Hadits
1.
Hadits tentang iman, islam, dan ihsan
Hadits
Tentang Iman, Islam, dan Ihsan
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : بينما نحن
جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب
شديد سواد الشعر , لا يرى عليه أثر السفر , ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي
صلى الله عليه وسلم فأسند ركبته إلى ركبتيه ووضح كفيه على فخذيه , وقال : يا محمد
أخبرني عن الإسلام , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم " الإسلام أن تشهد أن
لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج
البيت إن استطعت إليه سبيلا " قال صدقت فعجبا له يسأله ويصدقه , قال : أخبرني
عن الإيمان قال " أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن
بالقدر خيره وشره " قال : صدقت , قال : فأخبرني عن الإحسان , قال " أن
تعبد الله كأنك تراه , فإن لم تكن تراه
فإنه يراك " قال , فأخبرني عن الساعة , قال " ما المسئول بأعلم من
السائل " قال فأخبرني عن اماراتها . قال " أن تلد الأمة ربتها وأن ترى
الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان " . ثم انطلق فلبث مليا
, ثم قال " يا عمر , أتدري
من السائل ؟" , قلت : الله ورسوله أعلم , قال " فإنه جبريل أتاكم يعلمكم
دينكم " رواه مسلم
Artinya:
“Dari Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anh, dia
berkata: ketika kami tengah berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu
hari, tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat
putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas
perjalanan jauh dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu ia
duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan
meletakkan tangannya diatas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata," Hai
Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam " Rasulullah
menjawab,"Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain
Alloh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Alloh, engkau mendirikan sholat,
mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Romadhon dan mengerjakan ibadah haji ke
Baitullah jika engkau mampu melakukannya." Orang itu berkata,"Engkau
benar," kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya Orang itu berkata
lagi," Beritahukan kepadaku tentang Iman" Rasulullah menjawab,"Engkau
beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada
utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang
buruk" Orang tadi berkata," Engkau benar" Orang itu berkata
lagi," Beritahukan kepadaku tentang Ihsan" Rasulullah
menjawab,"Engkau beribadah kepada Alloh seakan-akan engkau melihat-Nya,
jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu." Orang itu
berkata lagi,"Beritahukan kepadaku tentang kiamat" Rasulullah
menjawab," Orang yang ditanya itu tidak lebih tahu dari yang
bertanya." selanjutnya orang itu berkata lagi,"beritahukan kepadaku
tentang tanda-tandanya" Rasulullah menjawab," Jika hamba perempuan
telah melahirkan tuan puterinya, jika engkau melihat orang-orang yang tidak
beralas kaki, tidak berbaju, miskin dan penggembala kambing, berlomba-lomba
mendirikan bangunan." Kemudian pergilah ia, aku tetap tinggal beberapa
lama kemudian Rasulullah berkata kepadaku, "Wahai Umar, tahukah engkau
siapa yang bertanya itu?" Saya menjawab," Alloh dan Rosul-Nya lebih
mengetahui" Rasulullah berkata," Ia adalah Jibril, dia datang untuk
mengajarkan kepadamu tentang agama kepadamu"[HR.Muslim]
Penjelasan:
Hadits ini sangat berharga karena mencakup
semua fungsi perbuatan lahiriah dan bathiniah, serta menjadi tempat merujuk
bagi semua ilmu syari’at dan menjadi sumbernya. Oleh sebab itu hadits ini
menjadi induk ilmu sunnah. Hadits ini juga menunjukkan adanya contoh berpakaian
yang bagus, berperilaku yang baik dan bersih ketika datang kepada ulama, orang
terhormat atau penguasa, karena jibril datang untuk mengajarkan agama kepada
manusia dalam keadaan seperti itu. Kalimat “ Ia meletakkan kedua telapak
tangannya diatas kedua paha beliau, lalu ia berkata : Wahai Muhammad…..” adalah
riwayat yang masyhur. Nasa’i meriwayatkan dengan kalimat, “Dan ia meletakkan
kedua tangannya pada kedua lutut Rasulullah….” Dengan demikian yang dimaksud
kedua pahanya adalah kedua lututnya. Dari hadits ini dipahami bahwa islam dan
iman adalah dua hal yang berbeda, baik secara bahasa maupun syari’at. Namun terkadang,
dalam pengertian syari’at, kata islam dipakai dengan makna iman dan sebaliknya.
