Materi Fiqh
1.
Pengertian
fiqh, objek, sejarah,
pertumbuhan dan perkembangannya.
a. Pengertian Fiqh
Fiqh secara etimologi adalah faham yang mendalam, sedangkan secara istilah
adalah ilmu tentang hukum-hukum Syar`i yang bersifat amaliah yang digali dan
ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili. Atau bisa dikatakan sebagai hasil
hukum.
b.
Objek kajian Fiqh
Objek kajian fiqh dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1) Fiqh itu adalah tentang
hukum Allah
2)
Yang dibicarakan adalah yang bersifat amaliah furu`iyah
3)
Pengetahuan tentang hukum Allah itu
didasarkan kepada dalil tafsili
4)
Fiqh itu digali dan ditemukan
melalui penalaran dan istidlal seorang mujtahid atau faqih
c.
Sejarah pertumbuhan dan
perkembangannya
1)
Fiqh pada masa nabi
Suatu hal yang nyata terjadi adalah bahwa nabi telah berbuat
sehubungan dengan turunnya ayat-ayat
Al-Quran yang mengandung hukum (ayat-ayat hukum). Tidak semua ayat hukum itu
memberikan penjelasan yang mudah difahami untuk keudian dilaksanakan secara
praktis sesuai dengan kehendak Allah.
2)
Fiqh Pada masa sahabat
Setelah wafatnya Nabi saw, maka sempurnalah turunnya ayat-ayat Al-Quran
dan sunnah Nabi, juga dengan sendirinya sudah terhenti. Kemudian terjadi
perubahan yang besar sekali dalam kehidupan masyarakat, karena telah meluasnya wilayah
islam dan semakin kompleknya kehidupan umat. Ada tiga hal pokok yang berkembang
waktu itu sehubungan dengan hukum. Pertama, begitu banyaknya muncul kejadian
baru yang membutuhkan jawaban hukum yang secara lahiriah tidak dapat ditemukan
jawabannya dalam Al-Quran maupun penjelasan dari sunnah. Kedua, timbulnya
masalah-masalah yang secara lahir telah diatur ketentuan hukumnya dalam
Al-Quran maupun sunnah Nabi, namun ketentuan itu dalam keadaan tertentu sulit untuk diterapkan dan menghendaki pemahaman baru agar relevan dengan
perkembangan dan persoalan yang dihadapi. Ketiga, dalam Al-Quran ditemukan
penjelasan terhadap suatu kejadian secara jelas dan terpisah. Bila hal tersebut
berlaku dalam kejadian tertentu, para sahabat menemukan kesulitan dalam menerapkan
dalil-dalil yang ada.
3)
Fiqh pada masa imam mujtahid
Bila pada masa Nabi sumber fiqh adalah Al-Quran, maka pada masa sahabat
dikembangkan dengan dijadikannya petunjuk Nabi dan ijtihad sebagai sumber
penerapan fiqh. Sesudah masa sahabat, penetapan fiqh dengan
mengan menggunakan sunnah dan ijtihad
ini sudah begitu berkembang dan meluas, dalam kadar penerimaan dua sumber itu
telihat ada kecendrungan mengarah pada dua bentuk. Pertama, dalam mentapkan hasil
lebih banyak menggunakan hadist nabi dibandingkan dengan menggunakan ijtihad,
meskipun keduanya tetap dijadiak sumber.
Kelompok yang menggunakan cara ini bias disebut “ahlul al-hadist” .
kedua, dalam menetapkan fiqh lebih banyak menggunakan sumber ra`yu atau ijtihad
ketimbang hadist, meskipun hadist banyak
juga digunakan, kelompok ini disebut”ahlul ra`yu”.
4)
Fiqh dalam periode taqlid
Akhir dari
masa gemilang ijtihad pada periode imam mujtahid ditandai dengan telah tersusun
secara rapi dan sistematis kitab-kitab fiqh sesuai dengan aliran berfikir
mazhab masing-masing. Dari satu segi, pembukuan fiqh ini ada dampak positifnya
yaitu kemudahan bagi umat islam dalam beramal, karena semua masalah agama telah
dapat mereka temukan jawabannya dalam kitab fiqh yang ditulis para imam
mujtahid sebelumnya. Tapi dari sisi lain, terdaapat dampak negatifnya yaitu
terhentinya daya ijtihad, karena orang tidak merasa perlu lagi berfikir tentang
hukum, sebab semuanya sedah ada jawabannya. Kegiatan ijtihad pada masa ini
terhenti pada usaha pengembangan, pensyarahan dan perincian kitab fiqh dari
imam mujtahid yang ada, dan tidak muncul lagi pendapat atau pemikiran baru.
5)
Reformulasi fiqh islam
Dalam satu segi, umat islam menginginkan kembali kehidupannya diatur oleh
hukum Allah, tetapi dari segi lain, kitab-kitab fiqh yang ada pada waktu ini
yang merupakan formulasi resmi dari hukum syara` belum sepenuhnya memenuhi
keinginan umat islam. Oleh karena kondisi sekarang yang sudah jauh berbeda
dengan kondisi ulama mujtahid ketika mereka memformulasikan kitab fiqh itu.
2.
Hadast, pembagian hadas, penyebab hadas besar, kecil, cara menghilangkannya
a. Pengertian Hadas
Arti hadast menurut bahasa berasal dari kata hadasa yang berarti suatu
peristiwa, sedangkan menurut istilah syara` adalah suatu keadaan tidak suci
pada diri seseoarang sehingga tidak sah atau dilarang melakukan ibadah
tertentu.
b.
Pembagian Hadas
Dalam hukum
islam hadast dibagi menjadi dua yaitu:
1)
Hadast kecil
Hadast kecil adalah suatu keadaan tidak suci pada diri seseorang sampai ia
melakukan wudhu atau tayamum karena alasan yang diperbolehkan syarak.
2)
Hadast besar
Hadast besar adalah suatu keadaan tidak suci pada diri sesorang sehingga
menghalanginya untuk melakukan ibadah, sampai ia suci dengan melakukan mandi
wajib atau tayamum untuk diperbolehkannya ibadah.
c.
Penyebab Hadas Besar dan Kecil
Adapun keadaan
tidak suci dari hadas besar disebabkan
oleh beberapa hal:
ü Hubungan suami
istri
ü Keluar mani
ü Meninggal
dunia (bukan syahid)
ü Menstruasi
(haid)
ü Nifas
ü Wiladah
Adapun keadaan
tidak suci dari hadast kecil disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
ü Keluar suatu
dari kubul dan dubur
ü Hilang akal
ü Bersentuh
kulit laki dan wanita yang halal nikah
ü Menyentuh
kemaluan dengan telapak tangan
d.
Cara menghilangkannya
Maka cara bersuci dari hadast kecil adalah dengan berwudhu atau tayamum
untuk diperbolehkannya melakukan ibadah, dan cara bersuci dari hadast yang
besar adalah dengan mandi atau tayamum
untuk diperbolehkannya melakukan ibadah.
3.
Bersuci, hukum air, pembagian air, cara bersuci dari hadas besar dan kecil, lafaz
niat bersuci
Thaharah
artinya bersuci, menurut istilah adalah suci dari hadast dan najis.
a.
Hukum air
Air yang dapat dipakai untuk bersuci adalah air yang bersih (suci lagi
menyucikan) yaitu air yang turun dari langit atau yang keluar dari bumi yang
belum dipakai untuk bersuci.
