Saturday, April 18, 2015

MATERI FIQ USUL FIQ DAN FIQ MUQARRAN

Materi Fiqh
1.        Pengertian fiqh, objek, sejarah, pertumbuhan dan perkembangannya.
a.       Pengertian Fiqh
Fiqh secara etimologi adalah faham yang mendalam, sedangkan secara istilah adalah ilmu tentang hukum-hukum Syar`i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili. Atau bisa dikatakan sebagai hasil hukum.
b.      Objek kajian Fiqh
Objek kajian fiqh dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1)      Fiqh itu adalah tentang hukum Allah
2)      Yang dibicarakan adalah yang bersifat amaliah furu`iyah
3)      Pengetahuan tentang hukum Allah itu didasarkan kepada dalil tafsili
4)      Fiqh itu digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang mujtahid atau faqih
c.       Sejarah pertumbuhan dan perkembangannya
1)      Fiqh pada masa nabi
Suatu hal yang nyata terjadi adalah bahwa nabi telah berbuat sehubungan  dengan turunnya ayat-ayat Al-Quran yang mengandung hukum (ayat-ayat hukum). Tidak semua ayat hukum itu memberikan penjelasan yang mudah difahami untuk keudian dilaksanakan secara praktis sesuai dengan kehendak Allah.
2)      Fiqh Pada masa sahabat
Setelah wafatnya Nabi saw, maka sempurnalah turunnya ayat-ayat Al-Quran dan sunnah Nabi, juga dengan sendirinya sudah terhenti. Kemudian terjadi perubahan yang besar sekali dalam kehidupan masyarakat, karena telah meluasnya wilayah islam dan semakin kompleknya kehidupan umat. Ada tiga hal pokok yang berkembang waktu itu sehubungan dengan hukum. Pertama, begitu banyaknya muncul kejadian baru yang membutuhkan jawaban hukum yang secara lahiriah tidak dapat ditemukan jawabannya dalam Al-Quran maupun penjelasan dari sunnah. Kedua, timbulnya masalah-masalah yang secara lahir telah diatur ketentuan hukumnya dalam Al-Quran maupun sunnah Nabi, namun ketentuan itu dalam keadaan tertentu  sulit untuk diterapkan dan menghendaki  pemahaman baru agar relevan dengan perkembangan dan persoalan yang dihadapi. Ketiga, dalam Al-Quran ditemukan penjelasan terhadap suatu kejadian secara jelas dan terpisah. Bila hal tersebut berlaku dalam kejadian tertentu, para sahabat menemukan kesulitan dalam menerapkan dalil-dalil yang ada.
3)      Fiqh pada masa imam mujtahid
Bila pada masa Nabi sumber fiqh adalah Al-Quran, maka pada masa sahabat dikembangkan dengan dijadikannya petunjuk Nabi dan ijtihad sebagai sumber penerapan fiqh. Sesudah masa sahabat, penetapan fiqh dengan mengan menggunakan  sunnah dan ijtihad ini sudah begitu berkembang dan meluas, dalam kadar penerimaan dua sumber itu telihat ada kecendrungan mengarah pada dua bentuk. Pertama, dalam mentapkan hasil lebih banyak menggunakan hadist nabi dibandingkan dengan menggunakan ijtihad, meskipun keduanya tetap dijadiak sumber.  Kelompok yang menggunakan cara ini bias disebut “ahlul al-hadist” . kedua, dalam menetapkan fiqh lebih banyak menggunakan sumber ra`yu atau ijtihad ketimbang hadist, meskipun hadist  banyak juga digunakan, kelompok ini disebut”ahlul ra`yu”.
4)      Fiqh dalam periode taqlid
Akhir dari masa gemilang ijtihad pada periode imam mujtahid ditandai dengan telah tersusun secara rapi dan sistematis kitab-kitab fiqh sesuai dengan aliran berfikir mazhab masing-masing. Dari satu segi, pembukuan fiqh ini ada dampak positifnya yaitu kemudahan bagi umat islam dalam beramal, karena semua masalah agama telah dapat mereka temukan jawabannya dalam kitab fiqh yang ditulis para imam mujtahid sebelumnya. Tapi dari sisi lain, terdaapat dampak negatifnya yaitu terhentinya daya ijtihad, karena orang tidak merasa perlu lagi berfikir tentang hukum, sebab semuanya sedah ada jawabannya. Kegiatan ijtihad pada masa ini terhenti pada usaha pengembangan, pensyarahan dan perincian kitab fiqh dari imam mujtahid yang ada, dan tidak muncul lagi pendapat atau pemikiran baru.
5)      Reformulasi fiqh islam
Dalam satu segi, umat islam menginginkan kembali kehidupannya diatur oleh hukum Allah, tetapi dari segi lain, kitab-kitab fiqh yang ada pada waktu ini yang merupakan formulasi resmi dari hukum syara` belum sepenuhnya memenuhi keinginan umat islam. Oleh karena kondisi sekarang yang sudah jauh berbeda dengan kondisi ulama mujtahid ketika mereka memformulasikan kitab fiqh itu.



2.        Hadast, pembagian hadas, penyebab hadas besar, kecil, cara menghilangkannya
a.       Pengertian Hadas
Arti hadast menurut bahasa berasal dari kata hadasa yang berarti suatu peristiwa, sedangkan menurut istilah syara` adalah suatu keadaan tidak suci pada diri seseoarang sehingga tidak sah atau dilarang melakukan ibadah tertentu.
b.      Pembagian Hadas
Dalam hukum islam hadast dibagi menjadi dua yaitu:
1)      Hadast kecil
Hadast kecil adalah suatu keadaan tidak suci pada diri seseorang sampai ia melakukan wudhu atau tayamum karena alasan yang diperbolehkan  syarak.
2)      Hadast besar
Hadast besar adalah suatu keadaan tidak suci pada diri sesorang sehingga menghalanginya untuk melakukan ibadah, sampai ia suci dengan melakukan mandi wajib atau tayamum untuk diperbolehkannya ibadah.
c.       Penyebab Hadas Besar dan Kecil
Adapun keadaan tidak suci dari hadas besar disebabkan oleh beberapa hal:
ü  Hubungan suami istri
ü  Keluar mani
ü  Meninggal dunia (bukan syahid)
ü  Menstruasi (haid)
ü  Nifas
ü  Wiladah
Adapun keadaan tidak suci dari hadast kecil disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
ü  Keluar suatu dari kubul dan dubur
ü  Hilang akal
ü  Bersentuh kulit laki dan wanita yang halal nikah
ü  Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan
d.      Cara menghilangkannya
Maka cara bersuci dari hadast kecil adalah dengan berwudhu atau tayamum untuk diperbolehkannya melakukan ibadah, dan cara bersuci dari hadast yang besar adalah dengan mandi atau tayamum  untuk diperbolehkannya melakukan ibadah.