Kalimat, “Kami heran, dia bertanya tetapi dia sendiri yang membenarkannya”
mereka para shahabat Rasulullah menjadi heran atas kejadian tersebut, karena
orang yang datang kepada Rasulullah hanya dikenal oleh beliau dan orang itu
belum pernah mereka ketahui bertemu dengan Rasulullah dan mendengarkan sabda
beliau.
Kemudian ia mengajukan pertanyaan yang ia
sendiri sudah tahu jawabannya bahkan membenarkannya, sehingga orang-orang heran
dengan kejadian itu. Kalimat, “Engkau beriman kepada Allah, kepada para
malaikat-Nya, dan kepada kitab-kitab-Nya….” Iman kepada Allah yaitu mengakui
bahwa Allah itu ada dan mempunyai sifat-sifat Agung serta sempurna, bersih dari
sifat kekurangan,. Dia tunggal, benar, memenuhi segala kebutuhan makhluk-Nya,
tidak ada yang setara dengan Dia, pencipta segala makhluk, bertindak sesuai
kehendak-Nya dan melakukan segala kekuasaan-Nya sesuai keinginan-Nya.Iman
kepada Malaikat, maksudnya mengakui bahwa para malaikat adalah hamba Allah yang
mulia, tidak mendahului sebelum ada perintah, dan selalu melaksanakan apa yang
diperintahkan-Nya. Iman kepada Para Rasul Allah, maksudnya mengakui bahwa
mereka jujur dalam menyampaikan segala keterangan yang diterima dari Allah dan
mereka diberi mukjizat yang mengukuhkan kebenarannya, menyampaikan semua ajaran
yang diterimanya, menjelaskan kepada orang-orang mukalaf apa-apa yang Allah
perintahkan kepada mereka.
Para Rasul Allah wajib dimuliakan dan tidak
boleh dibeda-bedakan. Iman kepada hari Akhir, maksudnya mengakui adanya kiamat,
termasuk hidup setelah mati, berkumpul dipadang Mahsyar, adanya perhitungan dan
timbangan amal, menempuh jembatan antara surga dan neraka, serta adanya Surga
dan Neraka, dan juga mengakui hal-hal lain yang tersebut dalam Qur’an dan
Hadits Rosululloh. Iman kepada taqdir yaitu mengakui semua yang tersebut
diatas, ringkasnya tersebut dalam firman Allah QS. Ash-Shaffaat : 96, “Allah
menciptakan kamu dan semua perbuatan kamu” dan dalam QS. Al-Qamar : 49,
“Sungguh segala sesuatu telah kami ciptakan dengan ukuran tertentu” dan di
ayat-ayat yang lain. Demikian juga dalam Hadits Rasulullah, Dari Ibnu Abbas,
“Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan suatu keuntungan
kepadamu, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang Allah telah
tetapkan pada dirimu. Sekiranya merekapun berkumpul untuk melakukan suatu yang
membahayakan dirimu, niscaya tidak akan membahayakan dirimu kecuali apa yang
telah Allah tetapkan untuk dirimu. Segenap pena diangkat dan lembaran-lembaran
telah kering” Para Ulama mengatakan, Barangsiapa membenarkan segala urusan
dengan sungguh-sungguh lagi penuh keyakinan tidak sedikitpun terbersit
keraguan, maka dia adalah mukmin sejati.
Kalimat, “Engkau menyembah Allah seolah-olah
engkau melihat-Nya….” Pada pokoknya merujuk pada kekhusyu’an dalam beribadah,
memperhatikan hak Allah dan menyadari adanya pengawasan Allah kepadanya serta
keagungan dan kebesaran Allah selama menjalankan ibadah. Kalimat, “Beritahukan kepadaku
tanda-tandanya ? sabda beliau : Budak perempuan melahirkan anak tuannya”
maksudnya kaum muslimin kelak akan menguasai negeri kafir, sehingga banyak
tawanan, maka budak-budak banyak melahirkan anak tuannya dan anak ini akan
menempati posisi majikan karena kedudukan bapaknya. Hal ini menjadi sebagian
tanda-tanda kiamat. Ada juga yang mengatakan bahwa itu menunjukkan kerusakan
umat manusia sehingga orang-orang terhormat menjual budak yang menjadi ibu dari
anak-anaknya, sehingga berpindah-pindah tangan yang mungkin sekali akan jatuh
ke tangan anak kandungnya tanpa disadarinya. Hadits ini juga menyatakan adanya
larangan berlomba-lomba membangun bangunan yang sama sekali tidak dibutuhkan.
