Wednesday, February 18, 2015

MAKALAH PERNIKAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pernikahan sangat penting dalam kehidupan manusia kerena selain menjalankan sunnah Rasulullah juga untuk menjaga kehormatan diri dan keluarga. Dengan jalan pernikahan yang sah, pergaulan laki-laki terjadi secara terhormat sesuai dengan kehidupanmanusi sebagai makhluk yang mulia. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tentram dan rasa kasih saying yang antara suami istri akan menghasilkan keturunan yang baik sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara bersih dan terhormat.
Dalam pernikahan juga terdapat rukun-rukunnya yang apabila tidak ada rukun tersebut maka suatu pernikahan itu tidak sah. Diatara rukun-rukun nikah yaitu: pengantin laki-laki, pengantin perempuan, mahar, wali, dua orang saksi, dan akad (ijab kabul). Dalam makalah ini akan dibahas kedudukan saksi dalam pernikahan, dan pandangan para imam mazhab terhadap kedudukan saksi dalam pernikahan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian pernikahan?
2.      Bagaimana kedudukan saksi dalam pernikahan?
3.      Bagaimana pendapat para imam mazhab terhadap saksi dalam pernikahan?

C.     Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui pengertian pernikahan.
2.      Untuk mengetahui kedudukan saksi dalam pernikahan.
3.      Untuk mengetahui pendapat para imam mazhab terhadap sakasi dalam pernikahan.



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Pernikahan

Pernikahan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan yang baik bagi manusia untuk meneruskan generasinya dan melestarikan hidupnya. Bentuk pernikahan ini telah memberikan jalan aman pada naluri birahi manusia, memelihara keturunan dengan baik dan menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya. Sebagai mana firman Allah:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6ŠÏ%u ÇÊÈ  
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.(An-Nisa : 1).[1]
Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Pernikahan tersebut dianggap sah menurut hukum Islam bila telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan.
Dalam pernikahan itu memiliki rukun-rukunnya yang harus dipenuhi, yaitu pengantin laki-laki, pengantin perempuan, mahar, wali, dua orang saksi, akad (ijab kabul).

2.      Kedudukan Saksi dalam Pernikahan
Dalam Kamus besar bahasa Indonesia, saksi adalah orang yg melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa (kejadian).
Dalam hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Baihaqi adr ‘Imran dari ‘Aisyah mengajarkan bahwa nikah tidak sah tanpa wali dan dua orang saksi yang adil. Persaksian dalam nikah diperlukan untuk menunjukkan bagaimana besar dan penting arti pernikahan itu dalam hidup manusia, sehingga apabila terjadi jangan sampai menimbulkan keraguan di kemudian hari[2].
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila ada dua orang saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut, berdasarkan sabda Rasulullah yaitu: “Tidak sah nikah kecuali ada wali dan dua orang saksi yang adil”.[3]
Untuk dapat menjadi saksi dalam akad nikah diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Beragama Islam.
Menurut mazhab Syafi’I dan mazhab Hanbali, tidak sah nikah didepan dua orang saksi yang kafir, baik perempuan yang dinikahinya itu muslim atau kafir zimmi (kafir yang berlindung dan damai dalam Islam), karena orang kafir tidak bisa menjadi saksi.
Adapun menurut mazhab Hanafi Islam merupakan syarat untuk dua orang saksi dalam pernikahan perempuan yang muslim, tidak dalam pernikahan kafir zimmi. Jika orang muslim menikah dengan oreng kafir zimmi di depan dua oreang saksi yang kafir zimmi juga, maka nikahnya sah. Tetapi jika terjadi pertentangan  (saling mengingkari) , maka jika pengantin laki-lakinya yang mengingkari, maka persaksian keduanya tidak bisa diterima untuk penggatin laki-laki itu, jika yang mengingkarinya adalah pengantin perempuan, maka persaksian keduanya bisa diterima untuk perempuan itu.[4]
2.      Baligh.
3.      Berakal sehat (tidak gila)
4.      Merdeka
Abu Hanifah dan Syaf’ii menyaratkan orang yang menjadi saksi harus orang-orang yang merdeka. Hambali berpendapat bahwa aqad nikah yang disaksikan oleh dua orang budak, hukumnya sah sebagimana sahnya kesaksian mereka dalam masalah-masalah lain, karena dalam alquran maupun hadits tidak ada keterangan yang menolak seorang budak untuk menjadi saksi dan selama dia jujur serta amanah, kesaksiannya tidak boleh ditolak.
5.      Laki-laki dua orang.
Menurut Syafi’i tidak sah nikah dengan persaksian perempuan atau persaksian seorang laki-laki dengan dua orang perempuan, begitu juga tidak sah nikah didepan dua orang waria. Adapun menurut mazhab Hanafi, tidak disyaratkan laki-laki dan adil dalam dua orang saksi, maka sah nikah di hadapan seorang laki-laki dan dua orang perempuan yang merdeka.
6.      Adil.
Menurut jumhur Ulama saksi harus orang yang adil, walaupun kita hanya dapat melihat lahiriyahnya saja. Dan imam syafi’i dan Hanbali menegaskan bahwa pernikahan tidak sah bila saksinya fasik. Adapun menurut Hanafi sah nikah di hadapan dua orang saksi yang fasiq.
7.      Mendengar dan memahami sighat akad.
Menurut imam Syafi’i, Hanafi dan Hambali,  tidak sah nikah di depan dua orang saksi yang tuli, karena yang disaksikan dalam akad adalah perkataan, oleh karena itu pendengaran harus menjadi syarat.
8.      Kedua Saksi itu Hendaknya Bisa Berbicara
Menurut imam Syafi’i dan Hambali tidak sah nikah di depan orang bisu. Menurut imam Syafi’i ada beberapa syarat tambahan bagi dua orang saksi yaitu keduanya tidak dalam tahana karena idiot, tidak memiliki pekerjaan yang merusak kehormatannya  dan hendaklah bisa melihat mulut dua orang yang akad.[5]