3.        Bersuci, hukum air, pembagian air, cara bersuci dari hadas besar dan kecil, lafaz niat bersuci
Thaharah artinya bersuci, menurut istilah adalah suci dari hadast dan najis.
a.       Hukum air
Air yang dapat dipakai untuk bersuci adalah air yang bersih (suci lagi menyucikan) yaitu air yang turun dari langit atau yang keluar dari bumi yang belum dipakai untuk bersuci.
1)      Pembagian air
2)      Air mutlak
3)      Air suci tiada menyucikan
4)      Air musta’mal
5)      Air musyammas
6)      Air mutanajjis
Air yang suci lagi menyucikan (muthlaq) ialah:
1)      Air hujan
2)      Air sumur
3)      Air laut
4)      Air sungai
5)      Air embun
6)      Air salju
7)      Air telaga
b.      Cara bersuci dari hadast besar /kecil
Maka cara bersuci dari hadast kecil adalah dengan berwudhu atau tayamum untuk diperbolehkannya melakukan ibadah, dan cara bersuci dari hadast yang besar adalah dengan mandi atau tayamum  untuk diperbolehkannya melakukan ibadah.
7)      Lafaz niat bersuci
Lafaz niat bersuci dari hadast kecil : “Nawaitul Wudhu`A Li Raf`Il Hadastsil Ashghari Fardhal Lillahi Ta`Ala”. Artinya, aku niat berwudhu untuk menghilanhkan hadast kecil, fardhu karena allah ta`ala
Lafaz niat bersuci dari hadast besar: “Nawaitul Ghusla Li Raf`il Hadastsil Akbari `An Jami`Il Badani Fardhal Lillahi Ta`ala”. Artinya, aku niat mandi untuk menghilangkan hadast yang besar, fardhu karena allah ta`ala.
4.        Wudhu, tata cara wudhu, lafaz dan niat berwudhu’, wajib, sunat, yang membatalkan wudhu’, dan hal-hal yang berkaitan dengan wudhu’.
Wudhu menurut bahasa adalah bersih dan indah, sedangkan menurut istilah syarak adalah membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadast kecil.
a.       Tatacara berwudhu
1)      Membaca basmalah, sambil mencuci kedua tangan sampai pergelangan tangan
2)      Berkumur-kumur tiga kali
3)      Mencuci lubang hidung tiga kali
4)      Mencuci muka seraya niat mengangkatkan hadast kecil
5)      Mencuci kedua tangan hingga kedua siku
6)      Menyapu sebagian kepala
7)      Menyapu telinga
8)      Mencuci kaki hingga kedua mata kaki
b.      Lafaz dan niat berwudhu
“Nawaitul Wudhu`A Li Raf`Il Hadastsil Ashghari Fardhal Lillahi Ta`Ala”. Artinya, aku niat berwudhu untuk menghilanhkan hadast kecil, fardhu karena allah ta`ala.
c.       Yang membatalkan wudhu
1)      Keluar suatu dari kubul dan dubur
2)      Hilang akal
3)      Bersentuh kulit laki dan wanita yang halal nikah
4)      Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan
5.        Tayamum, syarat tayamum, membatalkannya, perbedaan pakai air dan tayamum
Tayamum ialah mengusap muka dan kedua belah tangan dengan debu yang suci.
a.       Syarat tayamum
1)      Tidak boleh ada air
2)      Berhalangan menggunakan air
3)      Telah masuk waktu shalat
4)      Dengan debu yang suci
b.      Yang membatalkan tayamum
1)      Segala yang membatalkan wudhu itu membatalkan tayamum
2)      Melihat air sebalum shalat
3)      Murtad (keluar dari islam)
c.       Perbedaan pakai air dan tayamum
Dengan menggunakan air lebih baik dan lebih bersih
6.        Rukun iman, rukun islam, rukun syahadat, syarat syahadat
a.       Rukun iman
1)      Percaya kepada Allah
2)      Percaya kepada Malaikat
3)      Percaya kepada Kitab
4)      Percaya kepada Rasul
5)      Percaya kepada Hari kiamat
6)      Percaya kepada Qadha dan qadar
b.      Rukun islam
1)      Mengucap dua kalimah syahadat
2)      Shalat lima waktu sehari semalam
3)      Membayar Zakat
4)      Puasa di bulan ramadhan
5)      Naik haji bagi yang kuasa
c.       Rukun syahadat
1)      Mengistbatkan dzat Allah
2)      Mengistbatkan sifat Allah
3)      Mengistbatkan af`al Allah
4)      Mengistbatkan kebenaran Rasul saw
d.      Syarat syahadat
1)      Mengetahui
2)      Mengikrarkan
3)      Mentashdikkan
4)      Mengamalkan
7.        Dua Kalimah Syahadat, pembagian, membatalkan syahadat, pembagian syahadat
a.       Pembagian Syahadat
Syahadat dibagi menjdi dua:
1)      Syahadat tauhid; “ASYHADU ANLA  ILAHA ILLA ALLAH” aku bersaksi dengan yakin bahwa tiada Tuhan melainkan Allah
2)      Syahadat rasul;”WA ASYHADU ANNA MUHAMMAD RASUL ALLAH” dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah
b.      Yang Membatalkan Syahadat
1)      Menduakan Allah
2)      Syak hati akan Allah
3)      Menyangkal diri dari pada ciptaan Allah
4)      Tiada mengistbatkan
8.        Shalat, pengertiannya, niat shalat, syarat, rukun, sunat dalam shalat (Ab’ad (sunat muakat), Haiat (sunat ghairu muakad), makruh dan batal shalat
a.       Pengertian shalat
Shalat berasal dari bahasa Arab As-Shalah, shalat menurut Bahasa (Etimologi) berarti Do'a dan secara terminology/istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan. Adapun scara hakikinya ialah” berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya”atau” mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya. Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’.
b.      Lafaz niat shalat
Dzuhur; Ushalli Fardzal Dzuhri Arba`A Raka`Atin Mustaqbilal Qiblati Fardhal Lillahi Ta`Ala
Artinya ; sengaja aku niat shalat fardhu dzuhur empat raka`at kmenghadap kiblat karena allah ta`ala
c.       Syarat shalat
Syarat Wajib Shalat
1)      Islam
2)      Baligh
3)      Berakal
4)      Suci dari haid dan nifas.
Syarat Sah Shalat
1)      Suci dari dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
2)      Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.
3)      Menutup aurat. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut dan aurat perempuan adalah seluruh badannya kecuali muka dan tepak telangan.
4)      Telah masuk waktu sholat, artinya tidak sah bila dikerjakan belum masuk waktu shalat atau telah habis waktunya.
5)      Menghadap kiblat.
d.      Rukun shalat
1)      Niat
2)      Berdiri bagi yang mampu
3)      Takbiratul Ihram.
4)      Membaca Surat Al-Fatihah.
5)      Ruku’ dan thuma’ninah.
6)      I’tidal dengan thuma’ninah.
7)      Sujud dua kali dengan thuma’ninah
8)      Duduk di antara dua sujud dengan thuma’ninah
9)      Duduk yang terakhir.