Sebagaimana sabda Rasulullah,” Anak adam diberi pahala untuk setiap belanja
yang dikeluarkannya kecuali belanja untuk mendirikan bangunan” Kalimat,
“Penggembala Domba” secara khusus disebutkan karena merekalah yang merupakan
golongan badui yang paling lemah sehingga umumnya tidak mampu mendirikan
bangunan, berbeda dengan para pemilik onta yang umumnya orang terhormat.
Kalimat, “Saya tetap tinggal beberapa lama”
maksudnya Umar radhiallahu 'anh tetap tinggal ditempat itu beberapa lama
setelah orang yang bertanya pergi, dalam riwayat yang lain yang dimaksud tetap
tinggal adalah Rosululloh. Kalimat, “Ia datang kepada kamu sekalian untuk
mengajarkan agamamu” maksudnya mengajarkan pokok-pokok agamamu, demikian kata
Syaikh Muhyidin An Nawawi dalam syarah shahih muslim. Isi hadits ini yang
terpenting adalah penjelasan islam, iman dan ihsan, serta kewajiban beriman
kepada Taqdir Allah Ta'ala.
Sesungguhnya keimanan seseorang dapat bertambah dan berkurang, QS. Al-Fath : 4, “Untuk menambah keimanan mereka pada keimanan yang sudah ada sebelumnya”.
Sesungguhnya keimanan seseorang dapat bertambah dan berkurang, QS. Al-Fath : 4, “Untuk menambah keimanan mereka pada keimanan yang sudah ada sebelumnya”.
Imam Bukhari menyebutkan dalam kitab shahihnya
bahwa ibnu Abu Mulaikah berkata, “Aku temukan ada 30 orang shahabat Rasulullah
yang khawatir ada sifat kemunafikan dalam dirinya. Tidak ada seorangpun dari
mereka yang berani mengatakan bahwa ia memiliki keimanan seperti halnya
keimanan Jibril dan Mikail ‘alaihimus salaam”. Kata iman mencakup pengertian
kata islam dan semua bentuk ketaatan yang tersebut dalam hadits ini, karena
semua hal tersebut merupakan perwujudan dari keyakinan yang ada dalam bathin
yang menjadi tempat keimanan. Oleh karena itu kata Mukmin secara mutlak tidak
dapat diterapkan pada orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar atau
meninggalkan kewajiban agama, sebab suatu istilah harus menunjukkan pengertian
yang lengkap dan tidak boleh dikurangi, kecuali dengan maksud tertentu. Juga
dibolehkan menggunakan kata Tidak beriman sebagaimana pengertian hadits
Rasulullah, “Seseorang tidak berzina ketika dia beriman dan tidak mencuri
ketika dia beriman” maksudnya seseorang dikatakan tidak beriman ketika berzina
atau ketika dia mencuri. Kata islam mencakup makna iman dan makna ketaatan,
syaikh Abu ‘Umar berkata, “kata iman dan islam terkadang pengertiannya sama
terkadang berbeda. Setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah
mukmin” ia berkata, “pernyataan seperti ini sesuai dengan kebenaran”
Keterangan-keterangan Al-Qur’an dan Assunnah berkenaan dengan iman dan islam
sering dipahami keliru oleh orang-orang awam. Apa yang telah kami jelaskan
diatas telah sesuai dengan pendirian jumhur ulama ahli hadits dan lain-lain.
Wallahu a’lam.
2.
Hadits-hadits tentang anak lahir atas dasar fitrah.
3.