3.      Perbedaan Pendapat Terhadap Kedudukan Saksi dalam Nikah
Menurut imam Syafi’i, Hambali dan Hanafi sepakat bahwa perkawinan itu tidak sah tanpa adanya saksi, tetapi Hanafi memandang cukup dengan hadirnya dua orang saksi, atau seorang laki-laki dengan dua orang perempuan tanpa disyariatkan harus adil. Namun mereka berpendapat bahwa kesaksian kaum wanita saja tanpa laki-laki dinyatakan tidak sah.
Menurut Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa perkawinan harus dengan dua saksi laki-laki, muslim dan adil. Sedangkan imam Maliki mengatakan saksi hukumnya tidak wajib dalam akad tetapi wajib untuk percampuran suami terhadap isterinya. Kalau akad dilakukan tanpa seorang saksi pun akad itu dipandang sah, tetapi bila suami bermaksud mencapuri istri, dia harus mendatangkan dua orang saksi. Apabila dia mencampuri istrinya tanpa ada saksi, akadnya harus dibatalkan secara paksa dan pembatalan akad ini sama kedudukannya denagn talak.[6]
Menurut mazhab Hanafi dan Hambali kesaksian dalam nikah merupakan syarat sahnya nikah, bukan merupakan rukun. Adapun menurut mazhab Maliki, dianjurkan adanya kesaksian dari dua orang yang adil selain wali untuk akad ketika berlangsungnya akad tersebut.
Kemudian bagaimana dengan saksi non muslim?. Menurut imam Hanafi pada dasarnya wali dan saksi nikah dalam akad pernikahan harus musli, kecuali dalam situasi dimana seorang muslim yang berada di suatu tempat / daerah yang tidak ada lagi orang yang beragama Islam kecuali calon suami istri dan walinya, maka keadaan seeperti ini dibelohkan saksi non muslim yang banyak jumlahnya dapat diterima sebagai saksi nikah. Imam Hanafi berpendapat bahwa persaksian tersebut adalah sebagai pengumuman saja untuk menjaga agar tidak terjadi fitnah.[7]

4.      Waktu Menyaksikan Akad Nikah
Jumhur ulama selain Malikiyah berpendapat bahwa kesaksian itu diperlukan pada saat akad nikah, agar saksi itu mendengar pada saat ijab dan qabul. Sekiranya berlangsung akad nikah tanpa saksi, maka fasidlah nikah itu. Kemudian imam Hanafi mengatakan karena saksi termasuk rukun nikah, maka disyarat keberadaannya pada saat  nikah.
Sedangkan imam Malikiyah mempunyai pandangan lain, bahwa saksi memang menjadi syarat sah nikah, tetapi kehadirannya boleh pada saat akad nikah dan boleh juga di saksikan pada waktu lain.

