Nabi
bersabda:
عن خالد بن عدي ان النبي
صلى الله عليه وسلم قال من جاءه من أخيه معروف من غير إسراف ولا مسألة فليقبله ولا
يرده فإنما هو رزق ساقه الله إليه (رواه أحمد)
Dari Khalid bin Adi
Sesungguhnya Rasulullah bersabda “ barang siapa yang diberi oleh saudaranya
kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak dia minta, hendaklah
diterimanya (jangan ditolak), sesungguhnya yang demikian itu pemberian yang
diterima oleh Allah kepadanya”. (Riwayat Ahmad).
Hukum hadiah adalah boleh
( mubah ). Nabi sendiripun juga sering menerima dan memberi hadiah kepada
sesama muslim, sebagaimana sabdanya: Artinya: "Rasulullah SAW menerima
hadiah dan beliau selalu membalasnya". (HR. AI Bazzar)
2. Rukun Hadiah
Rukun hadiah dan rukun hibah sebenarnya sama
dengan rukun shadaqah, yaitu :
a.
Orang yang memberi. Syaratnya ialah orang yang
berhak memperedarkan hartanya dan memiliki barang yang diberikan.
b.
Orang yang menerima. Syaratnya adalah berhak
memiliki.
c.
Ijab qabul.
d.
Ada barang yang diberikan. Syaratnya adalah
barang itu dapa dijual, kecuali:
a)
Barang-barang yang kecil. Misalnya dua atau
tiga butir beras, tidak sah dijual, tetapi sah diberikan.
b)
Barang yang tidak diketahui tidaklah sah
dijual, tetapi sah diberikan.
c)
Kulit bangkai sebelum disamak tidaklah sah
dijual, tetapi sah diberikan.[1]
B.
Hibah
1.
Pengertian
Hibah
Pengertian Hibah dilihat
dari dua sisi, yaitu dari sudut bahasa dan pengertian menurut
istilah/terminologi. Menurut bahasa (harfiah), hibah berarti pemberian atau memberikan.
Menurut istilah, Hibah ialah memberikan sesuatu hak milik kepada orang lain
untuk memilikinya dengan masud berbuat baik dan yang dilakukan dalam masa
hidup.
Hibah
secara umum adalah pemberian selama hidup, dengan catatan bila pemberinya
meninggal terlebih dahulu, maka barang yang dihibah itu tetap pada yang
diberinya. Akan tetapi, kalau orang yang diberinya meninggal terlebih dahulu,
barang itu kembali kepada pemberinya.
2. Rukun Hibah
Rukun hibah ada empat, yaitu :
a)
Pemberi hibah ( Wahib )
a.
Pemilik sempurna
b.
Cakap dalam membelanjakan harta, yakni balig
dan berakal.
c.
Memberi dengan sukarela, tanpa paksaan
b)
Penerima hibah ( Mauhub
Lahu )
Penerima hibah disyaratkan sudah wujud ketika
akad hibah dilakukan. Oleh sebab itu, hibah tidak boleh diberikan kepada anak
yang masih dalam kandungan.
c)
Barang yang dihibahkan .
Syarat-syarat barang yang
di hibahkan adalah :
a.
Barang yangdi hibahkan
itu jelas terlihat wujudnya,
b.
Barang yang di hibahkan
adalah barang yang memiliki nilai atau harga.
c.
Barang yang di hibahkan
itu adalah betul-betul milik orang yang memberikan hibah dan berpindah status
pemiliknya dari tangan pemberi hibah ke tangan penerima hibah.
d)
Penyerahan ( Ijab Qabul ).[2]
Hibah dapat dianggap sah apabila pemberian itu sudah mengalami proses
serah terima. Jika hibah itu baru diucapkan dan belum terjadi serah terima maka
yang demikian itu belum termasuk hibah. Jika barang yang dihibahkan itu telah
diterima maka yang menghibahkan tidak boleh meminta kembali kecuali orang yang
memberi itu orang tuanya sendiri (ayah/ibu) kepada anaknya.