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ،
أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ: " مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ،
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا
تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ
جَدْعَاءَ، ثُمَّ يَقُولُ: فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاف
لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِق ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Artinya : Abdan Menceritkan kepada kami (dengan berkata) Abdullah
memberitahukan kepada kami (yang berasal) dari al-Zukhri (yang menyatakan) Abu
salamah bin Abd al-Rahman memberitahukan kepadaku bahwa Abu Hurairah, ra.
Berkata : Rasulullah SAW bersabda “setiap anak lahir (dalam keadaan) Fitrah,
kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi,
Nasrani, atau bahkan beragama Majusi. sebagimana binatan ternak memperanakkan
seekor binatang (yang sempurnah Anggota tubuhnya). Apakah anda melihat anak
binatang itu ada yang cacak (putus telinganya atau anggota tubuhnya yang lain)kemudian
beliau membaca, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptkan menurut
manusia fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang
lurus. (RH:Bukhari).
4.
Hadits tentang nikah sebagai suruhan Nabi dan anjuran untuk menikah
حديث انس رضي الله عنه: ان نفرا من اصحا ب
الني صلى الله عليه وسلم سالوا ازاج النبي صلى الله عليه وسلم عن عمله في السر فقا
ل بعضهمالااتزوج الساء وقا ل بعضهم لا ا كل الحم وقا ل بعضهم لا انام على فرش فحدم
الله واثنى عليه فقال ما بال اقوام قالوا كدا وكدا لكاني اصلي وانام واصوم وافطر
واتزوج النساء فمن رغب عن سنتئ فليس مني
Artinya:
“ Diriwayatkan dari Anas r.a, dia telah
berkata: “sesungguhnya beberapa orang sahabat r.a bertanya kepada istri-istri
Nabi SAW mengenai amalan yang beliau lakukan secara diam-diam. Maka ada diantara
mereka yang berkata bahwa dia tidak akan kawin. Ada juga yang berkata bahwa dia
tidak makan daging dan ada pula yang mengatakan bahwa dia tidak akan pernah
tidur di atas hamparan. Mendengar semua itu, Nabi SAW memuji kepada Allah dan
bertanya:”Bagaimana keadaan kaum itu? Mereka menjawab begini dan begitu. Sesungguhnya
aku menidirikan shalat dan aku juga tidur, aku berpuasa, berbuka dan aku juga
kawin. Barangsiapa yang tidak mau mengikuti sunnahku, maka dia tidak termasuk
golonganku.” (HR: Bukhari dan Muslim).
Penjelasan:
Hadits di atas menerangkan tentang larangan
membujang meskipun seluruh waktunya hanya dipergunakan untuk beribadah dan
mengabdi kepada Allah SWT. Orang yang menikah, secara otomatis menumbuhkan rasa
tanggung jawab dan kontrak sosial. Hal yang demikian itu dikategorikan sebagai
hadiah horizontal sehingga diberi kompensasi pahala yang cukup besar dari Allah
SWT.
Ulumul Qur’an:
1.
Jelaskan pengertian al-Qur’an, hadits qudsi dan hadits nabawi, dan
jelaskan perbedaan antara ketiganya.
·
Al-Qur’an
berasal dari kata bahasa arab قرا – يقرا –قرءان , yang berarti membaca, bacaan,
mengumpulkan dan menghimpun. Kata Al-Qur’an menurut bahasa artinya bacaan atau
yang dibaca.[1]
Al-Qur’an menurut istilah adalah mukjizat yang
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw sebagai sumber hukum dan pedoman
bagi pemeluk ajaran agama islam, jika dibaca bernilai ibadah, pengertian dapat penulis uraikan dengan
terinci, bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah swt yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw secara mutawatir dan berangsur-angsur, melalui malaikat Jibril
yang dimulai dengan surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas serta
membacanya bernilai ibadah dan mengahafalkannya berupa fardhu kifayah.[2]
·
Hadits qudsi adalah hadits perkataan yang
bersumber dari Rasul SAW, namun disandarkan beliau kepada Allah SWT.
·
Hadits nabawi adalah hadits segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi SAW dalam bentuk perkataan, perbuatan, taqrir
(pengakuan/ketetapan nabi), ataupun sifat.