10)  Membaca tasyahud pada waktu duduk akhir.
11)  Membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAZ
12)  Mengucapkan salam
13)  Tertib.
e.       Sunat (ab`adh dan haiah)
Sunnah ab’adh, yaitu amalan sunnah yang apabila tertinggal/tidak dikerjakan maka harus diganti dengan sujud sahwi. Sunnah ab’adh ada 6 macam :
1)      Duduk tasyahud awal
2)      Membaca tasyahud awal
3)      Membaca do’a qunut pada waktu shalat shubuh dan pada akhir sholat witir setelah pertengahan ramadhan.
4)      Berdiri ketika membaca do’a qunut.
5)      Membaca sholawat kepada Nabi pada tasyahud awal.
6)      Membaca shalawat kepada keluarga Nabi pada tasyahud akhir.
Sunnah hai-at, yaitu amalan sunnah yang apabila tertinggal/tidak dikerjakan tidak disunnahkan diganti dengan sujud sahwi. Yang termasuk sunnah hai-at adalah sebagai berikut :
1)      Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram sampai sejajar tinggi ujung jari dengan telinga atau telapak tangan sejajar dengan bahu. Kedua telapak tangan terbuka/terkembang dan dihadapkan ke kiblat.
2)      Meletakkan kedua tangan di antara dada dan pusar, telapak tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri.
3)      Mengarahkan kedua mata ke arah tempat sujud.
4)      Membaca do’a iftitah
5)      Diam sebentar sebelum membaca surat Al-Fatihah.
6)      Membaca ta’awuz sebelum membaca surat Al-Fatihah.
7)      Mengeraskan bacaan surat Al-Fatihah dan surat pada sholat maghrib, isya dan shubuh.
8)      Diam sebentar sebelum membaca “aamiiin” setelah membaca Al-Fatihah.
9)      Membaca “aamiiin” setelah selesai membaca Al-Fatihah.
10)  Membaca surat atau beberapa ayat setelah membaca Al-Fatihah bagi imam maupun bagi yang sholat munfarid pada rakaat pertama dan kedua, baik shalat fardhu maupun sholat sunnah.
11)  Membaca takbir intiqal (penghubung antara rukun yang satu dengan yang lain)
12)  Mengangkat tangan ketika akan ruku, bangun dari ruku’.
13)  Meletakkan kedua telapak tangan dengan jari-kari terkembang di atas lutut ketika ruku’.
14)  Membaca tasbih ketika ruku’, yaitu “subhaana robbiyal ‘azhiimi”, sebagian ulama ada yang menambahkan dengan lafazh “wabihamdih”.
15)  Duduk iftirasyi (bersimpuh) pada semua duduk dalam sholat kecuali pada duduk tasyahud akhir. Cara duduk iftirasyi adalah duduk di atas telapak kaki kiri, dan jari-jari kaki kanan dipanjatkan ke lantai.
16)  Membaca do’a ketka duduk di antara dua sujud.
17)  Meletakkan kedua telapak tangan di atas paha etika duduk iftirasyi maupun tawarruk.
18)  Meregangkan jari-jari tangan kiri dan mengepalkan tangan kanan kecuali jari telunjuk pada duduk iftirasyi tasyahud awal dan duduk tawarruk.
19)  Duduk istirahat sebentar sesudah sujud jedua sebelum berdiri pada rakaat pertama dan ketiga.
20)  Membaca doa pada tasyahud akhir yaitu setelah membaca tasyahud dan sholawat.
21)  Mengucapkan salam yang kedua dan menengok ke kanan pada salam yang pertama dan menengok ke kiri pada salam yang kedua
f.       Makruh dalam shalat
1)      Memejamkan kedua mata
2)      Menoleh tanpa keperluan
3)      Meletakan tangan dilantai ketika sujud
4)      Banyak melakukan kegiatan yang sia-sia.
g.      Yang membatalkan shalat
1)      Meninggalkan salah satu rukun sholat atau memutuskan rukun sebelum sempurna dilakukan.
2)      Tidak memenuhi salah satu dari syarat shalat seperti berhadats, terbuka aurat.
3)      Berbicara dengan sengaja.
4)      Banyak bergerak dengan sengaja.
5)      Makan atau minum.
6)      Menambah rukun fi’li, seperti sujud tiga kali.
7)      Tertawa. Adapun batuk, bersin tidaklah membatalkan sholat.
8)      Mendahului imam sebanyak 2 rukun, khusus bagi makmum
9.        Zakat, syarat, rukun zakat, senif zakat dan mustahik zakat
Zakat berasal dari kata zaka yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh dan berkembang, menurut istilah zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan kepada orang yang berhak menerimanya karena telah memenuhi persyaratan  yang telah ditetapkan.
a.       Syarat zakat
1)      Harta itu dikuasai atau dimiliki secara penuh dari cara-cara yang halal
2)      Harta itu merupakan harta yang berkembang
3)      Telah mencapai nisab (batas minimal harta wajib zakat)
4)      Sampai haul (satu tahun perhitungan)
b.      Harta yang wajib dizakati
1)      Emas dan perak
2)      Pertanian dan buah-buahan
3)      Hewan ternak
4)      Perniagaan
5)      Barang tambang
c.       Senif zakat
1)      Fakir yaitu orang yaang tidak mempunyai harta atau usaha yang dapat menjamin 50% kebutuhan hidupnya untuk sehari-hari
2)      Miskin yaitu orang yang mempunyai harta dan usaha yang dapat menghasilkanlebih dari 50% untuk kebutuhan hidupnya tetapi tidak mencukupi
3)      ’Amil yaitu panitia zakat yang dapat dipercayakan untukmengumpulkan dan membagi-bagikannya kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan hukum Islam
4)      Muallaf yaitu orang yang baru masuk Islam dan belum kuat imannya dan jiwanya perlu dibina agar bertambah kuat imannya supaya dapat meneruskan imannya
5)      Hamba sahaya yaitu yang mempunyai perjanjian akan dimerdekakan oleh tuan nya dengan jalan menebus dirinya
6)      Gharimin yaitu orangyang berhutang untuksesuatu kepentingan yanng bukan maksiat dan ia tidak sanggup untuk melunasinya
7)      Sabilillah yaitu orang yang berjuang dengan suka rela untuk menegakkan agama Allah
8)      Musafir yaitu orang yang kekurangan perbekalan dalam perjalanan dengan maksud baik, seperti menuntut ilmu, menyiarkan agama dan sebagainya
d.      Mustahiq zakat
1)      Orang yang mampu
2)      Sampai hartanya nisab
3)      Sampai hulnya


10.    Puasa, niat puasa, syarat, rukun puasa, membatalkan puasa
Puasa ramadhan hukumnya wajib, berdasarkan al-quran, sunnah dan ijmak. Puasa dalam bahasa arab disebut shaum, yang artinya sama dengan menahan, puasa adalah menahan diri dari makan dan minum serta segala hal yang membatalkannya mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari disertai dengan niat karena Allah dengan syarat dan rukun tertentu.