Kadar hadiah dan hibah adalah sepertiga dari harta yang dimiliki.
C. Tetapnya Pemberian Menjadi Milik
Barang yang diberikan belum menjadi milik orang yang diberi kecuali
sesudah diterimanya, tidak dengan semata-mata akad. Keterangan Nabi s.a.w.
pernah memberikan 30 kasturi kepada Najasyi, kemudian Najasyimeninggal dunia
sebelum menerimanya. Nabi mencabut kembali pemberian itu.
Kalau seseorang yang memberi atau yang diberi meninggal dunia sebelum
menerima, ahli warisnya boleh menerima barang tersebut yang telah diakadkan
itu, dan boleh juga mencabutnya.
D. Mencabut Pemberian
Pemberian yang sudah diberikan dan sudah diterima tidak boleh dicabut
kembali, kecuali pemberian bapak kepada anaknya, tidak berhalangan atau
dimintanya kembali. Sesungguhnya tidak berhalangan apabila bapak mencabut
pemberian kepada anaknya, tetapi dengan syarat barang yang diberikan itu masih
dalam kekuasaan anknya, berarti masih tetap kepunyaan anaknya. Maka apabila
barang tersebut telah hilang, si bapak tidak boleh mencabutnya lagi, walapun
barang itu kembali ketangan anaknya dengan jalan yang lain.
E.
Hikmah Hadiah dan Hibah
a.
Menumbuhkan rasa kasih sayang sesama umat
manusia
b.
Menjadikan harta benda menjadi berlipat
c.
Terjauh dari murka Allah SWT
d.
Terjauh dari
siksa neraka
e.
Terjauh dari berbagai macam bencana.
F.
Sogok
Risywah (رشوةِ) berasal dari
kata rasya (رشا) yang
berarti al-ja’lu (menyuap). Ibn al-Atsir mengatakan rasywah adalah sesuatu yang
menyampaikan pada keperluan dengan jalan menyogok (الوُصْلَةُ إِلـى الـحاجة بالـمُصانعة).
Ar-rasyi adalah orang yang memberikan risywah secara batil, al-murtasyi adalah
orang yang mengambil risywah dan ar-ra`isy adalah orang yang bekerja sebagai
perantara risywah yang minta tambah atau minta kurang.
Dalam Hasyiyah Ibn Abidin yang dikutip dari kitab al-Misbah risywah didefinisikan sebagai “Sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau kepada yang lainnya agar orang tersebut memutuskan perkara berpihak kepadanya atau membawa kepada yang diinginkannya”.
Dalam Hasyiyah Ibn Abidin yang dikutip dari kitab al-Misbah risywah didefinisikan sebagai “Sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau kepada yang lainnya agar orang tersebut memutuskan perkara berpihak kepadanya atau membawa kepada yang diinginkannya”.
a.
Hadis
riwayat Ahmad
. عن ثوبان قال لعن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم الراشي والمرتشي والرائش يعني الذي يمشي بينهما
Artinya:
“Hadis
diterima dari Tsauban, beliau berkata: Rasulullah melaknat orang yang menyogok
dan yang menerima sogok serta orang yang menjadi perantara, yaitu orang yang
berjalan di antara keduanya”.
(HR. Ahmad).
Dan
dari hadits ini kita mengetahui besarnya kejelekkan risywah, dan sesungguhnya
hal tersebut termasuk dari perkara-perkara besar yang sampai menyebabkan Nabi
s.a.w. berdiri berkhutbah kepada manusia dan memperingatkan dari perbuatan ini.