·
Perbedaan antara keduanya adalah: hadits
Qudsi perkataan yang bersumber dari
Rasul SAW, namun disandarkan beliau kepada Allah SWT. Sedangkan hadits nabawi
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dalam bentuk perkataan,
perbuatan, taqrir (pengakuan/ketetapan nabi), ataupun sifat.[3]
2.
Jelaskan pengertian nasikh-mansukh, dan macam-macamnya!
·
Nasakh-Mansukh berasal dari kata naskh. Dari segi etimologi,
kata ini dipakai untuk beberapa pengertian: pembatalan, penghapusan,
pemindahan dan pengubahan. Menurut Abu Hasyim, pengertian majazinya
ialah pemindahan atau pengalihan.
·
Macam-macam nasihk:
1. Naskh tanpa badal ( pengganti ),
contoh, penghapusan besedekah sebelum berbicara kepada rasulullah, sebagaimana
diperintahkannya dalam surat Al-Mujadilah : 12.
·
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا
نَاجَيْتُمُ الرَّسُولَ فَقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَةً ذَلِكَ
خَيْرُُ لَّكُمْ وَأَطْهَرُ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فَإِنَّ اللهَ غَفُورُُ رَّحِيمٌ
(المجادلة: 12)
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu
mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu.Yang
demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tiada
memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (QS. Al-Mujadilah /58:12)
Ayat diatas, dinaskh dengan ayat al-Mujadilah : 13.
·
ءَأَشْفَقْتُمْ أَن تُقَدِّمُوا بَيْنَ
يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَاتٍ فَإِذْ لَمْ تَفْعَلُوا وَتَابَ اللهُ عَلَيْكُمْ
فَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ
وَاللهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (المجادلة : 13)
Artinya : Apakah kamu takut akan
(menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan
Rasul Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat
kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 58:13)
2. Naskh dengan badal akhaf ( lebih
ringan ), contohnya puasa masa dahulu, dalam Surat Al-Baqarah : 183 ( ayat
Puasa ). Dinaskh dengan ayat Al-Baqarah : 187
·
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ
الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ ( البقرة : 187)
Artinya : Dihalalkan bagi kamu
pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu ( Al-Baqarah / 2
: 187 ).
3. Naskh dengan badal mumatsil (
sebanding ), Contohnya, tahwil kiblat, menghapus menghadap bait al-maqdis
dengan menghadap kiblat ke ka’bah. Dengan firman Allah surat Al-Baqarah : 144
·
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي
السَّمَآءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ( البقرة : 144)
Artinya : Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah
ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. ( Al-Baqarah / 2 : 144 )
4. Naskh dengan badal astqal ( lebih
berat ), contohnya, menghapus hukuman penahanan di rumah pada awal islam, dalam
ayat an Nisa’ : 15-16,
·
َمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ
وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ ناَرًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابُُ
مُّهِينُُ (14) وَالاَّتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِن نِّسَآئِكُمْ
فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِّنكُمْ فَإِن شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ
فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللهُ لَهُنَّ
سَبِيلاً (15)
Dinaskh
dengan An Nur : 2
·
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا
كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مَائَةَ جَلْدَةٍ وَلاَتَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي
دِينِ اللهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلْيَشْهَدْ
عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ (2)
Atau dengan didera 100 kali dan diasingkan bagi yang belum
menikah ( gadis ), dan di dera 100 kali dan dirajam, bagi yang telah menikah,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:
"orang tua laki-laki dan perempuan
apabila berzina, maka rajamlah keduanya dengan pasti..."
3.
Mengapa terjadi perbedaan qiraat al-Qur’an? Apakah perbedaan qiraat
dapat mempengaruhi istinbath hukum? Jelaskan!