1)
Pembagian air
2)
Air mutlak
3)
Air suci tiada menyucikan
4)
Air musta’mal
5)
Air musyammas
6)
Air mutanajjis
Air yang suci
lagi menyucikan (muthlaq) ialah:
1) Air hujan
2)
Air sumur
3)
Air laut
4)
Air sungai
5)
Air embun
6)
Air salju
7)
Air telaga
b.
Cara bersuci dari hadast besar
/kecil
Maka cara bersuci dari hadast kecil adalah dengan berwudhu atau tayamum
untuk diperbolehkannya melakukan ibadah, dan cara bersuci dari hadast yang
besar adalah dengan mandi atau tayamum
untuk diperbolehkannya melakukan ibadah.
7)
Lafaz niat bersuci
Lafaz niat
bersuci dari hadast kecil : “Nawaitul Wudhu`A Li Raf`Il Hadastsil Ashghari
Fardhal Lillahi Ta`Ala”. Artinya, aku niat berwudhu untuk menghilanhkan hadast
kecil, fardhu karena allah ta`ala
Lafaz niat
bersuci dari hadast besar: “Nawaitul Ghusla Li Raf`il Hadastsil
Akbari `An Jami`Il Badani Fardhal Lillahi Ta`ala”. Artinya,
aku niat mandi untuk menghilangkan hadast yang besar, fardhu karena allah
ta`ala.
4.
Wudhu, tata cara wudhu, lafaz dan niat berwudhu’, wajib, sunat, yang
membatalkan wudhu’, dan hal-hal yang berkaitan dengan wudhu’.
Wudhu menurut bahasa adalah bersih dan indah, sedangkan menurut istilah
syarak adalah membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadast kecil.
a.
Tatacara berwudhu
1) Membaca
basmalah, sambil mencuci kedua tangan sampai pergelangan tangan
2)
Berkumur-kumur tiga kali
3)
Mencuci lubang hidung tiga kali
4)
Mencuci muka seraya niat
mengangkatkan hadast kecil
5)
Mencuci kedua tangan hingga kedua
siku
6)
Menyapu sebagian kepala
7)
Menyapu telinga
8)
Mencuci kaki hingga kedua mata kaki
b.
Lafaz dan niat berwudhu
“Nawaitul
Wudhu`A Li Raf`Il Hadastsil Ashghari Fardhal Lillahi Ta`Ala”. Artinya, aku niat
berwudhu untuk menghilanhkan hadast kecil, fardhu karena allah ta`ala.
c.
Yang membatalkan wudhu
1) Keluar suatu
dari kubul dan dubur
2)
Hilang akal
3)
Bersentuh kulit laki dan wanita
yang halal nikah
4)
Menyentuh kemaluan dengan telapak
tangan
5.
Tayamum, syarat tayamum, membatalkannya, perbedaan pakai air dan tayamum
Tayamum ialah
mengusap muka dan kedua belah tangan dengan debu yang suci.
a.
Syarat tayamum
1) Tidak boleh
ada air
2)
Berhalangan menggunakan air
3)
Telah masuk waktu shalat
4)
Dengan debu yang suci
b.
Yang membatalkan tayamum
1) Segala yang
membatalkan wudhu itu membatalkan tayamum
2)
Melihat air sebalum shalat
3)
Murtad (keluar dari islam)
c.
Perbedaan pakai air dan tayamum
Dengan
menggunakan air lebih baik dan lebih bersih
6.
Rukun iman, rukun islam, rukun syahadat, syarat syahadat
a.
Rukun iman
1) Percaya kepada
Allah
2)
Percaya kepada Malaikat
3)
Percaya kepada Kitab
4)
Percaya kepada Rasul
5)
Percaya kepada Hari kiamat
6)
Percaya kepada Qadha dan qadar
b.
Rukun islam
1) Mengucap dua
kalimah syahadat
2)
Shalat lima waktu sehari semalam
3)
Membayar Zakat
4)
Puasa di bulan ramadhan
5)
Naik haji bagi yang kuasa
c.
Rukun syahadat
1) Mengistbatkan
dzat Allah
2)
Mengistbatkan sifat Allah
3)
Mengistbatkan af`al Allah
4)
Mengistbatkan kebenaran Rasul saw
d.
Syarat syahadat
1) Mengetahui
2)
Mengikrarkan
3)
Mentashdikkan
4)
Mengamalkan
7.
Dua Kalimah
Syahadat, pembagian, membatalkan
syahadat, pembagian syahadat
a.
Pembagian Syahadat
Syahadat
dibagi menjdi dua:
1) Syahadat
tauhid; “ASYHADU ANLA ILAHA ILLA
ALLAH” aku bersaksi dengan yakin bahwa tiada Tuhan melainkan Allah
2)
Syahadat rasul;”WA ASYHADU ANNA
MUHAMMAD RASUL ALLAH” dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah
b.
Yang Membatalkan Syahadat
1) Menduakan
Allah
2)
Syak hati akan Allah
3)
Menyangkal diri dari pada ciptaan
Allah
4)
Tiada mengistbatkan
8.
Shalat, pengertiannya, niat shalat, syarat, rukun, sunat dalam shalat (Ab’ad (sunat
muakat), Haiat (sunat ghairu muakad), makruh dan batal shalat
a.
Pengertian shalat
Shalat berasal
dari bahasa Arab As-Shalah, shalat menurut
Bahasa (Etimologi) berarti Do'a dan secara terminology/istilah, para ahli fiqih
mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa
ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang
dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang
telah ditentukan. Adapun scara hakikinya ialah” berhadapan hati (jiwa) kepada
Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa
rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya”atau” mendahirkan hajat dan keperluan
kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan
kedua-duanya. Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi
antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan
amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan
takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan
rukun yang telah ditentukan syara’.
b.
Lafaz niat shalat
Dzuhur;
Ushalli Fardzal Dzuhri Arba`A Raka`Atin Mustaqbilal Qiblati Fardhal Lillahi
Ta`Ala
Artinya ; sengaja aku niat shalat
fardhu dzuhur empat raka`at kmenghadap kiblat karena allah ta`ala
c.
Syarat shalat
Syarat Wajib
Shalat
1) Islam
2)
Baligh
3)
Berakal
4)
Suci dari haid dan nifas.
Syarat Sah
Shalat
1) Suci dari dari
hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
2)
Suci badan, pakaian dan tempat
shalat dari najis.
3)
Menutup aurat. Aurat laki-laki
antara pusat sampai lutut dan aurat perempuan adalah seluruh badannya kecuali
muka dan tepak telangan.
4)
Telah masuk waktu sholat, artinya
tidak sah bila dikerjakan belum masuk waktu shalat atau telah habis waktunya.
5)
Menghadap kiblat.
d.
Rukun shalat
1) Niat
2)
Berdiri bagi yang mampu
3)
Takbiratul Ihram.
4)
Membaca Surat Al-Fatihah.
5)
Ruku’ dan thuma’ninah.
6)
I’tidal dengan thuma’ninah.
7)
Sujud dua kali dengan thuma’ninah
8)
Duduk di antara dua sujud dengan
thuma’ninah
9)
Duduk yang terakhir.
10) Membaca
tasyahud pada waktu duduk akhir.