Karena sesungguhnya apabila risywah merajalela di sebuah kaum maka mereka akan
binasa dan akan menjadikan setiap dari mereka tidak mengatakan kebenaran, tidak
menghukumi dengan kebenaran dan tidak menegakkan keadilan kecuali jika diberi
risywah, kita berlindung kepada Allah. Dan riswah , terlaknat yang mengambilnya
dan terlaknat pula yang memberi kecuali apabila dalam keadaan yang mengambil riswah
menghalangi hak-hak manusia dan tidak akan memberikannya kecuali dengan riswah
maka dalam keadaan seperti ini laknat jatuh terhadap yang mengambil dan tidak
atas yang memberi karena sesungguhnya pemberi hanya menginginkan mengambil
haknya, dan tidak ada jalan bagi dia untuk itu kecuali dengan membayar riswah
maka yang seperti ini mendapatkan udzur. Sebagaimana ditemukan sekarang
di sebagian pejabat di Negara-negara Islam yang tidak menunaikan hak-hak
manusia kecuali dengan riswah ini maka dia telah memakan harta dengan batil,
dia telah menimpakan kepada dirinya sendiri dengan laknat. Kita memohon kepada
Allah ampunan, dan wajib bagi orang-orang Allah telah mempercayakan kepadanya
pekerjaan untuk melaksanakannya dengan keadilan dan menegakkannya dengan
perkara-perkara yang wajib ditegakkan di dalamnya sesuai kemampuannya.
Berdasarkan
riwayat yang dikemukkan di atas ada tiga komponen yang mendapat kecaman dari
Rasulullah sehubungan dengan perlakuan risywah. Pertama, orang yang menyogok
disebut dengan rasyi; kedua, orang yang menerima sogok disebut dengan murtasyi;
dan ketiga, orang menjadi mediator dalam sogok menyogok yang disebut dengan
ra`isy. Ketiga komponen ini dikecam oleh rasul dengan kata laknat, baik laknat
itu datang dari Rasul s.a.w. maupun laknat itu datang dari Allah SWT. Kedua
bentuk laknat ini ditemukan dalam lafa zhadis.
Berdasarkan
dalil-dalil yang ada ulama sepakat melarang risywah. Malah Ibn Ruslan
mengatakan sogok itu haram dengan ijma’ ulama. Demikian juga pendapat
Imam al-Mahdi dalam kitabnya al-Bahr. Dengan arti kata tidak ada ulama
yang membolehkannya. Larangan ini berlaku secara umum, baik sogok dalam dunia
peradilan maupun dalam bidang yang lain.
Harta
dapat diperoleh secara tidak halal melalui dua kemungkinan. Pertama, diperoleh
dengan cara yang benar, tetapi tidak halal. Kedua, dengan cara yang tidak benar
dan tidak halal. Sedangkan menyogok untuk mendapatkan hak walapun benar tetap
tidak halal, karena sogok di samping memakan harta orang lain, dia juga
menyulitkan dan memberatkan seseorang.
Dalam
Alqur’an tidak ditemukan kata risywah. Dalam pelarangan risywah ini ulama
mengambil dalil pelarangan memakan harta secara batil, karena risywah salah
satu bentuk penggunaan harta secara batil. Di samping itu ulama juga
menafsirkan kata السحت denganrisywah dalam Q.S Al-Maidah :62-63.
3ts?ur #ZÏWx. öNåk÷]ÏiB tbqããÌ»|¡ç Îû ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur ÞOÎgÎ=ò2r&ur |Mós¡9$# 4 [ø¤Î6s9 $tB (#qçR%x. tbqè=yJ÷èt ÇÏËÈ wöqs9 ãNßg8pk÷]t cqÏY»/§9$# â$t7ômF{$#ur `tã ÞOÏlÎ;öqs% zOøOM}$# ÞOÎgÎ=ø.r&ur |Mós¡9$# 4 [ø¤Î6s9 $tB (#qçR%x. tbqãèoYóÁt ÇÏÌÈ
Artinya:
“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi)
bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya Amat
buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. Mengapa orang-orang alim mereka,
pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan Perkataan bohong dan
memakan yang haram? Sesungguhnya Amat buruk apa yang telah mereka kerjakan
itu”. ( Al-Maidah:62-63)
Ketika al-Qurthubi menafsirkan ayat diatas, beliau mengutip
beberapa pendapat yang mengatakan bahwa dimaksud السحت adalah
risywah (sogok). Risywah tersebut bisa dalam bentuk pemberian (hadiah) pada
hakim dalam memutuskan perkara atau pemberian yang diperoleh melalui
pemanfaatan kekuasaan. Dalam hal ini lebih lanjut al-Qurthubi mengatakan tidak
ada perbedaan pendapat ulama salaf tentang keharaman sogok. Begitu juga
dengan ayat ini yang menerangkan akan pelarangan memakan harta secara bathil :
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (An-Nisa : 29).