·
Terjadinya perbedaan Qira’at: karena
kebijakan Abu Bakar Siddiq yang tidak mau memusnahkan mushaf-mushaf lain selain
yang telah disusun Zaid bib Tsabit, seperti mushaf yang dimiliki Ibn Mas’ud,
Abu Musa Al-Asy’ari, Miqdad bin Amar, Ubay bin Ka’ab, dan Ali bin Abi Thalib,
mempunyai andil besar dalam kemunculan qiraat yang kian beragam.[4]
·
Pengaruh Qira’at Terhadap Istinbath Hukum
Kata istinbath berasal dari bahasa
Arab yang kata akarnya al-Nabth yang artinya air yang pertama kali keluar atau
tampak pada saat seseorang menggali sumur. Adapun menurut bahasa berarti
mengeluarkan air dari mata air (dalam tanah). Adapun secara terminologi
adalah mengeluarkan kandungan hukum dari nash-nash yang ada (al-Quran dan
al-Sunnah) dengan ketajaman nalar serta kemampuan yang optimal. Sedangkan kata
hukum (hukum Islam) yang sering kali identik dengan syari’at , merupakan salah
satu aspek pokok ajaran Islam yang terkandung dalam al-Quran. Karena itu
ayat-ayat al-Quran yang berkenaan dengan hukum biasanya disebut dengan
ayat-ayat hukum (ايات الأحكام ). Secara etimonolgi hukum berati menetapkan sesuatu terhadap
sesuatu atau meniadakannya. Disamping itu bisa juga berarti menolak atau
mencegah. Karena itu seorang qodhi disebut hakim, karena ia berupaya mencegah
perbuatan zhulm (kezholiman) dari pelakunya. Sementara dari terminologi
ada perbedaan pendapat antara Ulama’, diantaranya Ulama’ ahli ushul mengartikan
“Khitab syari’ (firman Allah dan sabd Nabi) yang berkaitan dengan perbuatan
orang-orang mukallaf, baik yang bersifat thalab, takhyir atau wad”. Sedangkan
menurut Ulama fiqh mengartikan “Pesan dan kesan yang terkandung dalam khitab
syari’ menyangkut perbuatan orang-orang mukallaf, seperti wajib, haram dan
mubah”. Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa esensi istinbath yaitu upaya
melahirkan ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat baik dalam al-Quran maupun
al-Sunnh. Pada garis besarnya terdapat dua cara dalam melakukan istinbath
hukum, yakni;
- Cara lafdhiah (طرق لفظية ) yaitu cara istinbath hukum berdasarkan
pesan yang terdapat dalam nash.
- Cara maknawiyyah ( طرق معنوية ) yaitu cara istinbath hukum berdasarkan
kesan yang terkandung dalam nash.
Dengan
adanya perbedaan qiroat, adakalanya yang berpengaruh terhadap istinbath hukum
dan adakalanya tidak berpengaruh pada istinbath hukum. Diatara yang berpengaruh
pada istinbath hukum seperti surat al-Nisa’ ayat 43, yang berbunyi; Ayat diatas
menjelaskan bahwa salah satu penyebab yang mengharuskan seseorang bertayamum
dan dalam kondisi tidak ada air yaitu apabila ia telah “menyentuh” wanita (لمستم النساء ).
Sementara itu, Ibn Katsir, Nafi’, ‘Ashim, Abu ‘Amr dan Ibn ‘Amir membaca لامستم النساء .
Sedangkan Hamzah dan al-Kisa’i membaca لمستم النساء . Berdasarkan qiroat لمستم , ada tiga versi
pendapat para ulama mengenai maknanya yaitu, 1) bersetubuh, 2) bersentuhan, 3)
bersentuhan serta bersetubuh. Demikian pula makna qiroat لامستم menurut kebanyakan ulama. Akan tetapi Muhammad
Ibn Yazid berpendapat bahwa yang lebih tepat makna لامستم
adalah berciuman, karena kedua belah pihak (yang berciuman) bersifat
aktif, sementara makna لمستم adalah menyentuh, karena pihak wanita (yang
disentuh) tidak aktif . Sehubungan dengan ini, para ulama berbeda
pendapat tentang apa sebenarnya yang dimaksud لمستم dalam
ayat tersebut. Ibn Abbas, al-Hasan, Mujahid, Qatadah dan Abu Hanifah
berpendapat bahwa yang dimaksud adalah bersetubuh. Sementara Ibn Mas’ud, Ibn
Umar, al-Nakha’i dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa yang dimaksud adalah
bersentuh kulit baik dalam persetubuhan maupun dalam bentuk lainnya. Al-Razi