11) Membaca
sholawat atas Nabi Muhammad SAZ
12) Mengucapkan salam
13) Tertib.
e.
Sunat (ab`adh dan haiah)
Sunnah ab’adh,
yaitu amalan sunnah yang apabila tertinggal/tidak dikerjakan maka harus diganti
dengan sujud sahwi. Sunnah ab’adh ada 6 macam :
1)
Duduk tasyahud awal
2)
Membaca tasyahud awal
3)
Membaca do’a qunut pada waktu
shalat shubuh dan pada akhir sholat witir setelah pertengahan ramadhan.
4)
Berdiri ketika membaca do’a qunut.
5)
Membaca sholawat kepada Nabi pada
tasyahud awal.
6)
Membaca shalawat kepada keluarga
Nabi pada tasyahud akhir.
Sunnah hai-at,
yaitu amalan sunnah yang apabila tertinggal/tidak dikerjakan tidak disunnahkan
diganti dengan sujud sahwi. Yang termasuk sunnah hai-at adalah sebagai berikut
:
1)
Mengangkat kedua tangan ketika
takbiratul ihram sampai sejajar tinggi ujung jari dengan telinga atau telapak
tangan sejajar dengan bahu. Kedua telapak tangan terbuka/terkembang dan
dihadapkan ke kiblat.
2)
Meletakkan kedua tangan di antara
dada dan pusar, telapak tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri.
3)
Mengarahkan kedua mata ke arah
tempat sujud.
4)
Membaca do’a iftitah
5)
Diam sebentar sebelum membaca surat
Al-Fatihah.
6)
Membaca ta’awuz sebelum membaca
surat Al-Fatihah.
7)
Mengeraskan bacaan surat Al-Fatihah
dan surat pada sholat maghrib, isya dan shubuh.
8)
Diam sebentar sebelum membaca
“aamiiin” setelah membaca Al-Fatihah.
9)
Membaca “aamiiin” setelah selesai
membaca Al-Fatihah.
10) Membaca surat
atau beberapa ayat setelah membaca Al-Fatihah bagi imam maupun bagi yang sholat
munfarid pada rakaat pertama dan kedua, baik shalat fardhu maupun sholat
sunnah.
11) Membaca takbir
intiqal (penghubung antara rukun yang satu dengan yang lain)
12) Mengangkat
tangan ketika akan ruku, bangun dari ruku’.
13) Meletakkan
kedua telapak tangan dengan jari-kari terkembang di atas lutut ketika ruku’.
14) Membaca tasbih ketika
ruku’, yaitu “subhaana robbiyal ‘azhiimi”, sebagian ulama ada yang menambahkan
dengan lafazh “wabihamdih”.
15) Duduk
iftirasyi (bersimpuh) pada semua duduk dalam sholat kecuali pada duduk tasyahud
akhir. Cara duduk iftirasyi adalah duduk di atas telapak kaki kiri, dan
jari-jari kaki kanan dipanjatkan ke lantai.
16) Membaca do’a
ketka duduk di antara dua sujud.
17) Meletakkan
kedua telapak tangan di atas paha etika duduk iftirasyi maupun tawarruk.
18) Meregangkan jari-jari
tangan kiri dan mengepalkan tangan kanan kecuali jari telunjuk pada duduk
iftirasyi tasyahud awal dan duduk tawarruk.
19) Duduk
istirahat sebentar sesudah sujud jedua sebelum berdiri pada rakaat pertama dan
ketiga.
20) Membaca doa
pada tasyahud akhir yaitu setelah membaca tasyahud dan sholawat.
21) Mengucapkan
salam yang kedua dan menengok ke kanan pada salam yang pertama dan menengok ke
kiri pada salam yang kedua
f. Makruh dalam
shalat
1) Memejamkan
kedua mata
2)
Menoleh tanpa keperluan
3)
Meletakan tangan dilantai ketika
sujud
4)
Banyak melakukan kegiatan yang
sia-sia.
g.
Yang membatalkan shalat
1) Meninggalkan
salah satu rukun sholat atau memutuskan rukun sebelum sempurna dilakukan.
2)
Tidak memenuhi salah satu dari
syarat shalat seperti berhadats, terbuka aurat.
3)
Berbicara dengan sengaja.
4)
Banyak bergerak dengan sengaja.
5)
Makan atau minum.
6)
Menambah rukun fi’li, seperti sujud
tiga kali.
7)
Tertawa. Adapun batuk, bersin
tidaklah membatalkan sholat.
8)
Mendahului imam sebanyak 2 rukun,
khusus bagi makmum
9.
Zakat, syarat, rukun zakat, senif zakat dan mustahik zakat
Zakat berasal dari kata zaka yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh dan
berkembang, menurut istilah zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan kepada
orang yang berhak menerimanya karena telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
a. Syarat zakat
1) Harta itu
dikuasai atau dimiliki secara penuh dari cara-cara yang halal
2)
Harta itu merupakan harta yang
berkembang
3)
Telah mencapai nisab (batas minimal
harta wajib zakat)
4)
Sampai haul (satu tahun
perhitungan)
b.
Harta yang wajib dizakati
1) Emas dan perak
2)
Pertanian dan buah-buahan
3)
Hewan ternak
4)
Perniagaan
5)
Barang tambang
c.
Senif zakat
1) Fakir yaitu
orang yaang tidak mempunyai harta atau usaha yang dapat menjamin 50% kebutuhan
hidupnya untuk sehari-hari
2) Miskin yaitu orang yang
mempunyai harta dan usaha yang dapat menghasilkanlebih dari 50% untuk kebutuhan
hidupnya tetapi tidak mencukupi
3) ’Amil yaitu panitia zakat
yang dapat dipercayakan untukmengumpulkan dan membagi-bagikannya kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan hukum Islam
4) Muallaf yaitu orang yang
baru masuk Islam dan belum kuat imannya dan jiwanya perlu dibina agar bertambah
kuat imannya supaya dapat meneruskan imannya
5) Hamba sahaya yaitu yang
mempunyai perjanjian akan dimerdekakan oleh tuan nya dengan jalan menebus
dirinya
6) Gharimin yaitu orangyang
berhutang untuksesuatu kepentingan yanng bukan maksiat dan ia tidak sanggup
untuk melunasinya
7) Sabilillah yaitu orang
yang berjuang dengan suka rela untuk menegakkan agama Allah
8) Musafir yaitu orang yang
kekurangan perbekalan dalam perjalanan dengan maksud baik, seperti menuntut
ilmu, menyiarkan agama dan sebagainya
d. Mustahiq zakat
1) Orang yang
mampu
2)
Sampai hartanya nisab
3)
Sampai hulnya
10.
Puasa, niat puasa, syarat, rukun puasa, membatalkan puasa
Puasa ramadhan
hukumnya wajib, berdasarkan al-quran, sunnah dan ijmak. Puasa dalam bahasa arab
disebut shaum, yang artinya sama dengan menahan, puasa adalah menahan diri dari
makan dan minum serta segala hal yang membatalkannya mulai dari terbit fajar
sampai terbenamnya matahari disertai dengan niat karena Allah dengan syarat dan
rukun tertentu.
a.
Lafaz niat puasa
Khusus mengenai niat puasa, maka pelaksanaannya dilakukan pada waktu
sebelum fajar, yaitu berniat puasa untuk esok harinya. Lafaz niat
puasa : “Nawaitu Shauma Ghadin `An Ada`I Fardhi Ramadhan Lillahi Ta`Ala”.