5.      Hikmah Menyaksikan Akad Nikah
Saksi adalah sebagai penentu dan pemisah antara halal dan harap. Perbuatan halal biasanya dilakukan secara terbuka dan terang-terangan, karena tidak ada keraguan. Perbuatan haram biasanya dilakukan secara diam-diam dan tersembunyi.
Pada bagian keempat dalam kompilasi hukum Islam, khususnya mengenai saksi dapat kita lihat pada pasal-pasal berikut
Pasal 24, (1) saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah, (2) setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi.[8]

Analisa pemakalah:
Saksi dalam pernikahan itu merupakan rukun nikah yang harus dipenuhi karena jika tinggal satu rukun maka pernikahan itu tidak sah, dan banyaknya saksi yang harus hadir dalam pernikahan adalah 2 orang laki-laki yang sehat jasmani dan rohani, tidak tuli atau bisu, karena kalau cacat tidak bisa menyaksikan suatu pernikahan. Menurut kami saksi itu tidak boleh perempuan, walaupun satu orang laki-laki dengan dua orang perempuan. Kami lebih berpegang kepada pendapat imam Syafi’i. Kemudian syarat-syart bagi saksi itu adalah Islam, baligh, berakal sehat (tidak gila), merdeka, dua orang laki-laki, adil, biasa mendengar dan melihat dan memehami lafaz sighat akad.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
·         Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Pernikahan tersebut dianggap sah menurut hukum Islam bila telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan.
·         Dalam pernikahan itu memiliki rukun-rukunnya yang harus dipenuhi, yaitu pengantin laki-laki, pengantin perempuan, mahar, wali, dua orang saksi, akad (ijab kabul).
·         Syarat-syarat bagi saksi nikah adalah
a.       Islam
b.      Baligh
c.       Berakal sehat
d.      Merdeka
e.       Adil
f.       Dua orang laki-laki
g.      Bias mendengar, melihat dan berbicara
h.      Bias memehami sighat akad.
·         Kehadiran saksi dalam pernikahan itu merupan bagian dari rrukun nikah, tidak sah nikah jika tidak ada sakasi, menurut pendapat imam Syafi’i dan Hambali, tetapi Hanafi memandang cukup dengan hadirnya dua orang saksi, atau seorang laki-laki dengan dua orang perempuan tanpa disyariatkan harus adil. Namun mereka berpendapat bahwa kesaksian kaum wanita saja tanpa laki-laki dinyatakan tidak sah.

DAFTAR PUSTAKA

Abd Rahman, Fiqh Munakahat, cet ke-2, Jakarta:Kencana, 2006.
Ahmad bin ‘Umar Ad- Daiirabi, Fiqih Nikah,  Jakarta: Mustaqim, 2003.
A.Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indinesia, Banda Aceh, Pena, 2005.
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab Fiqh, Jakarta: Raja Grafindo,2000.
Miftah Faridl, 150 Masalah Nikah dan Keluarga, cet ke-2 ,Jakarta: Gema Insani, 2004.
Muhammad Jawad Munghiah, Fiqh Lima Mazhab, Jakarta: Lentera,2005.
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid 6, Bandung: Al-Ma’rif.





[1] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid 6,(Bandung: Al-Ma’rif), hal 9-10.
[2] A. Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indinesia, (Banda Aceh, Pena, 2005), hal 95-96.

[3] Abd Rahman, Fiqh Munakahat, (Jakarta:Kencana, 2006),cet ke-2, hal 47.

[4] Ahmad bin ‘Umar Ad- Daiirabi, Fiqih Nikah, (Jakarta: Mustaqim, 2003), hal 165-166
[5] Ahmad bin ‘Umar Ad- Daiirabi, Fiqih Nikah…. Hal 168.
[6] Muhammad Jawad Munghiah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera,2005),hal  2005,

[7] Miftah Faridl, 150 Masalah Nikah dan Keluarga, (Jakarta: Gema Insani, 2004),cet ke-2, hal 109.
[8]  M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab Fiqh, (Jakarta: Raja Grafindo,2000), hal 152-153.

DAMSALASKA

No comments:

Post a Comment