berpendapat bahwa pendapat yang terakhir adalah lebih kuat, karena kata al-lums
dalam qiroat لمستم النساء makna hakikinya
adalah menyentuh dengan tangan. Menurut al-Razi, pada dasarnya suatu lafaz
harus diartikan dengan pengertian hakiki. Sementara kata mulamasat pada qiroat لامستم makna hakikinya saling menyentuh dan bukan
berarti bersetubuh. Dalam pada itu, para ulama yang berpendapat bahwa kata
al-lums dalam ayat tersebut berarti bersetubuh, berargumentasi bahwa kata اللمس dan المس terdapat
dalam al-Quran dengan pengertian الجماع (bersetubuh). Seperti firman Allah وان طلقتموهن من قبل ان تمسوهن dan firman Allah فتحرير رقبة من قبل ان يتماسا . Ulama berpendapat bahwa yang dimaksud kata tersebut adalah
bersentuh kulit, mereka berbeda pendapat pula pada rinciannya, yakni sebagai
berikut; - Imam Syafi’i berpendapat batal wudlu seorang laki-laki apabila ia
menyentuh anggota tubuh seorang wanita, baik dengan tangannya maupun dengan
anggota tubuh lainnya, - Al-Awza’i berpendapat apabila menyentuhnya dengan
tangan, maka batal wudlunya. Dan apabila menyentuhnya bukan dengan tangan maka
tidak batal wudlunya, - Imam Malik berpendapat apabila menyentuhnya disertai
dengan syahwat maka batal wudlunya. Tetapi bila menyentuhnya tidak disertai
dengan syahwat maka tidak batal wudlunya, - Ibn al-Majisyun berpendapat jika
menyentuhnya dilakukan secara sengaja maka batal wudlunya baik disertai dengan
syahwat maupun tidak. Dari uraian diatas bisa diambil kesimpulan bahwa
perbedaan qiroat dalam ayat diatas hanya berpengaruh terhadap cara istinbath
hukum, dimana menurut sebagian ulama versi qiroat لمستم
النساء sedikit lebih mempertegas pendapat, yang dimaksud dengan لامستم النساء dalam ayat tersebut adalah al-lums
dalam arti hakiki yaitu “bersentuh kulit” antara laki-laki dan
perempuan. Adapun qiroat yang tidak berpengaruh terhadap istinbath hukum
seperti firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 95; Ayat diatas menjelaskan
bahwa bila seseorang yang sedang ihram membunuh binatang buruan dengan sengaja
maka salah satu alternatif dendanya yaitu memberi makan orang-orang miskin (او كفارة طعام مساكين ) seimbang dengan harga binatang ternak yang akan digunakan
untuk pengganti binatang ternak yang dibunuhnya. Sehubungan dengan ayat di
atas, Ibn Katsir, ‘Ashim, Abu ‘Amr, Hamzah dan al-Kisa’i membaca او كفارة طعام مساكين dengan cara lafat tho’am
dijadikan khabar dari mubtada’ mahdzuf. Sedangkan Nafi’ dan Ibn ‘Amir membaca
dengan cara mengidhofahkan lafat kaffarah pada lafat tho’am tanpa terjadi
perubahan hukum yang terkandung di dalamnya.
4.
Jelaskan pengertian tafsir dan takwil dan perbedaan antara
keduanya!
· Kata tafsir diambil dari bahasa arab
yaitu fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau uraian. Menurut
Abu Hayyan, tafsir, secara terminologis merupakan ilmu yang membahas tentang
metode mengucapkan lafazh-lafazh al Qur`an, petunjuk-petunjuknya,
hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dari
makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun dari hal-hal yang
melengkapinya. Kata As Zarkasyy dalam Al Burhan “Tafsir itu, ialah menerangkan
makna-makna Al Qur-an dan mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya”.
·
Ta’wil secara bahasa berasal dari kata “aul”, yang berarti
kembali ke asal. Adapun mengenai arti takwil menurut istilah adalah suatu usaha
untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan pemahaman
arti yang dikandung oleh lafazh itu.
5.
Jelaskan klasifikasi tafsir berdasarkan sumber/ma’khaz dan
sistematika penafsiran!
Ulumul Hadits:
1.
Jelaskan
fungsi-fungsi hadits terhadap al-Qur’an beserta contohnya!