Artinya , aku niat puasa esok hari pada bulan ramadhan karena Allah ta`ala.
b.
Syarat puasa
1) Islam
2)
Baligh
3)
Berakal
4)
Kuasa melaksanakan puasa
c.
Rukun puasa
1) Niat
2)
Menahan diri dari sesuatu yang
membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
d.
Yang membatalkan puasa
1) Makan dengan
sengaja
2)
Minum dengan sengaja
3)
Muntah dengan sengaja
4)
Haid (menstruasi)
5)
Nifas
6)
Mengeluarkan mani dengan sengaja
7)
Niat berbuka
8)
Murtad
11.
Haji, syarat, pembagian haji, rukun haji, wajib haji, dam
Kata Haji
berasal dari bahasa arab dan mempunyai arti secara bahasa dan istilah. Dari
segi bahasa berarti menyengaja, dari segi syar’i haji berarti menyengaja
mengunjungi Ka’bah untuk mengerjakan ibadah yang meliputi thawaf, sa’i, wuquf
dan ibadah-ibadah lainnya untuk memenuhi perintah Allah SWT dan mengharap
keridlaan-Nya dalam masa yang tertentu.
a.
Syarat haji
1) Islam
2)
Baligh
3)
Berakal sehat
4)
Merdeka
5)
Ada bekalnya beserta tempat nya
bila memang butuh tempat.
6)
Ada kendaraannya (kendaraan yang
pantas untuk dibeli atau disewa)
7)
Keadaan perjalanan aman
(diperkirakan aman akan dirinya, hartanya dan kehormatannya).
b.
Pembagian haji
1)
Haji Tamattu`
Dalam hal ini
para Imam Madzhab sepakat bahwa arti Tamattu’ ialah melakukan amalan-amalan
umroh terlebih dahulu pada bulan-bulan haji, dan setelah selesai baru
melaksanakan amalan-amalan haji.
Empat madzhab : boleh bagi siapa saja baik orang Mekah ataupun non Mekah
untuk memilih salah satu diantara tiga bentuk haji, yaitu: Tamattu’, Qiran, dan
ifrad. Tidak ada yang
dimakruhkan. Hanya Abu Hanifahyang berpendapat: Bagi orang mekah dimakruhkan
melakukan Tamattu’ dan Qiran secara
bersamaan
2)
Haji qiran
Haji Qiran ialah
melaksanakan Ihram haji dan Umrah secara bersamaan sekaligus. Dalam Hal ini
Imam Madzhad sepakat bahwasannya mengartikan Qiran adalah berihram untuk haji
dan umrah secara bersamaan, dengan mengatakan “Labbakallohumma Bihajjin wa
‘Umratin”
3)
Haji ifrad
Para Ulama Madzhab dalam hal ini sepakat bahwa arti Ifrad ialah melakukan
haji terlebih dahulu, dan setelah selesai dari amalan-amalan haji ia melakukan
ihram untuk umrah, dan kemudian melakukan amalan-amalan umrah.
c. Rukun haji
1) Ihram yang disertai dengan
niat
2) Wukuf di tanah Arafah
3) Thawaf di Baitullah
(Ka’bah) sebanyak 7 kali putaran
4) Sa’I antara
Shafa dan Marwa sebanyak 7 kali
d. Wajib haji
Mengenai hukum
Hukum Ibadah Haji asal hukumnya adalah wajib ‘ain bagi yang mampu. Melaksanakan
haji wajib, yaitu karena memenuhi rukun Islam dan apabila kita “nazar” yaitu
seorang yang bernazar untuk haji, maka wajib melaksanakannya, kemudian untuk
haji sunat, yaitu dikerjakan pada kesempatan selanjutnya, setelah pernah
menunaikan haji wajib. Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan
kepada setiap muslim yang mampu untuk mengerjakan. jumhur Ulama sepakat bahwa
mula-mulanya disyari’atkan ibadah haji tersebut pada tahun ke enam Hijrah,
tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah
12.
Munakahat, pinang, nikah, hak suami, hak istri, talak, ruju’, ‘iddah
Munakahat
merupakan salah satu rubu` dalam pembahasan fiqh, dimana di dalamnya memuat
segala hukum pernikahan.
a.
Meminang
Maksud dari meminang adalah seorang laki-laki meminta kepada perempuan
untuk menjadi isterinya, dengan cara yang sudah umum dilakukan di tengah masyarakat.
b.
Nikah
Pernikahan
merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada setiap makhluq-Nya, baik
manusia, hewan, maupun tumbu-tumbuhan.
c. Rukun nikah
1) adanya kedua mempelai
2) wali
3) saksi
4) mahar
5) ijab qabul
d. Hak suami
1) Suami harus
memperlakukan isteri dengan cara yang ma’ruf
2) Suami harus bersabar dari
celaan isteri serta mau memaafkan kekhilafan yang dilakukan olehnya
3) Suami harus menjaga dan
memelihara isteri dari segala sesuatu yang dapat merusak dan mencemarkan
kehormatannya
e.
Hak isteri
1)
Ketaatan isteri kepada suami
2)
Isteri harus banyak bersyukur dan
tidak banyak menuntut
3)
Isteri harus berhias dan
mempercantik diri untuk suami
4)
Seorang isteri tidak boleh
mengungkit-ungkit apa yang pernah ia berikan dari hartanya kepada suaminya
maupun keluarganya
5)
Seorang isteri tidak boleh
menyakiti suami, baik dengan ucapan maupun perbuatan
6)
Isteri harus dapat berbuat baik
kepada kedua orang tua dan kerabat suami.
7)
Isteri harus pandai menjaga rahasia
suami dan rahasia rumah tangga. jangan sekali-kali ia menyebarluaskannya
8)
Isteri diperintahkan untuk tinggal
di rumah dan mengurus rumah tangga dengan baik
f.
Thalak
Thalak secara bahasa adalah membebaskan seekor binatang, sedangkan menurut
istilah cara yang dipergunakan dalam syariah untuk menunjukkan cara yang sah
dalam mengakhiri sebuah perkawinan.
g. Ruju`
Rujuk adalah
mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang asal sebelum
diceraikan. Rujuk menurut bahasa artinya kembali (mengembalikan). Adapun yang
dimaksud rujuk disini adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh
setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan
istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu.
Menurut bahasa
Arab, kata ruju’ berasal dari kata raja’ a-yarji’ u-rujk’an yang berarti
kembali, dan mengembalikan. Sedangkan secara terminology, ruju’ artinya
kembalinya seorang suami kepada istrinya yang di talak raj’I, tanpa melalui
perkawinan dalam masa ‘iddah. Ada pula para ulama mazhab berpendapat dalam
istilah kata ruju’ itu adalah menarik kembali wanita yang di talak dan
mempertahankan (ikatan) perkawinannya. Hukumnya, menurut kesepakatan para ulama
mazhab, adalah boleh. Menurut para ulama mazhab ruju’ juga tidak membutuhkan
wali, mas kawin, dan juga tidak kesediaan istri yang ditalak.
h.
`Iddah
Kata `iddah berasal dari bahasa arab yaitu bilangan dan dalam istilah
syarak `iddah adalah suatu masa penantian seorang perempuan sebelum kawin lagi
setelah kematian suaminya atau diceraikannya.