Walaupun ayat di atas berbicara dalam konteks riba, namun para
ulama memberlakukannya secara umum terhadap semua cara yang terlarang dalam
mendapatkan rezeki, termasuk risywah. Dalam hal ini berlaku kaidah ”yang
dipandang keumuman lafaz, bukan kekhususan sebab” (العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب).
Ibn Katsir menafsirkan bahwa ayat di atas merupakan larangan bagi orang mukmin
memakan harta secara batil satu sama lain dalam bentuk usaha apapun yang tidak
sesuai dengan syari’at seperti riba, judi dan yang sejenisnya.[3]
G.
Beda Suap
dengan Hadiah
- Suap adalah pemberian yang diharamkan syari’at, sedangkan
hadiah merupakan yang dianjurkan syari’at.
- Suap diberikan dengan satu syarat yang disampaikan secara
langsung atau tidak langsung, sedang hadiah diberikan secara ikhlash tanpa
syarat.
- Suap diberikan untuk mencari muka dan mempermudah hal bathil
sedangkan hadiah untuk silaturrahim dan kasih saying.
- Suap dilakukan secara sembunyi-sembunyi berdasar tuntut
menuntut, biasanya diberikan dengan berat hati, sedang hadiah diberikan
atas sifat kedermawanan.
- Biasanya Suap diberikan sebelum suatu pekerjaan, sedang hadiah
setelahnya.[4]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ø Hadiah adalah
pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk mmnuliakan atau
memberikan penghargaan. Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya agar saling
memberikan hadiah. Karena yang demikian itu dapat menumbuhkan kecintaan dan
saling menghormati antara sesama.
Ø Hibah secara umum adalah pemberian selama hidup, dengan catatan
bila pemberinya meninggal terlebih dahulu, maka barang yang dihibah itu tetap
pada yang diberinya. Akan tetapi, kalau orang yang diberinya meninggal terlebih
dahulu, barang itu kembali kepada pemberinya.
Ø Dalam Hasyiyah Ibn Abidin yang dikutip dari kitab al-Misbah risywah
didefinisikan sebagai “Sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau
kepada yang lainnya agar orang tersebut memutuskan perkara berpihak kepadanya
atau membawa kepada yang diinginkannya”.
Ø Risywah atau
sogok dalam Islam diharamkan, karena dari segi pengertian tidak termasuk
kedalam hibah, hadiah, ataupun sedekah. Sogok tersebut diberikan bukan hendak
memuliakan seseorang ataupun dengan ikhlas, tetapi karena ada sesuatu yang
diharapkan ataupun supaya suatu keputusan berpihak kepada orang yang memberikan
sogok tersebut. Rasulullah pun melaknat orang yang member sogok, orang yang
menerima sogok, dan orang yang menjadi perantara sogok, ketiganya berdosa
karena sepakat dalam hal kemungkaran.
DAFTAR PUSTAKA
Helmi
Karim, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997.
Sulaiman
Rasjid, Fiqh Islam, cet ke-50, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011
www.Rumpun
Ilmu hadist-hadisttentang hadiah dan
sogok_Zilfaroni.htm
www.masbadar.bedahadiahdengansuap.com.
No comments:
Post a Comment