a.       Lafaz niat puasa
Khusus mengenai niat puasa, maka pelaksanaannya dilakukan pada waktu sebelum fajar, yaitu berniat puasa untuk esok harinya. Lafaz niat puasa : “Nawaitu Shauma Ghadin `An Ada`I Fardhi Ramadhan Lillahi Ta`Ala”. Artinya , aku niat puasa esok hari pada bulan ramadhan karena Allah ta`ala.
b.      Syarat puasa
1)      Islam
2)      Baligh
3)      Berakal
4)      Kuasa melaksanakan puasa
c.       Rukun puasa
1)      Niat
2)      Menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
d.      Yang membatalkan puasa
1)      Makan dengan sengaja
2)      Minum dengan sengaja
3)      Muntah dengan sengaja
4)      Haid (menstruasi)
5)      Nifas
6)      Mengeluarkan mani dengan sengaja
7)      Niat berbuka
8)      Murtad
11.    Haji, syarat, pembagian haji, rukun haji, wajib haji, dam
Kata Haji berasal dari bahasa arab dan mempunyai arti secara bahasa dan istilah. Dari segi bahasa berarti menyengaja, dari segi syar’i haji berarti menyengaja mengunjungi Ka’bah untuk mengerjakan ibadah yang meliputi thawaf, sa’i, wuquf dan ibadah-ibadah lainnya untuk memenuhi perintah Allah SWT dan mengharap keridlaan-Nya dalam masa yang tertentu.
a.       Syarat haji
1)      Islam
2)      Baligh
3)      Berakal sehat
4)      Merdeka
5)      Ada bekalnya beserta tempat nya bila memang butuh tempat.
6)      Ada kendaraannya (kendaraan yang pantas untuk dibeli atau disewa)
7)      Keadaan perjalanan aman (diperkirakan aman akan dirinya, hartanya dan kehormatannya).
b.      Pembagian haji
1)      Haji Tamattu`
Dalam hal ini para Imam Madzhab sepakat bahwa arti Tamattu’ ialah melakukan amalan-amalan umroh terlebih dahulu pada bulan-bulan haji, dan setelah selesai baru melaksanakan amalan-amalan haji.
Empat madzhab : boleh bagi siapa saja baik orang Mekah ataupun non Mekah untuk memilih salah satu diantara tiga bentuk haji, yaitu: Tamattu’, Qiran, dan ifrad. Tidak ada yang dimakruhkan. Hanya Abu Hanifahyang berpendapat: Bagi orang mekah dimakruhkan melakukan Tamattu’ dan  Qiran secara bersamaan
2)      Haji qiran
Haji Qiran ialah melaksanakan Ihram haji dan Umrah secara bersamaan sekaligus. Dalam Hal ini Imam Madzhad sepakat bahwasannya mengartikan Qiran adalah berihram untuk haji dan umrah secara bersamaan, dengan mengatakan “Labbakallohumma Bihajjin wa ‘Umratin”
3)      Haji ifrad
Para Ulama Madzhab dalam hal ini sepakat bahwa arti Ifrad ialah melakukan haji terlebih dahulu, dan setelah selesai dari amalan-amalan haji ia melakukan ihram untuk umrah, dan kemudian melakukan amalan-amalan umrah.
c.       Rukun haji
1)      Ihram yang disertai dengan niat
2)      Wukuf di tanah Arafah
3)      Thawaf di Baitullah (Ka’bah) sebanyak 7 kali putaran
4)      Sa’I antara Shafa dan Marwa sebanyak 7 kali
d.      Wajib haji
Mengenai hukum Hukum Ibadah Haji asal hukumnya adalah wajib ‘ain bagi yang mampu. Melaksanakan haji wajib, yaitu karena memenuhi rukun Islam dan apabila kita “nazar” yaitu seorang yang bernazar untuk haji, maka wajib melaksanakannya, kemudian untuk haji sunat, yaitu dikerjakan pada kesempatan selanjutnya, setelah pernah menunaikan haji wajib. Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk mengerjakan. jumhur Ulama sepakat bahwa mula-mulanya disyari’atkan ibadah haji tersebut pada tahun ke enam Hijrah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah
12.    Munakahat, pinang, nikah, hak suami, hak istri, talak, ruju’, ‘iddah
Munakahat merupakan salah satu rubu` dalam pembahasan fiqh, dimana di dalamnya memuat segala hukum pernikahan.
a.       Meminang
Maksud dari meminang adalah seorang laki-laki meminta kepada perempuan untuk menjadi isterinya, dengan cara yang sudah umum dilakukan di tengah  masyarakat.
b.      Nikah
Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada setiap makhluq-Nya, baik manusia, hewan, maupun tumbu-tumbuhan.
c.       Rukun nikah
1)      adanya kedua mempelai
2)      wali
3)      saksi
4)      mahar
5)      ijab qabul
d.      Hak suami
1)      Suami harus memperlakukan isteri dengan cara yang ma’ruf
2)      Suami harus bersabar dari celaan isteri serta mau memaafkan kekhilafan yang dilakukan olehnya
3)      Suami harus menjaga dan memelihara isteri dari segala sesuatu yang dapat merusak dan mencemarkan kehormatannya
e.       Hak isteri 
1)      Ketaatan isteri kepada suami
2)      Isteri harus banyak bersyukur dan tidak banyak menuntut
3)      Isteri harus berhias dan mempercantik diri untuk suami
4)      Seorang isteri tidak boleh mengungkit-ungkit apa yang pernah ia berikan dari hartanya kepada suaminya maupun keluarganya
5)      Seorang isteri tidak boleh menyakiti suami, baik dengan ucapan maupun perbuatan
6)      Isteri harus dapat berbuat baik kepada kedua orang tua dan kerabat suami.
7)      Isteri harus pandai menjaga rahasia suami dan rahasia rumah tangga. jangan sekali-kali ia menyebarluaskannya
8)      Isteri diperintahkan untuk tinggal di rumah dan mengurus rumah tangga dengan baik
f.       Thalak
Thalak secara bahasa adalah membebaskan seekor binatang, sedangkan menurut istilah cara yang dipergunakan dalam syariah untuk menunjukkan cara yang sah dalam mengakhiri sebuah perkawinan.
g.      Ruju`
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk menurut bahasa artinya kembali (mengembalikan). Adapun yang dimaksud rujuk disini adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu.
Menurut bahasa Arab, kata ruju’ berasal dari kata raja’ a-yarji’ u-rujk’an yang berarti kembali, dan mengembalikan. Sedangkan secara terminology, ruju’ artinya kembalinya seorang suami kepada istrinya yang di talak raj’I, tanpa melalui perkawinan dalam masa ‘iddah. Ada pula para ulama mazhab berpendapat dalam istilah kata ruju’ itu adalah menarik kembali wanita yang di talak dan mempertahankan (ikatan) perkawinannya. Hukumnya, menurut kesepakatan para ulama mazhab, adalah boleh. Menurut para ulama mazhab ruju’ juga tidak membutuhkan wali, mas kawin, dan juga tidak kesediaan istri yang ditalak.