Macam macam
`iddah
ü Iddah wanita
yang masih haid; tiga kali suci dari haid
ü Iddah wanita
yang telah lewat masa haidnya; tiga bulan
ü Iddah wanita
yang kematian suami; empat bulan sepuluh hari
ü Iddah wanita
hamil; sampai melahirkan
ü Tak ada iddah
bagi wanita yang menikah tapi belum dicampuri
Materi Ushul
Fiqh
1.
Pengertian
ushul fiqh, objek, sejarah,
pertumbuhan dan perkembangannya
a. Pengertian ushul fiqh
Ushul Fiqh
ialah, suatu ilmu yang membicarakan berbagai ketentuan dan kaidah yang dapat
digunakan dalam menggali dan merumuskan hukum syari'at Islam dari sumbernya
b.
Objek kajian ushul fiqh
1) Dali-dali atau sumber
hukum syara’
2) Hukum-hukum syara’ yang
terkandung dalam dalil
3) Kaidah-kaidah tentang
usaha dan cara mengeluarkan hukum syara’ dan dalil dari sumbernya.
c.
Pertumbuhan dan perkembangannya
Akibat dari
perbedaan-perbedaan pendapat para ulama, timbullah satu pemikiran untuk membuat
peraturan peraturan dalam ijtihad dan penetapan hukum, yang pada gilirannya
dapat diperoleh pendapat yang benar dan setidak-tidaknya agar dapat
memperpendek jarak perbedaan-perbedaan pendapat tersebut. Dan
peraturan-peraturan tersebut dikenal sebagai ilmu Ushul Fiqih. Ilmu ini
diperkenalkan pada abad ke tiga Hijriah secara sistematis oleh imam Syafi'i
rahimahullah yang kemudian dianggap sebagai perintis atau bapak yurisprudensi
dalam Islam. Dan berdasar nash pula para mujtahid mengambil 'illat/sebab yang
menjadi landasan hukum serta mencari maslahat yang menjadi tujuan
hukum/maqashid al syari'ah, sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Qur'an maupun
Sunnah Nabi SAW.
Perumusan ushul fiq
dilakukan bersamaan dengan perumusan ilmu fiq pada masa sahabat setelah
Rasulullah wafat.
2.
Mukallaf, muallaf, dan hal-hal yang berhubungan dengannya.
a.
Pengertian mukallaf
Mukallaf
adalah orang muslim yang dikenai kewajiban atau perintah dan menjauhi larangan
agama, karena telah dewasa dan berakal dan telah sampai seruan agama.
b.
Hal-hal yang berhubungan dengan
mukallaf
1) Amar Ma`Ruf
Nahi Mungkar
2)
Ibadah
3.
Hakim, mahkum bih/fih, dan mahkum ‘alaikum, serta hal-hal yang berhubungan
dengannya.
Pembuat hukum
syar`I dalam pengertian islam adalah Allah SWT. Dia yang menciptakan manusia di
muka bumi, dan Dia pula yang menetapkan aturan-aturan bagi kehidupan
manusia,sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Quran surah Al-An`Am ayat 57
“sesungguhnya tidak ada hukum kecuali bagi Allah”
Tentang
kedudukan Allah sebagai satu-satunya pembuat hukum dalam pandangan islam tidak
ada perbedaan pendapat di kalangan umat islam.
a.
Mahkum bih/fih (objek hukum)
Yang dimaksud
dengan objek hukum adalah sesuatu yang dikehendaki oleh pembuat hukum untuk
dilakukan atau ditinggalkan oleh manusia. Objek hukum dibagi menjadi tiga
bagian:
1) Objek hukum
yang pelaksanaannya mengenai diri pribadi yang dikenai taklif; umpamanya shalat
dan puasa
2) Objek hukum yang
pelaksanaannya berkaitan dengan harta benda pelaku taklif; umpamanya kewajiban
membayar zakat
3) Objek hukum yang
pelaksanaannya mengenai diri pribadi dan
harta dari pelaku taklif; umpamanya kewajiban haji
b.
Mahkum `alaikum (sabjek hukum) dan
hal-hal yang berkaitan
Subjek hukum atau pelaku hukum adalah orang-orang yang dituntut oleh Allah
untuk berbuat, dan segala tingkah lakunya
telah diperhitungkan berdasarkan tuntutan Allah itu. Dalam istilah ushul
fiqh sabjek hukum itu disebut mukallaf atau orang-orang yang dibebani hukum,
atau mahkum `alaih yaitu orang yang kepadanya diperlakukan hukum.
4.
Pembagian hukum syar’i, wadh`i (syarat, sebab, mani’, ‘azimah, batal dan rukhsah)
Titah Allah yang berhubungan dengan dengan sesuatu yang berkaitan dengan
hukum-hukum taklifi disebut hukum wadh`I, hukum wadh`I tidak harus berhubungan
dengan tingkah laku manusia tetapi bias berbentuk ketentuan-ketentuan yang ada
kaitannya dengan perbuatan mukallaf yang dinamakan hukum taklifi.
a. Sebab; sebab adalah
sesuatu yang dapat menyampaikan kepada apa yang dimaksud dalam pengertian yang
lebih luasnya adalah sesuatu yang jelas, dapat diukur, yang dijadikan pembuat
hukum sebagai tanda adanya hukum, lazim dengan adanya tanda itu ada hukum dan
dengan tidak adanya, maka tidak adanya hukum.
b. Syarat; yaitu sesuatu
yang bergantung kepadanya adanya hukum; lazim dengan tidak adanya, tidak adanya
hukum; tetapi tidaklah lazim dengan adanya, ada hukum.
c. Mani`(penghalang); yaitu
sesuatu yang dari segi hukum, keberadaannya meniadakan tujuan dimaksud dari sebab
atau hukum
d. `azimah yaitu hukum yang
ditetapkan Allah pertama kali dalam bentuk hukum-hukum umum, kata “ditetapkan
pertama kali” mengandung arti bahwa pada mulanya pembuat hukum bermaksud
menetapkan hukum taklifi kepada hamba. Hukum ini tidak didahului oleh hukum
yang lain , seandainya ada hukum yang lain yang mendahului maka hukum itu tentu
di-nasakh dengan hukum yang dating belakangan. Dengan demikian, hukum `azimah ini
berlaku sebagai hukum pemula dan sebagai pengantar kepada kemaslahatan yang
bersifat umum.
e. Batal; yaitu tidak
berbekasnya suatu perbuatan bagi si pelaku dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat kelak, arti batal dalam ibadat adalah bahwa ibadat itu belum memadai
dan belum melepaskan tanggung jawab serta belum menggugurkan kewajiban.
f. Rukhsah; yaitu hukum yang
berlaku berdasarkan suatu dalil menyalahi dalil yang ada karena adanya `uzur.
5.
Taklifi, haram,
wajib, sunah, makruh dan jaiz, dan perbedaan wadh’i dan taklifi
Hukum taklifi
adalah ketentuan-ketentuan Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf baik
perintah, larangan ataupun kebebasan untuk melakukan atau meninggalkan.
Ø
Pembagian hukum taklifi
a.
Tahrim
Tahrim adalah
tuntutan untuk meninggalkan perbuatan dengan tuntutan yang tegas. Efek dari
tuntutan tersebut disebut hurmah dan perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan
disebut haram
b.