Ø Menegaskan kembali keterangan atau perintah yang terdapat dalam
Al-Qur’an, yang sering disebut dengan fungsi bayan taqrir. Contohnya:
keterangan Rasul SAW mengenai kewajiban shalat, puasa, zakat, haji, dan
lainnya, muat di dalam hadis beliau, yang artinya: dibangun islam atas lima
fondasi
Ø Menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang datang secara mujmal,’am,
dan mutlaq. Seperti penjelasan Rasul SAW tentang tata cara pelaksanaan shalat:
jumlah rakaatnya, waktu-waktunya. Tentang tata cara pelaksanaan ibadah haji,
zakat dan lainnya.
Ø Menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh Al-Qur’an, yang disebut
dengan bayan tasyri’.seperti ketetapan Rasul SAW tentang haramnya mengumpulkan
(menjadikan istri sekaligus) antara seorang wanita dengan maciknya.
2.
Jelaskan
pengertian sanad dan matan hadits!
3.
Apakah
yang dimaksud dengan ilmu al-jarh wa at-ta’dil? Dan apa saja manfaat
mempelajarinya?
4.
Kitab
apa saja yang termasuk dalam kutub at-tis’ah?
5.
Bagaimana
cara mensikapi hadits-hadits yang saling kontradiktif?
Ø Mencari titik
temu antara dua dalil yang diangap kontradiksi
Ø Mencar
bukti bukti naskh.
Ø Mentarjih salah
satu dalil yang ada dan yang rajih diamalkan.Jika tidak mungkin ditarjih maka
kedua dalil tersebut gugur dan mencari dalil lain.Pada dasarnya antara nash
nash hadits yang shahih satu dengan yang lain tidak mungkin saling
bertentangan, yang membuat seseorang tidak bisa mengambil kesimpulan dari makna
hadits. Allah subhana wa ta’ala berfirman : yang artinya: “Maka apakah
mereka tidak memperhatikan Al Qur`an ? Kalau kiranya Al Qur`an itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. (An Nisaa :82)
Suatu contoh
beberapa hadits yang nampak secara dzahir bertentangan adalah, hadits yang
melarang menghadap kiblat ketika buang air besar atau kecil, sementara hadits
lain membolehkan buang hajat menghadap kiblat, tetapi setelah dicarikan titik
temu maka tidak ada unsur kontradiksi sebagaimana para ulama telah berusaha
menyatukan beberapa hadits yang tampak bertentangan tersebut , bahwa hadits
yang melarang berlaku ketika buang hajat ditempat terbuka, sedangkan hadits
yang membolehkan berlaku ketika buang hajat disuatu tempat yang tertutup
seperti buang hajat di WC berdasarkan hadits Ibnu Umar (HR. Al Bukhari 148,
Muslim 266).
6.
Jawelaskan istilah-istilah periwayaan hadits berikut:
a.
Muttafaq
‘alaih
Maksunya periwayatan oleh dua orang imam antaranya: Bukhori,
Muslim. Dan dengan ketentuan bahwa sanad yang terakhirnya yaitu ditingkat
Sahabat, bertemu.
b.
Akhrajahul
arb’ah
Bahwa
matan hadits yang disebutkan dengan diriwayatkan oleh empat imah hadits
antaranya: Abu Dawud, Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i, Ibn Majah.
c.
Rawahul
arba’ah
d.
Bahwa
matan hadits yang disebutkan dengan diriwayatkan oleh empat imah hadits
antaranya: Abu Dawud, Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i, Ibn Majah.
e.
Rawahus
syaikhani
f.
Akhrajahus
tsalasahah
Artinya
bahwa matan hadits di riwayatkan oleh tiga orang imam antaranya: Abu Dawud,
Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i.
g.
Rawahul
jama’ah
Maksundnya
dalam periwayatan hadits diriwayatkan oleh jama’ah ahli hadits.
[1]Manna Khalil Al-Qattan, Mabahis fi’Ulumil Qur’an, Terjemahan
Muzakir As, (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 1992), hal. 15.
[2] Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an, hal. 35.
[3] Nawir Muslim, Ulumul Hadits, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2001),
hal. 278.
[4] Rosihan Anwar
Ulum AL-Qur’an....hal. 143
musawaf
No comments:
Post a Comment