  
h.      `Iddah
Kata `iddah berasal dari bahasa arab yaitu bilangan dan dalam istilah syarak `iddah adalah suatu masa penantian seorang perempuan sebelum kawin lagi setelah kematian suaminya atau diceraikannya.
Macam macam `iddah
ü  Iddah wanita yang masih haid; tiga kali suci dari haid
ü  Iddah wanita yang telah lewat masa haidnya; tiga bulan
ü  Iddah wanita yang kematian suami; empat bulan sepuluh hari
ü  Iddah wanita hamil; sampai melahirkan
ü  Tak ada iddah bagi wanita yang menikah tapi belum dicampuri


Materi Ushul Fiqh
1.        Pengertian ushul fiqh, objek, sejarah, pertumbuhan dan perkembangannya
a.       Pengertian ushul fiqh
Ushul Fiqh ialah, suatu ilmu yang membicarakan berbagai ketentuan dan kaidah yang dapat digunakan dalam menggali dan merumuskan hukum syari'at Islam dari sumbernya
b.      Objek kajian ushul fiqh
1)      Dali-dali atau sumber hukum syara’
2)      Hukum-hukum syara’ yang terkandung dalam dalil
3)      Kaidah-kaidah tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum syara’ dan dalil dari sumbernya.
c.       Pertumbuhan dan perkembangannya
Akibat dari perbedaan-perbedaan pendapat para ulama, timbullah satu pemikiran untuk membuat peraturan peraturan dalam ijtihad dan penetapan hukum, yang pada gilirannya dapat diperoleh pendapat yang benar dan setidak-tidaknya agar dapat memperpendek jarak perbedaan-perbedaan pendapat tersebut. Dan peraturan-peraturan tersebut dikenal sebagai ilmu Ushul Fiqih. Ilmu ini diperkenalkan pada abad ke tiga Hijriah secara sistematis oleh imam Syafi'i rahimahullah yang kemudian dianggap sebagai perintis atau bapak yurisprudensi dalam Islam. Dan berdasar nash pula para mujtahid mengambil 'illat/sebab yang menjadi landasan hukum serta mencari maslahat yang menjadi tujuan hukum/maqashid al syari'ah, sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Qur'an maupun Sunnah Nabi SAW.
Perumusan ushul fiq dilakukan bersamaan dengan perumusan ilmu fiq pada masa sahabat setelah Rasulullah wafat.
2.        Mukallaf, muallaf, dan hal-hal yang berhubungan dengannya.
a.       Pengertian mukallaf
Mukallaf adalah orang muslim yang dikenai kewajiban atau perintah dan menjauhi larangan agama, karena telah dewasa dan berakal dan telah sampai seruan agama.
b.      Hal-hal yang berhubungan dengan mukallaf
1)      Amar Ma`Ruf Nahi Mungkar
2)      Ibadah
3.        Hakim, mahkum bih/fih, dan mahkum ‘alaikum, serta hal-hal yang berhubungan dengannya.
Pembuat hukum syar`I dalam pengertian islam adalah Allah SWT. Dia yang menciptakan manusia di muka bumi, dan Dia pula yang menetapkan aturan-aturan bagi kehidupan manusia,sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Quran surah Al-An`Am ayat 57 “sesungguhnya tidak ada hukum kecuali bagi Allah”
Tentang kedudukan Allah sebagai satu-satunya pembuat hukum dalam pandangan islam tidak ada perbedaan pendapat di kalangan umat islam.
a.       Mahkum bih/fih (objek hukum)
Yang dimaksud dengan objek hukum adalah sesuatu yang dikehendaki oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau ditinggalkan oleh manusia. Objek hukum dibagi menjadi tiga bagian:
1)      Objek hukum yang pelaksanaannya mengenai diri pribadi yang dikenai taklif; umpamanya shalat dan puasa
2)      Objek hukum yang pelaksanaannya berkaitan dengan harta benda pelaku taklif; umpamanya kewajiban membayar zakat
3)      Objek hukum yang pelaksanaannya mengenai diri pribadi dan  harta dari pelaku taklif; umpamanya kewajiban haji
b.      Mahkum `alaikum (sabjek hukum) dan hal-hal yang berkaitan
Subjek hukum atau pelaku hukum adalah orang-orang yang dituntut oleh Allah untuk berbuat, dan segala tingkah lakunya  telah diperhitungkan berdasarkan tuntutan Allah itu. Dalam istilah ushul fiqh sabjek hukum itu disebut mukallaf atau orang-orang yang dibebani hukum, atau mahkum `alaih yaitu orang yang kepadanya diperlakukan hukum.
4.        Pembagian hukum syar’i, wadh`i (syarat, sebab, mani’, ‘azimah, batal dan rukhsah)
Titah Allah yang berhubungan dengan dengan sesuatu yang berkaitan dengan hukum-hukum taklifi disebut hukum wadh`I, hukum wadh`I tidak harus berhubungan dengan tingkah laku manusia tetapi bias berbentuk ketentuan-ketentuan yang ada kaitannya dengan perbuatan mukallaf yang dinamakan hukum taklifi.
a.       Sebab; sebab adalah sesuatu yang dapat menyampaikan kepada apa yang dimaksud dalam pengertian yang lebih luasnya adalah sesuatu yang jelas, dapat diukur, yang dijadikan pembuat hukum sebagai tanda adanya hukum, lazim dengan adanya tanda itu ada hukum dan dengan tidak adanya, maka tidak adanya hukum.
b.      Syarat; yaitu sesuatu yang bergantung kepadanya adanya hukum; lazim dengan tidak adanya, tidak adanya hukum; tetapi tidaklah lazim dengan adanya, ada hukum.
c.       Mani`(penghalang); yaitu sesuatu yang dari segi hukum, keberadaannya meniadakan tujuan dimaksud dari sebab atau hukum
d.      `azimah yaitu hukum yang ditetapkan Allah pertama kali dalam bentuk hukum-hukum umum, kata “ditetapkan pertama kali” mengandung arti bahwa pada mulanya pembuat hukum bermaksud menetapkan hukum taklifi kepada hamba. Hukum ini tidak didahului oleh hukum yang lain , seandainya ada hukum yang lain yang mendahului maka hukum itu tentu di-nasakh dengan hukum yang dating belakangan. Dengan demikian, hukum `azimah ini berlaku sebagai hukum pemula dan sebagai pengantar kepada kemaslahatan yang bersifat umum.
e.       Batal; yaitu tidak berbekasnya suatu perbuatan bagi si pelaku dalam kehidupan di dunia dan di akhirat kelak, arti batal dalam ibadat adalah bahwa ibadat itu belum memadai dan belum melepaskan tanggung jawab serta belum menggugurkan kewajiban.
f.       Rukhsah; yaitu hukum yang berlaku berdasarkan suatu dalil menyalahi dalil yang ada karena adanya `uzur.