Ijab
Efek dari
khitab ini disebut wujub dan perbuatan yang dituntut untuk dikerjakan disebut
wajib. Jadi, ketika melihat firman dari sisi hakim atau syari’nya maka itu
adalah ijab. Dan dilihat dari sisi manusia yang melaksanakan perbuatan maka itu
wajib.
c.
Mandub
Mandub adalah
Perbuatan yang dilakukan oleh Mukallaf berpahala dan jika ditinggalkan tidak
mendapat siksa.
d.
Karahah
Larangan untuk
meninggalkan perbuatan dengan larangan yang tidak tegas. Efek dari Larangan
tersebut disebut karahah dan perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan disebut
dengan makruh.
e.
Mubah
Mubah adalah mengerjakannya atau meninggalkannya sama saja, dikerjakan
tidak dapat fahala dan ditinggalkan juga tidak dapat siksa.
Ø Perbedaan
hukum wadh`I dan taklifi
Hukum taklifi
adalah hukum yang mengandung perintah, larangan atau pilihan antara keduanya
bagi seorang mukallaf.
Sedangkan
Hukum wadhi’ tidak mengandung ketiga unsur yang ada dalam hukum taklifi. Hukum
wadh’i hanya penjelasan hubungan suatu peristiwa dengan hukum taklifi baik
berupa sebab, syarat ataupun mani’ sehingga mukallaf mengetahui kapan
ditetapkannya hukum syara’ dan kapan pula berakhirnya.
Misalnya, hukum taklifi menjelaskan bahwa shalat wajib dilaksanakan umat
Islam, dan hukum wadh’i menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir di tengah
hari menjadi sebab bagi wajibnya seorang mukallaf menunaikan shalat zuhur.
Perbuatan dalam hukum taklifi adalah perbuatan yang mampu untuk
dilaksanakan atau ditinggalkan, dengan kata lain perbuatan dalam hukum taklifi
selalu berada dalam batas kemampuan seorang mukallaf, karena tujuan dari taklif
adalah terlaksananya perbuatan tersebut.
6.
Peranan ushul
fiqh dalam melahirkan hukum islam.
Ushul fiqh
sangan berperan dalam melahirkan hukum-hukum islam, karena ushul merupakan
central kaidah yang senantiasa digunakan untuk memahami nash-nash syarak dan
hukum yang terkandung di dalamnya. Maka dengan kaidah itulah para ulama telah
berhasil merumuskan hukum dan telah menjabar secara rinci dalam kitab fiqh.
7.
Qidah fiqh dan qaidah ushul fiqh dan qawaid ushul fiqh serta contohnya
masing-masing
a. Pengertiannya
Qidah ushul fiqh adalah qaidah-qaidah yang membahas masalah ushul fiqh
untuk menemukan hukum dari dalil nash syar’i yang tafsili.
Sedangkan qaidah fiqh adalah kaidah-kaidah umum yang meliputi seluruh
cabang masalah-masalah fiqh yang menjadi pedoman untuk menetapkan hukum setiap
peristiwa fiqh baik yang telah ditunjuk nash yang sharih maupun yang belum ada
nashnya sama sekali
b.
Contohnya masing-masing
Contoh dari kaidah ushul,”
Salah satu contoh adalah kaidah
yang berkaitan dengan amar :
الاصل فى الامر للوجوب ولا تدل على غيره إلا بقر
ينة
“Pada ashalnya
amar itu menunjukkan arti wajib dan tidak menunjukkan kepada arti selain wajib
kecuali terdapat qarinahnya.
Contoh kaidah nahi
الاصل فى النهي للتحر يم
“asal dari
pada larangan yaitu haram “.
Contoh kaidah fiqh
العادة محكمة
“Adat
kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum”.
اذا ضاق الامر اتسع واذا اتسع الامر
ضاق
“Apabila suatu
perkara itu sempit maka hukumnya menjadi luas, sebaliknya jika suatu perkara
itu luas maka hukumnya menjadi sempit”.
Materi Fiqh
Modern
1.
Fiqh modern, pengertian fiqh modern, beda dengan fiqh klasik (masa lalu) batasnya
serta ciri-cirinya
Masalah fiqh modern atau disebut juga fiqh
kontemporer adalah suatu bidang kajian yang membicarakan perihal
persoalan-persoalan Hukum Islam Ijtihadiyah yang secara nyata muncul pada
dewasa ini dengan menerapkan metode istimbat hukum dan analisa ilmiah serta
pendekatan yang tepat dan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan kemaslahatan
manusia dunia-akhirat. Seiring dengan perkembangan zaman,
persoalan-persoalan fiqh yang berkembang dan tentu memerlukan jawaban untuk
kepentingan kini dan yang akan datang.Telah banyak produk-produk pemikiran
cerdas dalam bidang fiqh yang diformulasikan para fugaha, namun perlu dievaluasi
secara berkelanjutan agar tidak kehilangan relansinya.
a.
Perbedaannya dengan fiqh klasik
Dalam epistomologi keilmuan Islam klasik, Fiqih sebagi salah satu cabang
keilmuan dalam Islam seakan topik bahasan yang tidak ada habisnya, topik-topik
keilmuan fiqih pada zaman klasik dianggap sebagai (mahadewa) yang tiada
tandingannya. Konsepsi tentang fiqih yang dianggap sebagai (Undang-Undang
Ketiga) dan yang berkuasa mengatur kehidupan umat Islam seakan menyamai
popularitas dari (Teologi Kalam) yang pernah ada dan mensejarah dalam kazanah
keilmuan Islam. Fiqih klasik yang diplot menjadi produk ilmu hukum Islam yang
mengatur pelaksanaan ibada-ibadah ritual, yang menguraikan tentang detail
perilaku Muslim dan kaitannya dengan lima prinsip pokok (wajib, sunnah, haram,
makruh, mubah), serta yang membahas tentang hukum-hukum kemasyarakat
(muamalat), sampai saat ini dirasa oleh sebagian kalangan sebagai ilmu yang
sempurna, dan seakan tidak akan pernah tergoyahkan dan bahkan tidak sedikit
dari berbagai kalangan tersebut melestarikan tadisi fiqih yang menjadi produk
keilmuan pada masa lalu.
b.
Batasan dan ciri-cirinya
Kajian fiqih modern tersebut dapat di
kategorikan ke dalam beberapa aspek:
1) Aspek hokum
keluarga, seperti: pembagian harta waris, akad via telepon, perwakafan, nikah
hamil, KB, dll.
2)
Aspek ekonomi, seperti: Sistem
bungan dala bank, zakat mal dalam perpajakan, kredit dan arisan, zakat profesi,
asuransi, dll.
3)
Aspek pidana, seperti: Hukum potong
tangan, hokum pidana islam dalam sistem nasional,dll
4)
Aspek kewanitaan, seperti: busana
muslimah (jilbab), wanita karir, kepemimpinan wanita, dll.
5)
Aspek medis, seperti: pencakokan
bagian organ tubuh, pembedaha mayat, kontasepsi mantap, rekayasa genetika,
pemilihan jenis kelamin, ramalan genetika, konseling genetika, perubahan
genetika, revolusi biologik, cloning, percobaan dengan tububh manusia,
penyeberang jenis kelamin dari pria ke waniat atau sebaliknya, kornea mata,
bayi tabung, bank susu, bank darah, bank sperma, vasektomi dan tubektomi dalam
aneak variasinya, transfuse darah, insemniasi sperma manusia denag hewan, dll.