5.        Taklifi, haram, wajib, sunah, makruh dan jaiz, dan perbedaan wadh’i dan taklifi
Hukum taklifi adalah ketentuan-ketentuan Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf baik perintah, larangan ataupun kebebasan untuk melakukan atau meninggalkan.
Ø  Pembagian hukum taklifi
a.       Tahrim
Tahrim adalah tuntutan untuk meninggalkan perbuatan dengan tuntutan yang tegas. Efek dari tuntutan tersebut disebut hurmah dan perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan disebut haram
b.      Ijab
Efek dari khitab ini disebut wujub dan perbuatan yang dituntut untuk dikerjakan disebut wajib. Jadi, ketika melihat firman dari sisi hakim atau syari’nya maka itu adalah ijab. Dan dilihat dari sisi manusia yang melaksanakan perbuatan maka itu wajib.
c.       Mandub
Mandub adalah Perbuatan yang dilakukan oleh Mukallaf berpahala dan jika ditinggalkan tidak mendapat siksa.
d.      Karahah
Larangan untuk meninggalkan perbuatan dengan larangan yang tidak tegas. Efek dari Larangan tersebut disebut karahah dan perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan disebut dengan makruh.
e.       Mubah
Mubah adalah mengerjakannya atau meninggalkannya sama saja, dikerjakan tidak dapat fahala dan ditinggalkan juga tidak dapat siksa.
Ø  Perbedaan hukum wadh`I dan taklifi
Hukum taklifi adalah hukum yang mengandung perintah, larangan atau pilihan antara keduanya bagi seorang mukallaf.
Sedangkan Hukum wadhi’ tidak mengandung ketiga unsur yang ada dalam hukum taklifi. Hukum wadh’i hanya penjelasan hubungan suatu peristiwa dengan hukum taklifi baik berupa sebab, syarat ataupun mani’ sehingga mukallaf mengetahui kapan ditetapkannya hukum syara’ dan kapan pula berakhirnya.
Misalnya, hukum taklifi menjelaskan bahwa shalat wajib dilaksanakan umat Islam, dan hukum wadh’i menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir di tengah hari menjadi sebab bagi wajibnya seorang mukallaf menunaikan shalat zuhur.
Perbuatan dalam hukum taklifi adalah perbuatan yang mampu untuk dilaksanakan atau ditinggalkan, dengan kata lain perbuatan dalam hukum taklifi selalu berada dalam batas kemampuan seorang mukallaf, karena tujuan dari taklif adalah terlaksananya perbuatan tersebut.
6.        Peranan ushul fiqh dalam melahirkan hukum islam.
Ushul fiqh sangan berperan dalam melahirkan hukum-hukum islam, karena ushul merupakan central kaidah yang senantiasa digunakan untuk memahami nash-nash syarak dan hukum yang terkandung di dalamnya. Maka dengan kaidah itulah para ulama telah berhasil merumuskan hukum dan telah menjabar secara rinci dalam kitab fiqh.
7.        Qidah fiqh dan qaidah ushul fiqh dan qawaid ushul fiqh serta contohnya masing-masing
a.       Pengertiannya
Qidah ushul fiqh adalah qaidah-qaidah yang membahas masalah ushul fiqh untuk menemukan hukum dari dalil nash syar’i yang tafsili.
Sedangkan qaidah fiqh adalah kaidah-kaidah umum yang meliputi seluruh cabang masalah-masalah fiqh yang menjadi pedoman untuk menetapkan hukum setiap peristiwa fiqh baik yang telah ditunjuk nash yang sharih maupun yang belum ada nashnya sama sekali
b.      Contohnya masing-masing
Contoh dari kaidah ushul,”
Salah satu contoh adalah kaidah yang berkaitan dengan amar :
الاصل فى الامر للوجوب ولا تدل على غيره إلا بقر ينة
“Pada ashalnya amar itu menunjukkan arti wajib dan tidak menunjukkan kepada arti selain wajib kecuali terdapat qarinahnya.
Contoh kaidah nahi
الاصل فى النهي للتحر يم
“asal dari pada larangan yaitu haram “.
Contoh kaidah fiqh
العادة محكمة
“Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum”.

اذا ضاق الامر اتسع واذا اتسع الامر ضاق      
“Apabila suatu perkara itu sempit maka hukumnya menjadi luas, sebaliknya jika suatu perkara itu luas maka hukumnya menjadi sempit”.


Materi Fiqh Modern
1.        Fiqh modern, pengertian fiqh modern, beda dengan fiqh klasik (masa lalu) batasnya serta ciri-cirinya
Masalah fiqh modern atau disebut juga fiqh  kontemporer adalah suatu bidang kajian yang membicarakan perihal persoalan-persoalan Hukum Islam Ijtihadiyah yang secara nyata muncul pada dewasa ini dengan menerapkan metode istimbat hukum dan analisa ilmiah serta pendekatan yang tepat dan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan kemaslahatan manusia dunia-akhirat. Seiring dengan perkembangan zaman, persoalan-persoalan fiqh yang berkembang dan tentu memerlukan jawaban untuk kepentingan kini dan yang akan datang.Telah banyak produk-produk pemikiran cerdas dalam bidang fiqh yang diformulasikan para fugaha, namun perlu dievaluasi secara berkelanjutan agar tidak kehilangan relansinya.
a.       Perbedaannya dengan fiqh klasik
Dalam epistomologi keilmuan Islam klasik, Fiqih sebagi salah satu cabang keilmuan dalam Islam seakan topik bahasan yang tidak ada habisnya, topik-topik keilmuan fiqih pada zaman klasik dianggap sebagai (mahadewa) yang tiada tandingannya. Konsepsi tentang fiqih yang dianggap sebagai (Undang-Undang Ketiga) dan yang berkuasa mengatur kehidupan umat Islam seakan menyamai popularitas dari (Teologi Kalam) yang pernah ada dan mensejarah dalam kazanah keilmuan Islam. Fiqih klasik yang diplot menjadi produk ilmu hukum Islam yang mengatur pelaksanaan ibada-ibadah ritual, yang menguraikan tentang detail perilaku Muslim dan kaitannya dengan lima prinsip pokok (wajib, sunnah, haram, makruh, mubah), serta yang membahas tentang hukum-hukum kemasyarakat (muamalat), sampai saat ini dirasa oleh sebagian kalangan sebagai ilmu yang sempurna, dan seakan tidak akan pernah tergoyahkan dan bahkan tidak sedikit dari berbagai kalangan tersebut melestarikan tadisi fiqih yang menjadi produk keilmuan pada masa lalu.
b.      Batasan dan ciri-cirinya
            Kajian fiqih modern tersebut dapat di kategorikan ke dalam beberapa aspek:
1)      Aspek hokum keluarga, seperti: pembagian harta waris, akad via telepon, perwakafan, nikah hamil, KB, dll.
2)      Aspek ekonomi, seperti: Sistem bungan dala bank, zakat mal dalam perpajakan, kredit dan arisan, zakat profesi, asuransi, dll.
3)      Aspek pidana, seperti: Hukum potong tangan, hokum pidana islam dalam sistem nasional,dll
4)      Aspek kewanitaan, seperti: busana muslimah (jilbab), wanita karir, kepemimpinan wanita, dll.
5)      Aspek medis, seperti: pencakokan bagian organ tubuh, pembedaha mayat, kontasepsi mantap, rekayasa genetika, pemilihan jenis kelamin, ramalan genetika, konseling genetika, perubahan genetika, revolusi biologik, cloning, percobaan dengan tububh manusia, penyeberang jenis kelamin dari pria ke waniat atau sebaliknya, kornea mata, bayi tabung, bank susu, bank darah, bank sperma, vasektomi dan tubektomi dalam aneak variasinya, transfuse darah, insemniasi sperma manusia denag hewan, dll.
6)      Aspek teknologi, seperti: penyembelihan hewan secara mekanis, seruan azan atau basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau televise, memberi salam dengan bel, penggunaan hisab dengan meninggalkan rykyat, dll.
7)      Aspek politik (kenegaraan) yakni tentang perdebatan sekitar istilah ‘negara islam’ proses pemilhan pemimpin, loyalitas kepada penguasa, dsb
8)      Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti,; tabungan haji, tayamum dengan selain tanah (debu), ibadah qurban debgan uang, menahan haid karena demi ibadah haji, dan lian-lain.
2.        Konsep fitrah, rasional, sistematis, praktis
Secara etimologi, fitrah berasal dari kata “al-fathr” yang berarti “belahan”,  dan dari makna lahir makna-makna lain adalah “penciptaan” atau “kejadian”. Ibnu Abbas memahaminya dengan arti, “”saya yang membuatnya pertama kali.” Dari pemahaman itu sehingga Ibnu Abbas menggunakan kata fitrah untuk penciptaan atau kejadian sejak awal. Sehingga  Fitrah manusia adalah kejadiannya sejak awal atau bawaan sejak lahir. 
a.       Rasional
Secara sederhana, yang dimaksud pembenaran “rasional” adalah ada manfaatnya. Aturan yang ada dalam Islam pasti mengandung manfaat. Dengan konsep ini, ramailah orang mencari-cari apa manfaat dari suatu perintah atau larangan Allah. Fenomena dari pendapat ini bisa kita lihat dari ramainya buku tentang manfaat shalat, wudhu, shaum ditinjau dari berbagai segi seperti kesehatan atau psikologis.
b.      Sistematis
Islam adalah agama pamungkas dan agama paling sempurna yang pernah diturunkan untuk manusia. Karena itu, kita, pada setiap ranah kehidupan manusia, baik personal atau pun sosial, mengharapkan adanya sikap yang dapat ditunjukkan dan dijadikan panduan dari agama ini. Teori pemikiran sistematis Islam adalah sebuah teori moderat tentang inklusifitas agama Islam.Teori pemikiran sistematis dalam Islam adalah sebuah teori moderat yang dikemukakan dalam rangka menunjukkan berbagai sistem islami.
c.       Praktis
Islam itu sangat praktis artinya segala hukum sudah disajikan di dalam al-quran dan hadist yang menjadi sumber ajaran.

3.        Pemahaman konsep rezeki. Bahagia, celaka, dan maut dalam islam
Rizki adalah bahasan yang sangat menarik. Selain karena menjadi kebutuhan hidup di dunia, rizki juga satu bentuk karunia Allah Subhanahu Wata’ala kepada manusia, baik yang beriman maupun yang kufur. Dan, karena itu, setiap jiwa telah dipastikan rizkinya sejak di dalam kandungan. Namun demikian, tidak berarti rizki itu bisa hadir tanpa upaya. Harus ada upaya untuk mendapatkannya. Dan, yang paling penting dari upaya tersebut adalah caranya. Apakah sesuai dengan syariat Islam atau justru menghalalkan segala cara.
a.       Bahagia
Manusia pasti ingin hidup bahagia, damai, dan sejahtera. Ada yang bekerja keras untuk menghimpun harta, dan menyangka bahwa pada harta yang berlimpah itu terdapat kebahagiaan. Ada yang mengejar kebahagiaan pada tahta dan kekuasaan. Beragam cara dia lakukan untuk merebutnya. Menurutnya kekuasaan identik dengan kebahagiaan dan kenikmatan dalam hidup, dengan kekuasaan seseorang dapat berbuat banyak. Orang sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan. Orang miskin menyangka, bahagia terletak pada harta kekayaan.
b.      Celaka
Dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad karangan Imam Nawawi Al-Bantani disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tanda orang celaka ada empat yaitu : pertama, melupakan dosa-dosa masa lalu padahal semuanya tercatat dengan rapi di sisi Allah. Kedua, mengenang kebaikan di masa lalu padahal belum diketahui diterima Allah atau tidak.  Ketiga, Dalam urusan dunia selalu memandang ke yang lebih atas. Keempat, dalam urusan agama selalu memandang ke yang lebih rendah.
c.       Maut
Kematian akan menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya nyawa manusia akan diawali dengan detik-detik menegangkan lagi menyakitkan. Peristiwa ini dikenal sebagai sakaratul maut. Ibnu Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari goresan gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di bejana. Seandainya ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman dengan hidupnya dan tidak nyenyak dalam tidurnya.
4.        Masail fiqhiyah, pengertian, anak angkat, wanita karir, bayi tabong, anak hasil inseminasi, pencangkokan organ tubuh, KB, ‘azzal, jimak
a.       Pengertian masail fiqh
Masail Fiqhiyah terurai dari kata mas’alah dalam bentuk mufrad yang dijamakkan dan dirangkaikan dengan kata fiqh. Fiqh secara bahasa adalah pemahaman/ faham sedangkan menurut istilah “ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at dalam bentuk amaliah (perbuatan mukallaf) yang diambil dari dalilnya secara terperinci”.
Masail fiqhiyah adalah persoalan-persoalan yang muncul pada konteks kekinian sebagai refleksi komplekitas problematika pada suatu tempat, kondisi dan waktu. Dan persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu, karena adanya perbedaan situasi yang melingkupinya.
masail merupakan bentuk jamak taksir dari kata mas’alah yang artinya perkara/ masalah (persoalan). Fiqhiyyah dari kata fiqh yang artinya pemahaman yang mendalam tentang hukum-hukum Islam.
Jadi masail fiqhiyah berarti persoalan hukum islam yang selalu dihadapi oleh umat Islam sehingga mereka beraktifitas dalam sehari-hari selalu bersikap dan berperilaku sesuai dengan tuntunan Islam.
b.      Anak angkat
Allah Ta’ala   menghapuskan kebolehan adopsi anak yang dilakukan di jaman Jahiliyah dan awal Islam, maka status anak angkat dalam Islam berbeda dengan anak kandung dalam semua ketentuan dan hukumnya.