6)
Aspek teknologi, seperti:
penyembelihan hewan secara mekanis, seruan azan atau basmalah dengan kaset,
makmum kepada radio atau televise, memberi salam dengan bel, penggunaan hisab
dengan meninggalkan rykyat, dll.
7)
Aspek politik (kenegaraan) yakni
tentang perdebatan sekitar istilah ‘negara islam’ proses pemilhan pemimpin,
loyalitas kepada penguasa, dsb
8)
Aspek yang berkaitan dengan
pelaksanaan ibadah, seperti,; tabungan haji, tayamum dengan selain tanah
(debu), ibadah qurban debgan uang, menahan haid karena demi ibadah haji, dan
lian-lain.
2.
Konsep fitrah, rasional, sistematis, praktis
Secara
etimologi, fitrah berasal dari kata “al-fathr” yang berarti “belahan”, dan dari makna lahir makna-makna lain adalah
“penciptaan” atau “kejadian”. Ibnu Abbas memahaminya dengan arti, “”saya yang
membuatnya pertama kali.” Dari pemahaman itu sehingga Ibnu Abbas menggunakan
kata fitrah untuk penciptaan atau kejadian sejak awal. Sehingga Fitrah manusia adalah kejadiannya sejak awal
atau bawaan sejak lahir.
a.
Rasional
Secara
sederhana, yang dimaksud pembenaran “rasional” adalah ada manfaatnya. Aturan
yang ada dalam Islam pasti mengandung manfaat. Dengan konsep ini, ramailah orang
mencari-cari apa manfaat dari suatu perintah atau larangan Allah. Fenomena dari
pendapat ini bisa kita lihat dari ramainya buku tentang manfaat shalat, wudhu,
shaum ditinjau dari berbagai segi seperti kesehatan atau psikologis.
b.
Sistematis
Islam adalah
agama pamungkas dan agama paling sempurna yang pernah diturunkan untuk manusia.
Karena itu, kita, pada setiap ranah kehidupan manusia, baik personal atau pun
sosial, mengharapkan adanya sikap yang dapat ditunjukkan dan dijadikan panduan
dari agama ini. Teori pemikiran sistematis Islam adalah sebuah teori moderat
tentang inklusifitas agama Islam.Teori pemikiran sistematis dalam Islam adalah
sebuah teori moderat yang dikemukakan dalam rangka menunjukkan berbagai sistem
islami.
c.
Praktis
Islam itu
sangat praktis artinya segala hukum sudah disajikan di dalam al-quran dan
hadist yang menjadi sumber ajaran.
3.
Pemahaman
konsep rezeki. Bahagia, celaka, dan
maut dalam islam
Rizki adalah
bahasan yang sangat menarik. Selain karena menjadi kebutuhan hidup di dunia,
rizki juga satu bentuk karunia Allah Subhanahu Wata’ala kepada manusia, baik
yang beriman maupun yang kufur. Dan, karena itu, setiap jiwa telah dipastikan
rizkinya sejak di dalam kandungan. Namun demikian, tidak berarti rizki itu bisa
hadir tanpa upaya. Harus ada upaya untuk mendapatkannya. Dan, yang paling
penting dari upaya tersebut adalah caranya. Apakah sesuai dengan syariat Islam
atau justru menghalalkan segala cara.
a.
Bahagia
Manusia pasti
ingin hidup bahagia, damai, dan sejahtera. Ada yang bekerja keras untuk
menghimpun harta, dan menyangka bahwa pada harta yang berlimpah itu terdapat
kebahagiaan. Ada yang mengejar kebahagiaan pada tahta dan kekuasaan. Beragam
cara dia lakukan untuk merebutnya. Menurutnya kekuasaan identik dengan
kebahagiaan dan kenikmatan dalam hidup, dengan kekuasaan seseorang dapat
berbuat banyak. Orang sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan. Orang
miskin menyangka, bahagia terletak pada harta kekayaan.
b.
Celaka
Dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad karangan Imam Nawawi Al-Bantani
disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tanda orang celaka ada empat yaitu
: pertama, melupakan dosa-dosa masa lalu padahal semuanya tercatat dengan rapi
di sisi Allah. Kedua, mengenang kebaikan di masa lalu padahal
belum diketahui diterima Allah atau tidak.
Ketiga, Dalam urusan dunia selalu memandang ke yang lebih atas. Keempat,
dalam urusan agama selalu memandang ke yang lebih rendah.
c.
Maut
Kematian akan
menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya nyawa manusia akan diawali dengan
detik-detik menegangkan lagi menyakitkan. Peristiwa ini dikenal sebagai
sakaratul maut. Ibnu Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin
Aus Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Kematian adalah kengerian yang paling
dahsyat di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih
menyakitkan dari goresan gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di
bejana. Seandainya ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk
dunia tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman
dengan hidupnya dan tidak nyenyak dalam tidurnya.
4.
Masail
fiqhiyah, pengertian, anak
angkat, wanita karir, bayi tabong, anak hasil inseminasi, pencangkokan organ
tubuh, KB, ‘azzal, jimak
a.
Pengertian masail fiqh
Masail
Fiqhiyah terurai dari kata mas’alah dalam bentuk mufrad yang dijamakkan dan
dirangkaikan dengan kata fiqh. Fiqh secara bahasa adalah pemahaman/ faham
sedangkan menurut istilah “ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at dalam
bentuk amaliah (perbuatan mukallaf) yang diambil dari dalilnya secara
terperinci”.
Masail
fiqhiyah adalah persoalan-persoalan yang muncul pada konteks kekinian sebagai
refleksi komplekitas problematika pada suatu tempat, kondisi dan waktu. Dan
persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu, karena adanya
perbedaan situasi yang melingkupinya.
masail merupakan bentuk jamak
taksir dari kata mas’alah yang artinya perkara/ masalah (persoalan). Fiqhiyyah
dari kata fiqh yang artinya pemahaman yang mendalam tentang hukum-hukum Islam.
Jadi masail
fiqhiyah berarti persoalan hukum islam yang selalu dihadapi oleh umat Islam
sehingga mereka beraktifitas dalam sehari-hari selalu bersikap dan berperilaku
sesuai dengan tuntunan Islam.
b.
Anak angkat
Allah
Ta’ala menghapuskan kebolehan adopsi
anak yang dilakukan di jaman Jahiliyah dan awal Islam, maka status anak angkat
dalam Islam berbeda dengan anak kandung dalam semua ketentuan dan hukumnya.
Untuk dapat
mengangkat anak melalui Lembaga Pengasuhan Anak, orang tersebut harus memenuhi
beberapa persyaratan (Pasal 32 Permensos No. 110/2009) sebagai berikut:
1) Sehat jasmani
dan rohani baik secara fisik maupun mental mampu untuk mengasuh CAA;
2)
Berumur paling rendah 30 (tiga
puluh ) tahun dan paling tinggi 55 (limapuluh lima) tahun.
3)
Beragama sama dengan agama calon
anak angkat.
4)
Berkelakuan baik dan tidak pernah
dihukum karena melakukan tindak kejahatan.
5)
Tidak atau belum mempunyai anak
atau hanya memiliki satu orang anak;
6)
Dalam keadaan mampu secara ekonomi
dan social.