Untuk dapat mengangkat anak melalui Lembaga Pengasuhan Anak, orang tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan (Pasal 32 Permensos No. 110/2009) sebagai berikut:
1)      Sehat jasmani dan rohani baik secara fisik maupun mental mampu untuk mengasuh CAA;
2)      Berumur paling rendah 30 (tiga puluh ) tahun dan paling tinggi 55 (limapuluh lima) tahun.
3)      Beragama sama dengan agama calon anak angkat.
4)      Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan.
5)      Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
6)      Dalam keadaan mampu secara ekonomi dan social.
7)      Memperoleh persetujuan anak, bagi anak yang telah mampu menyampaikan pendapatnya dan izin tertulis dari orang tua/wali anak;
8)      Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak.
9)      Adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial Instansi Sosial Provinsi.
10)  Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan,sejak izin pengasuhan diberikan.
11)  Memperoleh izin pengangkatan anak dari Menteri Sosial untuk ditetapkan dipengadilan.
c.       Wanita karir
Islam sudah menetapkan ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan. Semuanya tercantum dalam kitab suci Alquran, hadis, maupun fatwa ulama, agar menjadi tuntunan. Ada tiga pendapat dari para ulama serta cendekiawan yang mewarnai pembahasan seputar wanita karier. Pertama, mereka yang membolehkan wanita bekerja tanpa syarat apapun. Kedua, tidak membolehkan sama sekali, dan ketiga, membolehkan tapi dengan syarat-syarat tertentu.
d.      Bayi tabung
Apabila islam melindungi nasab dengan mengharamkan zina dan adopsi, maka islam juga mengharamkan “inseminasi buatan” (pembuahan atua prnghamilan yang dilakukan dengan memasukkan sperma kedalam alat kelamin wanita, yang sering disebut bayi tabung)apabila inseminasi itu bukan dengan sperma suami.
e.       Pencangkokan organ tubuh
1)      Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Sehat
Apabila transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, maka hukumnya ‘Haram’, dengan alas an; firman allah dalam al quran surah al baqarah ayat 195 :
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan”.
2)      Hukum transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan koma
Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan koma, hukumnya tetap haram, walaupun menurut dokter, bahwa si donor itu akan segera meninggal, karena hal itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Allah, hal tersebut dapat dikatakan ‘euthanasia’ atau mempercepat kematian. Tidaklah berperasaan/bermoral melakukan transplantasi atau mengambil organ tubuh dalam keadaan sekarat. Orang yang sehat seharusnya berusaha untuk menyembuhkan orang yang sedang koma tersebut, meskipun menurut dokter, bahwa orang yang sudah koma tersebut sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Sebab ada juga orang yang dapat sembuh kembali walau itu hanya sebagian kecil, padahal menurut medis, pasien tersebut sudah tidak ada harapan untuk hidup.
3)      hukum transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan meninggal
Mengambil organ tubuh donor (jantung, mata atau ginjal) yang sudah meninggal secara yuridis dan medis, hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandangan Islam dengan syarat bahwa :
Resipien (penerima sumbangan organ tubuh) dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia sudah berobat secara optimal baik medis maupun non medis, tetapi tidak berhasil. Hal ini berdasarkan qaidah fiqhiyyah “Darurat akan membolehkan yang diharamkan”. Juga berdasarkan qaidah fiqhiyyah “Bahaya itu harus dihilangkan”. Juga pencangkokan cocok dengan organ resipien dan tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih gawat baginya dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Disamping itu harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya, untuk menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal, atau ada izin dari ahli warisnya.
Demikian ini sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 29 Juni 1987, bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan katup jantung orang yang telah meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup, dapat dibenarkan oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan (lewat wasiat sewaktu masih hidup) dan izin keluarga/ahli waris.
f.       KB
Islam sangat menyukai banyak keturunan dan memberkati setiap anak, akan tetapi seorang muslim diberi kemurahan untuk melakukan KB apabila terdapat hal-hal rasional yang dapat mendorongnya dan terdapat alssan yang kuat. Diantara alsan yang membolehkan KB adalah:
1)      Karena takut akan keselamatan si ibu pada waktu mengandung dan melahirkan.
2)      Karena khawatir terjatuh ke dalam kesulitan duniawi.
3)      Khawtir terhadap kesehatan dan pendidikan anak
4)      Khawatir terhadap wanita yang menyusui dan apbila dia hamil lagi dan melahirkan anak yang baru.
g.      `azzal
Azal adalah menumpahkan sperma diluar rahim ketika terasa akan keluar, juga merupakan suatu cara yang peling populer pada masa rasul untuk mencegah atau mengtur kehamilan.
h.      Jimak
Berhubungan seksual adalah fitrah insaniyah, seorang laki-laki berhasrat kepada wanita itu sangat wajar dan normal.  Agam juga telah mengatur, seoarang laki-laki hanya boleh menggauli isterinya di organ yang sudah ditetapkan yaitu vagina.
Rasululah memberikan tuntunan yang indah dalam persoalan  hubungan seks.
1)      Menyiapkan fisik dan mental
2)      Berwudhu
3)      Berdoa
4)      Melakukan pemanasan, cumbu rayu
5)      Menutup badan dengan selimut
6)      Tidak tergesa-gesa
7)      Mandi wajib jika telah selesai     
5.      Hal-hal yang berhubungan dengan masail fiqhiyah
Kajian masail dapat di kategorikan ke dalam beberapa aspek:
a.       Aspek hokum keluarga, seperti: pembagian harta waris, akad via telepon, perwakafan, nikah hamil, KB, dll.
b.      Aspek ekonomi, seperti: Sistem bungan dala bank, zakat mal dalam perpajakan, kredit dan arisan, zakat profesi, asuransi, dll
c.       Aspek pidana, seperti: Hukum potong tangan, hokum pidana islam dalam sistem nasional,dll.
d.      Aspek kewanitaan, seperti: busana muslimah (jilbab), wanita karir, kepemimpinan wanita, dll.
e.       Aspek medis, seperti: pencakokan bagian organ tubuh, pembedaha mayat, kontasepsi mantap, rekayasa genetika, pemilihan jenis kelamin, ramalan genetika, konseling genetika, perubahan genetika, revolusi biologik, cloning, percobaan dengan tububh manusia, penyeberang jenis kelamin dari pria ke waniat atau sebaliknya, kornea mata, bayi tabung, bank susu, bank darah, bank sperma, vasektomi dan tubektomi dalam aneak variasinya, transfuse darah, insemniasi sperma manusia denag hewan, dll.
f.       Aspek teknologi, seperti: penyembelihan hewan secara mekanis, seruan azan atau basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau televise, memberi salam dengan bel, penggunaan hisab dengan meninggalkan rykyat, dll
g.      Aspek politik (kenegaraan) yakni tentang perdebatan sekitar istilah ‘negara islam’ proses pemilhan pemimpin, loyalitas kepada penguasa, dsb.
h.      Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti,; tabungan haji, tayamum dengan selain tanah (debu), ibadah qurban debgan uang, menahan haid karena demi ibadah haji, dan lian-lain.


No comments:

Post a Comment