7)
Memperoleh persetujuan anak, bagi
anak yang telah mampu menyampaikan pendapatnya dan izin tertulis dari orang
tua/wali anak;
8)
Membuat pernyataan tertulis bahwa
pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan
perlindungan anak.
9)
Adanya laporan sosial dari Pekerja
Sosial Instansi Sosial Provinsi.
10) Telah mengasuh
calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan,sejak izin pengasuhan diberikan.
11) Memperoleh
izin pengangkatan anak dari Menteri Sosial untuk ditetapkan dipengadilan.
c.
Wanita karir
Islam sudah
menetapkan ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan. Semuanya tercantum
dalam kitab suci Alquran, hadis, maupun fatwa ulama, agar menjadi tuntunan. Ada
tiga pendapat dari para ulama serta cendekiawan yang mewarnai pembahasan
seputar wanita karier. Pertama, mereka yang membolehkan wanita bekerja tanpa
syarat apapun. Kedua, tidak membolehkan sama sekali, dan ketiga, membolehkan
tapi dengan syarat-syarat tertentu.
d.
Bayi tabung
Apabila islam
melindungi nasab dengan mengharamkan zina dan adopsi, maka islam juga
mengharamkan “inseminasi buatan” (pembuahan atua prnghamilan yang dilakukan
dengan memasukkan sperma kedalam alat kelamin wanita, yang sering disebut bayi
tabung)apabila inseminasi itu bukan dengan sperma suami.
e.
Pencangkokan organ tubuh
1)
Hukum Transplantasi Organ Tubuh
Donor Dalam Keadaan Sehat
Apabila
transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup
sehat, maka hukumnya ‘Haram’, dengan alas an; firman allah dalam al quran surah
al baqarah ayat 195 :
“Dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan”.
2)
Hukum transplantasi organ tubuh
donor dalam keadaan koma
Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan koma, hukumnya
tetap haram, walaupun menurut dokter, bahwa si donor itu akan segera meninggal,
karena hal itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Allah, hal
tersebut dapat dikatakan ‘euthanasia’ atau mempercepat kematian. Tidaklah
berperasaan/bermoral melakukan transplantasi atau mengambil organ tubuh dalam
keadaan sekarat. Orang yang sehat seharusnya berusaha untuk menyembuhkan orang
yang sedang koma tersebut, meskipun menurut dokter, bahwa orang yang sudah koma
tersebut sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Sebab ada juga orang yang
dapat sembuh kembali walau itu hanya sebagian kecil, padahal menurut medis,
pasien tersebut sudah tidak ada harapan untuk hidup.
3)
hukum transplantasi organ tubuh
donor dalam keadaan meninggal
Mengambil organ
tubuh donor (jantung, mata atau ginjal) yang sudah meninggal secara yuridis dan
medis, hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandangan Islam dengan syarat
bahwa :
Resipien (penerima sumbangan organ
tubuh) dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya bila tidak dilakukan
transplantasi itu, sedangkan ia sudah berobat secara optimal baik medis maupun
non medis, tetapi tidak berhasil. Hal ini berdasarkan qaidah fiqhiyyah “Darurat
akan membolehkan yang diharamkan”. Juga berdasarkan qaidah fiqhiyyah “Bahaya itu harus dihilangkan”. Juga
pencangkokan cocok dengan organ resipien dan tidak akan menimbulkan komplikasi
penyakit yang lebih gawat baginya dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Disamping itu
harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya, untuk menyumbangkan organ
tubuhnya bila ia meninggal, atau ada izin dari ahli warisnya.
Demikian ini sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 29 Juni
1987, bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka
pengambilan katup jantung orang yang telah meninggal untuk kepentingan orang
yang masih hidup, dapat dibenarkan oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari
yang bersangkutan (lewat wasiat sewaktu masih hidup) dan izin keluarga/ahli
waris.
f.
KB
Islam sangat
menyukai banyak keturunan dan memberkati setiap anak, akan tetapi seorang
muslim diberi kemurahan untuk melakukan KB apabila terdapat hal-hal rasional
yang dapat mendorongnya dan terdapat alssan yang kuat. Diantara alsan yang
membolehkan KB adalah:
1) Karena takut
akan keselamatan si ibu pada waktu mengandung dan melahirkan.
2)
Karena khawatir terjatuh ke dalam
kesulitan duniawi.
3)
Khawtir terhadap kesehatan dan
pendidikan anak
4)
Khawatir terhadap wanita yang menyusui
dan apbila dia hamil lagi dan melahirkan anak yang baru.
g.
`azzal
Azal adalah
menumpahkan sperma diluar rahim ketika terasa akan keluar, juga merupakan suatu
cara yang peling populer pada masa rasul untuk mencegah atau mengtur kehamilan.
h.
Jimak
Berhubungan
seksual adalah fitrah insaniyah, seorang laki-laki berhasrat kepada wanita itu
sangat wajar dan normal. Agam juga telah
mengatur, seoarang laki-laki hanya boleh menggauli isterinya di organ yang
sudah ditetapkan yaitu vagina.
Rasululah memberikan tuntunan yang
indah dalam persoalan hubungan seks.
1) Menyiapkan
fisik dan mental
2)
Berwudhu
3)
Berdoa
4)
Melakukan pemanasan, cumbu rayu
5)
Menutup badan dengan selimut
6)
Tidak tergesa-gesa
7)
Mandi wajib jika telah selesai
5.
Hal-hal yang
berhubungan dengan masail fiqhiyah
Kajian masail
dapat di kategorikan ke dalam beberapa aspek:
a. Aspek hokum
keluarga, seperti: pembagian harta waris, akad via telepon, perwakafan, nikah
hamil, KB, dll.
b.
Aspek ekonomi, seperti: Sistem
bungan dala bank, zakat mal dalam perpajakan, kredit dan arisan, zakat profesi,
asuransi, dll
c.
Aspek pidana, seperti: Hukum potong
tangan, hokum pidana islam dalam sistem nasional,dll.
d.
Aspek kewanitaan, seperti: busana
muslimah (jilbab), wanita karir, kepemimpinan wanita, dll.
e.
Aspek medis, seperti: pencakokan
bagian organ tubuh, pembedaha mayat, kontasepsi mantap, rekayasa genetika,
pemilihan jenis kelamin, ramalan genetika, konseling genetika, perubahan
genetika, revolusi biologik, cloning, percobaan dengan tububh manusia,
penyeberang jenis kelamin dari pria ke waniat atau sebaliknya, kornea mata,
bayi tabung, bank susu, bank darah, bank sperma, vasektomi dan tubektomi dalam
aneak variasinya, transfuse darah, insemniasi sperma manusia denag hewan, dll.
f.
Aspek teknologi, seperti:
penyembelihan hewan secara mekanis, seruan azan atau basmalah dengan kaset,
makmum kepada radio atau televise, memberi salam dengan bel, penggunaan hisab
dengan meninggalkan rykyat, dll
g.
Aspek politik (kenegaraan) yakni
tentang perdebatan sekitar istilah ‘negara islam’ proses pemilhan pemimpin,
loyalitas kepada penguasa, dsb.
h.
Aspek yang berkaitan dengan
pelaksanaan ibadah, seperti,; tabungan haji, tayamum dengan selain tanah
(debu), ibadah qurban debgan uang, menahan haid karena demi ibadah haji, dan
lian-lain.
No comments:
Post a Comment